CHAPTER 15

85 32 31
                                    

Putri memakirkan mobilnya sembarangan di tepi jalan. Dia membenamkan kepalanya ke stir mobil. Mencoba untuk tenang, daritadi air matanya tidak berhenti turun.

Dia memutuskan semua hubungannya.
Pacarnya, Saudaranya, teman-temannya dan sekarang gurunya. Daritadi dia berusaha kuat. Dia menggigit lidahnya sendiri agar tidak menangis saat memutuskan Erwin. Dia juga membaca buku demi mengalihkan perhatian dari ketidakpedulian orang-orang yang dipanggilnya teman. Dia juga menyerahkan PRnya karena dia tahu bahwa dia alasan Erwin benar-benar melupakan PR tersebut.

Air matanya tumpah, isakan-isakan  keluar dari mulutnya. Dia mau pulang tapi dia sadar dia tidak punya rumah yang pantas. Dia mau memeluk seseorang tapi dirinya terlalu takut tersakiti lagi.

Sekarang dia hanya punya dirinya sendiri, hanya tubuhnya, pikirannya, jiwanya, dan hatinya. Tapi bahkan walau dia cuma punya itu, sulit baginya untuk menerima dirinya sendiri.

Ia menatap pantulan dirinya sendiri dari kaca spion, mengangkat tangannya lalu

Plak

"Lo bego atau gimana sih? Muka biasa aja, nilai standar tapi bisa-bisanya lo bersikap kaya gitu?! Selama ini lo cuma diem kan? Kenapa tiba-tiba meledak kaya gitu? S-sekarang..." Suaranya perlahan mengecil, "Sekarang lo gimana?"

Putri tertawa, tertawa lepas.
Air matanya terus turun tapi wajahnya gembira, dia senang.

"Lo sadar ga sih? Lo itu cuma pengecut! Lo ga berani natap mata temen-temen lo makanya lo lari! Lo mutusin Erwin juga karena lo ga tau harus bersikap kaya gimana? Iyakan?!"

Putri menenggelamkan wajahnya di setir mobil, membiarkan air mata jatuh ke rok abu-abu miliknya, "Sekarang lo cuma ngebuat Ratu makin merasa bersalah..."

...

Air muka bu Ainun benar-benar tidak senang setelah melihat Putri pergi meninggalkan kelasnya begitu saja.

"Kalian lihat teman kalian itu? Sopan begitu sama guru?"

"Tidak bu!" Serempak seisi kelas menjawab kecuali Ratu dan Erwin yang sudah muak dengan kelas ini dan ingin segera mengejar Putri.

Bu Ainun menceramahi mereka tentang tata krama selama 1 jam pelajaran lebih, mengatakan betapa sakit hatinya dia dibentak seperti itu.

"Ibu bukan mengajar di kelas ini saja, sudah 20 tahun ibu mengajar disekolah ini! Cuma PR 25 soal doang nak! Cuma gara-gara itu kalian bentak-bentak ibu!?!

Ratu mengepalkan tangannya kesal
'Udah 20 tahun kan? Kenapa ga pensiun aja, oiya kan lebih enak marahin anak orang daripada anak sendiri. Mana di gaji lagi!'

"Kalau kalian ga suka sama ibu bilang, jangan dibentak kaya gini, sakit hati ibu!"

"Maaf bu." Jawab Erwin, bukan, bukan dari lubuk hatinya, tapi sebagai ketua kelas di harus melakukan itu mau tidak mau, "Kami harap ibu bisa melanjutkan pelajaran seperti biasa." Sambungnya lagi.

"Yasudah! Kita periksa nomornya sesuai absen ya! Absen nomor 1 sampai 5 kedepan!"

Beberapa orang menatap Erwin sinis yang hanya mendapat balasan helaan nafas.

...

Selama pelajaran tadi baik Ratu dan Erwin hanya diam. Karena perkataan Putri tadi banyak dari teman-temannya yang bertanya ini itu. Ratu ingin menyalahkan mereka semua. Kenapa mereka baru bertanya setelah keadaan Putri begitu? Kenapa? Tapi dia tidak bisa menyalahkan mereka karena dia pun... dia pun sama seperti mereka.

Semenjak kepergian Ratu beberapa orang dengan terang-terangan memaparkan teori mereka, mulai dari konflik antar saudara sampai teori perebutan Erwin.

"Udah gue duga si Erwin masih ada rasa sama Ratu."

"Lah tapi kan dia udah 2 bulan pacaran sama Putri."

"Halah palingan dia pacaran biar ga canggung sama Ratu, lagian mana bisa cowo move on secepa-"

"Itu yang di dekat jendela sinj cerita didepan!" Bu Ainun menatap tajam ke arah Sheila, Tasya dan Sonya.

"Maaf bu!"

...

"Ratu lo pulang sama gue ya! Tadi gue dichat Putri, nyuruh nganter lo ke kafe kingdom."

Ratu hanya menggangguk, dia meraih helm yang di ulurkan Erwin lalu naik ke motor, Ratu melingkarkan tangannya ke pinggang Erwin sambil menenggelamkan kepalanya ke punggung bidang mantan pacar adiknya itu. "Gue takut ketemu Putri..." bisiknya.

"G-ga boleh gitu," Kata Erwin tersendat karena gugup, "Dia pasti butuh temen ngobrol, kalau lunya awkward kasian dia ra." Ucapnya lembut.

Hanya suaranya yang lembut, hati, jantung, dan otaknya sudah log out berkat Ratu.

Tidak, mereka masih di area parkir saat ini, Erwin terlalu gugup dengan posisi Ratu jadi ia tidak menyadari bahwa mereka sudah jadi bahan pembicaraan semua orang diparkiran.

...

"Makasih udah nganterin Ratu."
Putri turun dari mobil menemui mereka berdua, sinar matahari refleks membuat Ratu yang baru melepaskan helm menyipitkan mata. "Hai put!"

"Ayo balik! Nanti demam lo naik lagi, sebelum itu lo mau makan apa? Biar bisa minum obat." Tangan kanan Putri
diletakkan di atas kepala Ratu sementara tangan kirinya menahan pintu mobil, khawatir kalau-kalau kakaknya yang ceroboh ini akan terbentur atap mobil seperti dulu lagi.

Senyum kecil terukir di wajah Erwin.
'Mau lo berubah segimanapun, sisi yang itu tetap sama ya put.'

...

"Sakit banget?"

"Apanya?"

Putri terkekeh gemas, "Lu kan gatahan sakit, mana tadi harus panas-panasan naik motor."

"Ih sumpah gue gapapa, tadi Erwin juga..." Ratu menggigit lidahnya sendiri,

'NGAPAIN ANJIR GUE KAYA GITU SAMA ERWIN????'

"Erwin ngapain?" Lampu merah menyala, Putri meraih botol air ditasnya, "Nih minum!"

"Put? Gue kalo sakit kenapa?"

Putri tertawa lagi, "Lo itu kalau sakit mukanya meraaah banget, terus suka ngelindur, lagian udah gue bilang jangan masuk sekolah masih aja ngeyel." Ucap Putri sambil menoel-noel pipi Ratu.

'haha.'

ATAKORAKA [JAN 2022]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang