"Gue duluan!" Putri hanya menghela napas melihat tingkah kakaknya itu, Ratu secara terburu-buru pergi meninggalkan tas-nya, dan pintu mobil dalam keadaan terbuka. Putri lalu terkekeh kecil saat melihat Ratu yang hampir jatuh saat melepaskan sepatu,
"Hati-hati!" Teriaknya, ia lalu mengambil tas-nya dan tas Ratu berlalu menutup pintu mobil yang ditinggalkan Ratu tadi.
Putri menghentikan langkahnya, menatap aneh ke arah mobil hitam yang terparkir di belakang mobilnya
"Papa pulang ya?"Putri hanya menatap mobil itu dengan tatapan kosong, mungkin sudah 5 bulan Putri tidak bertatap muka dengan Juan -ayah si kembar,
"Saya tahu tanggung jawab saya sebagai seorang ayah, tapi..." Suaranya menggantung memenuhi ruangan dengan aura yang membuat Putri kecil terisak "...setiap melihat kamu masa masa yang saya coba lupakan terulang lagi jadi saya mohon."
Juan mengusap wajahnya kasar, matanya perlahan naik menatap manik mata putri bungsunya, "Jangan pernah tunjukkan wajah kamu ke saya, hanya itu permintaan saya."
"Selalu kaya gini!." Putri melempar boneka kelinci ditangannya ke arah Juan, salah satu kawat yang mencuat dari boneka itu menggores pelipis Juan. "Putri cuma mau ikut jalan jalan sama papa! Ratu selalu ikut tapi kenapa? Semua gara-gara Rat-" Putri menatap Juan nanar.
"PUTRI!"
Gadis itu terdiam, baru kali ini dia mendengar Juan berteriak, "Pergi dari sini!"
"PAPA SAMA MAMA GA ADIL!! PUTRI BENCI MAMA SAMA PAPA."
Putri mengerjap beberapa kali, mencoba keluar dari kilas balik yang terjadi di otaknya. Itu percakapan terakhirnya dengan Juan.
Mungkin sejak saat itu Putri terus menghindar, kalaupun dia harus berada disatu ruangan, Putri memilih untuk menunduk menatap lantai. Tapi, sekarang dia tahu alasan Juan membencinya dan dia mengerti.
Dia memang cuma pembawa sial.
...
Putri melangkah masuk kedalam rumah, sedikit terkejut melihat Juan menduduki kursi meja makan yang langsung mengarah ke pintu masuk, refleks gadis itu langsung menunduk.
Papa! Dia melihat wajah papa! Wajahnya tidak banyak berubah, begitupula luka itu, masih terlihat dengan sangat jelas. Putri merasa jantungnya berdegup tidak karuan. Dengan kecepatan penuh dia membuka sepatu dan buru-buru melesat ke kamar yang sialnya masih harus melewati ruang makan.
"Gimana keadaan Ratu?"
Deg
'Papa bicara sama gue?'
Putri terdiam, seluruh badannya mengujur kaku, dia merasakannya, tatapan Juan.
"Demamnya sudah turun... pa."
Juan hanya diam. Gadis didepannya bicara dengan nada monoton, tapi penuh keraguan, penuh rasa takut.
"Kenapa dia sekolah!" Sebuah suara menyahut dari dapur. Tiba-tiba saja Sofia sudah berdiri didepan Putri.
"Dia yang mau ma, tadi saya juga sudah bilang supaya istirahat dulu hari ini." Jawab Putri cepat.
"Ya harusnya kamu telepon mama! Atau gimana kek, kan kasian itu dia sekolah pas lagi sakit!" Tangan kanan Sofia mengguncang bahu kanan Putri. Seakan Putri menarik Ratu paksa ke sekolah. Tentu saja, bagi mereka Putri yang salah.
"Kamu tau sendiri Ratu gimana kan?! Dia paling ga bisa sakit! Bisa-bisanya..."
Sofia masih bicara tapi suaranya perlahan mengecil di kepala Putri.
Putri diam sebentar, cairan bening dimatanya sudah mendesak ingin turun, hatinya sesak, pikirannya masih kacau dengan semua kejadian di sekolah, tapi ini... ini yang dia dapati di rumah? Bukan pelukan selamat datang? Bukan hidangan hangat di atas meja?
Oh
Ini bukan rumahnya
Ini bukan tempatnya pulang
Ini rumah papa, mama dan... Ratu.Hanya mereka.
"Mama... mama bisa kan tanya sendiri ke Ratu..." Air mata Putri turun, "Ratu dikamar ma... tanya ke dia!" Putri lari mengambil kunci mobil. Dia lari.
"Maafin Putri... semuanya salah Putri!"
Ucapnya sebelum menutup pintu rumah dan berlalu pergi menaiki mobil.Meninggalkan orangtua nya yang terdiam kaku, dan kakaknya yang mematung di depan pintu kamar.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
ATAKORAKA [JAN 2022]
Teen FictionHanya tentang mereka yang hidup dengan karma baik dan mereka yang menerima karma buruk. Tentang mereka yang disamakan paras tapi dibedakan jalan takdirnya. Dibedakan perlakuannya, dibedakan kasih sayang semestanya dan dibedakan penderitaannya. --- b...