CHAPTER 17

54 11 1
                                    

"Kamu kenapa?" Raut panik jelas terpancar dari wajah istrinya, "Gapapa kok, kena itu aja tadi." Juan menunjuk ke arah boneka yang tadi Putri lempar.

"Yaudah aku pergi jemput Ratu ya, hati-hati di rumah!" Sofia mengganguk, "have fun sama Ratu, yang ini ga usah terlalu dipikirin, nanti aku yang ngomong sama Putri."

Juan hanya menggangguk sebelum masuk kedalam mobil, "Hati-hati di jalan."

Sofia menutup pintu rumah, dengan bergegas dia langsung menuju satu tempat, kamar si kembar, disana diantara boneka boneka binatang Putri bungsunya tengah meringkuk sambil menangis.

"Kenapa mama sama papa ga sayang sama Putri?" Sayup sayup Sofia dapat mendengar rengekan anaknya pada saru boneka perempuan.

"Putri..." Panggilnya sehalus mungkin, dibukanya rak boneka, dan digendongnya seorang gadis 7 tahun dari situ.

"Mau mama bacain dongeng?"

Putri tersentak bangun, dia mengusap air mata di sisi sisi pipinya.

"Udah bangun?" Tanya Ratu.

Putri tersenyum kecil, "Gue sok banget pake acara kabur-kaburan, padahal bisanya cuman nangis ditaman samping rumah." Ia terkekeh, menertawakan dirinya.

"Lo pantes kabur... mama sama papa ga baik! Mereka jahat!" Ucap Ratu sambil mengelus rambut Putri.

"Mereka ga jahat ra, gue yang salah."

Ratu mengacak rambutnya frustasi,
"Salah lo apasih? Gue gatau salahnya dimana?"

"Lo tau mama pernah nyeritain satu dongeng ke gue."

"Putri! Ini bukan waktuny-" Putri meletakkan jari telunjuk ke bibir Ratu.

"Dan setiap kata dari dongeng itu tercetak jelas di kepala gue, mau ya dengerin dongeng nya?"

Ratu hanya menggangguk, menatap adiknya dengan tatapan menanti.
Putri hanya tersenyum, dia siap bercerita, cerita yang sudah terlalu lama dirahasiakan dari Ratu.

"Dahulu kala..."

...

"Dahulu kala, karena pekerjaan papa, mama dan papa tinggal di pinggir hutan. Mama dan papa sangat bahagia, hidup kami berkecukupan, orang-orang disana memperlakukan kami seperti keluarga sendiri, jadi walau jauh dari keluarga, mama dan papa tidak kekurangan kasih sayang."

"Lalu disuatu hari, kebahagiaan mama dan papa naik berlipat-lipat, karena mama hamil, orang-orang disana menyambut kabarnya dengan senang gembira, mama diperlakukan layaknya seorang ratu disana."

"Tapi mama serakah, bahkan dengan seluruh kasih sayang itu mama merasa tidak puas, lalu mama bilang ke papa bahwa mama mau lahiran pertama mama dilakukan di rumah sakit kota dengan dokter, suster, dan fasilitas terbaik, bukan di klinik dengan dukungan bidan semata."

Mama tersenyum kecut, diambil salah satu boneka disampung Putri sebelum lanjut bercerita.

"Da-dan semua berjalan lancar, saat tanggal lahiran sudah dekat mama dan papa pergi ke rumah sakit, dan... semuanya lancar..."

Sofia tersenyum pahit, rasa nyeri di daerah pinggang tiba tiba kembali menjalar. Mata mulai berair bersamaan dengan kenangan buruk yang hinggap kembali dikepalanya.

"Ratu lahir... Ratu lahir dengan sehat tanpa kekurangan, mama masib bisa melihat bagaimana wajah gembira papa saat pertama menggendong Ratu."

Senyum manis menghias wajah ibu dua anak itu, dan saat Putri ingin ikut tersenyum, senyum tadi meleleh digantikan air mata yang turun berderai.

"Ternyata ada lagi... dirahim mama ada satu anak lagi, tapi mama udah ga sanggup, kelahiran pertama mama sudah cukup menguras tenaga."

Sofia berdiri menjauhi Putri, diusapnya air mata yang jatuh, lalu tatapannya bertemu dengan Putri kecil.

"Akhirnya mama operasi sesar, ngeluarin Putri..."  Suaranya tercekat ketika melihat air berjatuhan dari mata Putrinya, "Dan putri kecil lahir kedunia, dengan tangisan yang sangat pilu, badan yang sangat kecil..."

"Makanya Putri harus dirawat dirumah sakit selama lebih dari 6 bulan, sementara setelah ngeluarin Putri mama harus tidur panjang selama 2 minggu, meninggalkan papa sendiri mengurus Rat-"

Sofia membulatkan matanya saat tiba-tiba Putri berlari memeluknya erat, "jadi sayang, maafin papa kalau dia bersikap kaya gitu, papa cuma-"

"Maafin Putri, maafin Putri." Putri memotong kata-kata Sofia, badan gadis 5 tahun itu bergetar hebat, "Papa sama mama ga salah, Ratu juga ga salah, Putri yang salah ma!"

"Karena Putri mama harus tidur panjang, karena Putri papa sendirian dan jadi miskin, karena Putri Ratu jadi kurang perhatian!" Pelukkan gadis itu semakin erat, beriringan dengan isak tangisnya yang semakin kencang.

"Andai aja Putri ga ada, mama, papa dan Ratu pasti sekarang hidup bahagia kan? Kenapa Putri harus lahir ma??"

Sofia hanya diam, tidak satu katapun dikeluarkannya, dia hanya diam, tanpa membalas pelukan gadis kecilnya, dia hanya diam, dan andai dia tahu kebungkamannya hari itu akan mendatangkan penyesalan yang teramat dalam.

...

"Ratu?"

Ratu mengusap air matanya, ditatapnya Putri dengan dalam. Ada terlalu banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam dirinya, tapi tidak satu suara pun dapat keluar dari mulutnya.

Ia akhirnya memilih menarik adiknya, mendekap kembarannya itu dalam pelukan hangat, daripada mencerca Putri dengan 1001 pertanyaan, ia lebih memilih memberikan kenyaman pada adiknya itu, perlahan tangannya bergerak naik turun di punggung Putri.

Putri hanya tersenyum, dia memangkas cerita itu, dia tidak sanggup menceritakan bagaimana dirinya menangis meraung-raung sambil memeluk Sofia. "Gue udah gapapa ra..."

Putri menarik diri. Ia memegang pundak Ratu dan berkata "Jadi jangan pernah bilang mama sama papa orangtua yang jahat, karena sejujurnya mereka udah terlalu baik buat gue..."

"Terlalu baik?!" Ratu menaikkan alisnya bingung, "Jelas-jelas mereka uda-"

"Mama masih mau ngomong sama gue dan papa masih menuhin kewajibannya sebagai ayah, mungkin kalau gue di sepatu mereka, gue gabakal sesabar dan sebaik itu sama anak sialan kaya gue."

"SALAH LO APA SIH PUT?!" Ratu kehilangan kesabarannya "Bukan keinginan lo buat mama koma dan papa harus bangkrut, lagian semuanya udah baik-baik aja kan!! Bisnis papa udah kembali dan mama sehat-sehat aja tuh, terus kenapa sampai sekarang mereka kaya gitu sama lo??!"

"Ra-"

"Lo diem!" Putri menutup rapat mulutnya, tidak ada gunanya bicara pada Ratu saat dia sedang marah.

"Selama ini gue kira lo memang canggung sama papa, gue tau itu tapi ga sampai kaya gini. Gue kira sama kaya gue yang punya waktu bertiga sama mereka lo juga punya, tapi kenyataannya?"

"Lo selalu punya alasan kalau kita mau makan sekeluarga, lo selalu kekamar duluan kalau papa pulang, gue kira lo cuma canggung put..."

"Salah lo apasih, salahnya dimana sampai jadi kaya gini..."

Putri tersenyum lembut, "Salahnya ada di gue ra, gue salah karena udah lahir."
Putri berucap begitu pelan, lebih seperti bisikan, "Apa?"

"Engga ada..." Putri menggeleng kecil, "Biarin gue kabur ya, gue mau pergi dulu nanti gue balik."

"Lo mau kemana? Ini udah hampir malam Put!"

"Penginapan, gue masih punya uang jadi sementara gue bakal disitu, besok-besok juga gue bakal balik."

"Uang? Pakaian? Makanan?"

"Gue masih ada pegangan uang kok, selama ini gue nabung uang jajan, jadi aman kak, baju sama buku buku pelajaran, lo bawain kemari aja ya, gue tunggu disini..."

"Dasar manggil kakak kalau udah maunya aja." Ratu kembali mendekap Putri, "Gue ambilin dulu ya, jangan kemana mana."

....

ATAKORAKA [JAN 2022]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang