8

290 96 42
                                    

Bulan dan Bintang keduanya duduk berlebahan di sofa kamar Bintang. Bintang melihat Bulan merasa tenang, dirinya masih tidak percaya jika Bulan akan menerima apa adanya.


"Perhatian banget nih," ucap Bintang dengan senyum dan kedua alisnya diangkat.
"Iya dong, aku kan gak mau kamu sakit," jawab Bulan sambil menyuapkan potongan cake greentea ke bintang.

"Bulan sakit itu dikasih dari Allah, jangan karena sakit jadi mengeluh dan gak mau menerima keadaan. Segala sesuatu yang terjadi dalam hidup sudah Allah rencanakan yang terpenting kita berusaha," Bintang menjelaskannya dengan lembut.


Sejenak Bulan terdiam, dan Bintang mengusap pundak Bulan. Bintang merasa ada yang salah dengan ucapannya, dia merasa sudah menyinggung perasaan Bulan.

"Tapi Bintang, kamu sakit udah lama kenapa Allah gak nyembuhin kamu?"

"Bulan, mungkin saja sakit ini untuk menebus dosa dosaku kita tidak pernah tau apa yang direncanakan Allah tapi yang pasti itu kalau Allah kasih ujian sama hambanya tandanya Allah sayang, kamu tau enggak kalau sakit itu ada yang dicabut dari diri kita yang sedang sakit?" jelas Bintang.



Kali ini Bintang berbeda dengan biasanya, soal obrolan serius apapun itu Bintang selalu menjawabnya dengan tutur kata yang lembut, walaupun biasanya antara Bulan dan Bintang panggilannya lo gue.



"Apa itu Bintang yang dicabut dari orang yang lagi sakit oleh Allah?"
"Pertama nafsu makannya, kedua senyumnya dan ketiga dosa dosanya"

"Tapi Allah itu maha baik, Allah mengembalikan lagi nafsu makan dan senyumnya namun Allah tidak mengembalikan dosa dosanya," lanjut Bintang.
"Masya Allah," Bulan merasa tersentuh dengan ucapan Bintang.




***



Waktu sholat dzuhur pun tiba, adzan telah berkumandang. Bulan dan Bintang segera bersiap siap mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat. Entah mengapa sholat kali ini bulan menangis menyesal. perasaan dalam hatinya, Bulan terkadang tidak menerima keadaan yang terjadi. setelah mendengar ucapan dari Bintang yang menyentuh hati Bulan.


Seakan akan pintu hati Bulan terketuk, Bulan mulai menyadari dirinya salah bahwa semua yang terjadi atas kehendak Allah. Bulan sempat tidak terpikir hal itu, seperti apa yang diucapkan Bintang. Bahkan dirinya sendiri pun sering mengeluh dengan kehidupannya. Bulan menemukan sisi lain dari Bintang, selain dia bisa bernyanyi dan termasuk orang pintar di sekolah Bintang selalu masuk juara umum.


Bintang pun tahu soal agama, rasa penasaran pun mulai muncul dipikiran Bulan ingin sekali Bulan menanyakan dimana Bintang belajar agama. Dan pertanyaan yang lain pun muncul, banyak yang ingin ditanyakan pada Bintang. Seusai sholat dzuhur, Bulan dan Bintang duduk di ruang tamu di lantai satu rumah Bintang.

"Lo sekarang keliatannya udah segeran nih"
"Alhamdulilah lan, udah mulai nih lo gue nya"
"Hem ... biar enjoy aja kali," balasnya senyum manis dan kedua alis Bulan diangkat.
"Oh iya lan, gue dari tadi mau tanya lo kesini naik apa?"
"Biasa sama motor kesayangan"



Jawaban Bulan sedikit menggelitik Bintang, karena baru kali ini Bulan menamai motor vespanya dengan motor kesayangannya.

"Kesayangan, dari kapan Bulan?"
"Dari semenjak lo bonceng gue pake motor itu," Bulan mengalihkan pendangannya.
"Berarti lo namain motor itu motor kesayangan karena gue pernah kendarain dan bonceng lo tandanya gue orang yang disayang lo dong cie ... " Bintang menggodanya dengan jari telunjuk yang menyentuh pipi Bulan.
"Apasih lo, udah nanti lama kelamaan lo bisa kepedean juga entar hidung lo terbang tuh kalau gue puji"



Keduanya tertawa bersama, seakan hal itu mereka berdua temukan kembali. Moment yang Bulan harapkan bisa membahagiakan orang yang dicintainya. Walaupun dengan hal sederhana, moment ini yang Bulan tunggu bisa tertawa bahagia bersama orang dicintainya. Dan Bulan mengharapkan akan selalu ada moment seperti ini di kemudian hari.



"Bintang, gue mau tanya serius nih," ucap bulan.
"Mau tanya apa? "

"Lo sakit apasih sebenarnya?"
"Sakit biasa, kecapean doang."

"Kecapean? emang selama ini lo ngapain aja sampe gak bisa masuk sekolah, sering absen lagi lo di sekolah"

"Gue bilang gue kecapean doang," jawab Bintang sedikit membuat Bulan terkejut karena Bintang berbicara sedikit keras.

"Biasa aja kali gue kan cuma nanya, sebagai sahabat lo gue cuma mau tau sebenernya lo sakit apa, sampe segitunya gue gak boleh tau penyakit lo apa gue salah perhatian sama lo," Bulan membereskan tas dan jaketnya lalu meninggalkan Bintang.



Bulan berjalan menuju keluar rumah Bintang, dan tidak Bulan sadari air matanya mulai jatuh di pipi Bulan. Bintang memutuskan untuk mengejar Bulan.


"Bulan tunggu!"


Bulan tidak memperdulikan panggilan dari Bintang. Bulan terus berjalan dengan air mata yang sudah membasahi pipi nya.

"Tunggu," Bintang berhasil mengejar Bulan, dengan memegang tangan Bulan.
"Bukan itu maksud gue," lanjutnya.

Bulan memalingkan wajahnya dari bintang. Bulan pun tidak malu menangis di depan Bintang. Air mata terus mengalir membasahi pipi. Bulan tidak pernah menyangka jika Bintang bisa bicara sekeras itu dan membentaknya.


"Kamu gak perlu tau penyakit aku Bulan, cukup aku aja. Tolong mengertilah, aku gak mau lihat orang yang aku cintai sedih karena aku," jelas Bintang dan memasang wajah di depan wajah Bulan.

"Justru itu Bintang gue gak mau lo sedih sendirian, lo butuh seseorang yang bisa dengerin semua keluh kesah lo dan gue mau jadi orang yang bisa nemenin lo saat lo lagi sedih"

"Aku ngerti kamu sangat perhatian, untuk kali ini aja kamu gak usah tanya tentang hal itu lagi tolong ngertiin aku lan"



Bulan menghapus airmatanya, Bulan menarik nafas panjang dan memejamkan matanya.

"Oke gue gak akan tanya lagi soal itu, tapi lo harus izinin gue buat nemenin lo setiap saat yang gue mau"
"Tapi bulan ... "


Bulan meninggalkan Bintang tanpa menunggu jawaban darinya. Bulan langsung mengendarai motornya sedangkan Bintang hanya mematung diam tidak tahu harus bagaimana. Bulan mengendarai motornya bukan untuk menuju arah pulang, Bulan memilih untuk pergi ke taman dekat rumahnya.


Bulan memarkirkan motornya, dan segera duduk di tempat biasa bulan bersama Bintang jika sedang bertukar pikiran. Bulan meneteskan air matanya lagi dan lagi, Bulan pun tidak memperdulikan orang orang yang ada di sekitarnya. Namun salah satu dari pengunjung taman itu, ada seseorang yang mencoba menawarkan sebotol air putih untuk Bulan.

"Untuk aku?"

Seorang pria memakai kopiah yang menawarkan minum untuk Bulan.


"Untuk kamu" angguknya.
"Makasih"


Laki laki itu duduk di sebelah Bulan dan terlihat laki laki itu  seperti menjaga jarak dengan Bulan.

"Sore sore gini perempuan gak baik nangis sendirian di taman, udah mau manghrib" ucapnya dengan sopan.

"Gak apa apa udah biasa," Bulan menjawabnya tanpa memandang laki laki itu.

"Jangan mengkosongkan pikiran nanti syaiton dengan mudahnya masuk, orang yang sedih itu pikirannya gampang sekali membuat keputusan. Jangan melamun loh, di pohon itu kata orang ada hantunya"
"Masa sih?"
"Maaf saya pergi dulu takut, sebentar lagi malam kata orang jam segini suka ada"


Laki laki yang memakai kopiah itu pergi meninggalkan Bulan, tapi tanpa berpikir lama Bulan lari menuju laki laki berkopiah itu. Dan memintanya untuk mengantarkan ke parkiran. Bulan berpikir jika yang dikatakan laki laki itu bisa saja benar.


"Makasih udah nganterin"
"Sama sama, cepat pulang sebelum adzan maghrib," kata laki laki berkopiah itu.

Antara Bulan Dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang