PART 8

85 9 0
                                    

"Apakah Mila sudah tidur?" tanya Arwana yang tengah berdiri di mulut pintu dengan tangan menyilang didadamya.

Marsha yang masih menepuk bokong Mila dengan pelan sambil memeluknya menoleh kearah duda itu. "Sudah, tapi tangannya masih mengcengkram kuat. Jadi, aku gak bisa lepas," jawab Marsha.

Arwana hanya tersenyum saat mendengar jawaban Marsha, dipikirannya sekarang adalah mengapa Mila bisa sedekat itu dengan Marsha? Padahal biasanya ia takut sekali dengan orang asing.

Bahkan baru pertama kali Mila menyukai akan kehadiran seorang perempuan disisinya tidak seperti sebelum-sebelumnya, dimana Arwana pernah beberapa kali mengajak Mila untuk bertemu dengan para calon Mamanya. Tapi ditolak mentah-mentah olehnya. Arwana sebenarnya bukan tergolong pria hidung belang seperti diluaran sana. Ia hanya membutuhkan kebahagiaan anaknya agar tidak kekurangan kasih sayang seorang ibu.

Bukan hanya Mila saja yang menyukai Marsha tapi sang ayah juga menyukainya tapi dalam artian lain. Sejak bertemu Marsha hatinya selalu berdetak kencang seakan-akan seorang Abege yang lagi kasmaran.

'Ehm ... apakah aku boleh melamarnya? Kan kasian Marsha jika ia menikah dengan pria brengsek seperti Oji itu,' batin Arwana.

Cengkraman Mila sudah mengendor sehingga memberi kesempatan pada Marsha untuk segera bangkit dari ranjang kecil milik Mila.
Marsha baru ingat sedari tadi ia belum melihat ponselnya, dia pun segera mengambil tasnya lalu mengeluarkan ponselnya dari sana.

Mata Marsha seketika membulat saat membaca pesan-pesan dari Oji ....

'Dimana loe sekarang!'

'Gue tahu loe lagi sama dosen itu!'

'Dasar lacur!'

Masih banyak lagi pesan yang berisi makian Oji untuk dirinya. Marsha langsung bangkit dari ranjang dan segera menghampiri Arwana dengan raut cemas.

"Pak, tolong anterin aku pulang!"

"Kenapa emang? Ini sudah malam mengapa gak nginep saja?" tawar Arwana.

"Ta--tapi Pak, Kak Oji mencariku," jawab Marsha, seketika raut wajah Arwana menjadi datar.

"Kamu yakin mau pulang? Takutnya nanti pulang-pulang disiksa sama tuh anak." ucapnya sinis, Marsha membenarkan ucapan Arwana, Marsha menundukkan kepala dengan tatapan kosong kearah bawah.

Beberapa saat kemudian Marsha mendongakkan kepalanya. "Lebih baik aku merasa sakit sekarang daripada besok Pak," balas Marsha jelas dan padat.

Arwana menghembuskan nafas lelah, dia sempat berfikir terbuat apa sih hati gadis ini? Mengapa bisa sekuat itu? Udah disakiti, dihina, dicemooh, bahkan diselingkuhi di hadapan khalayak umum.

"Baiklah ayo saya anterin pulang." Marsha hanya menganggukkan kepala menandakan persetujuam atas tawaran yang di berikan oleh Arwana kepadanya.

Di tempat yang berbeda ....

"Bu, Yah, pasti Marsha lagi selingkuh ama tuh duda," kompor Oji dihadapan kedua orang tua Marsha dan dihadapan orang tuanya juga.

Semua orang menatapnya bingung. "K--kamu yakin nak itu Marsha?" tanya Kemal memastikan, pria paruh baya itu sangat mengenal putrinya ia yakin Marsha gak bakalan melakukan hal itu.

Oji mengeluarkan ponselnya dari kantong celananya, lalu menunjukkan sebuah video yang disana terpampang Marsha berpelukan dengan seorang pria di parkiran.

"A--aku kecewa sama Marsha hiks padahal aku mulai mencintainya hiks," tangis Oji, Starla yang berada disampingnya hanya menatapnya sedih.

Wajah Kemal menegang saat melihat putrinya yang dibangga-banggain di hadapan keluarga Rekmowidodo telah berbuat hal memalukan.
Beda dengan Kemal, Sinta hanya bisa menangis tersedu-sedu dipelukan suaminya.

ArmilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang