07

7.7K 809 44
                                    

Setelah beberapa drama yang dilakukan oleh Lan Xichen dan Lan Wangji. Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang. Sesuai janji Lan Xichen dan Jiang Cheng tidak langsung pulang kerumah melainkan mereka pergi ke salah satu pusat perbelanjaan terbesar di kota Caiyi. Jiang Cheng mengeluarkan catatan yang semalam sudah ia siapkan, itu adalah daftar kebutuhan mereka. Lan Xichen tentu saja fokus menyetir dan jalanan kebetulan cukup ramai, mungkin karena jam pulang kerja juga. Jadi waktu tempuh yang biasanya saja bisa 30 menit-1 jam. Mungkin ini akan lebih lama.

Lan Xichen mulai memutar lagu untuk mengisi kebosanan karena jalanan yang begitu padat. Ia mulai mengikuti arus melodi dengan bersenandung sambil memukul-mukul setir mengikuti alunan nada. Jiang Cheng menoleh menatap Lan Xichen yang masih asik bernyanyi lagu yang belakangan ini sangat populer di Gusu. Tunggu! Lan Xichen bisa bernyanyi? Dan suaranya bahkan lebih bagus dari penyanyi aslinya? Jiang Cheng bagaikan tersihir melihat pesona disampingnya.

“Kau bisa menyanyi?” Tanya Jiang Cheng sedikit meninggikan suaranya yang hampir kalah dengan lagu yang di putar Lan Xichen. Lan Xichen hanya mengangguk sambil terus bernyanyi.

“Sejak kapan?” Tentu saja Jiang Cheng penasaran. Sejak Lan Xichen melakukan PDKT dan menikah dengan Jiang Cheng, Jiang Cheng sama sekali belum pernah mendengar Lan Xichen bernyanyi. Lan Xichen terdiam dan nampak berpikir untuk menjawab.

“Hmm kurasa sudah dari kecil. Ibu dulu seorang pianist, jadi aku dan Wangji sedari kecil sudah peka terhadap suara dan nada.” Jelas Lan Xichen. Jiang Cheng rasanya ingin bertepuk tangan. Betapa hebatnya mertuanya itu. Coba lihat dirinya, ia tidak memiliki bakat khusus sehebat itu. Makanya sedari dulu ia selalu merasa kalah dengan Wei Wuxian yang memiliki sejuta bakat terpendam, namun sering disalah gunakan dan tidak dikembangkan. Sekalinya berkembang, Wei Wuxian memilih mengembangkan ilmu santet menyantetnya. Jika Wei Wuxian tidak malas dan salah jalur dalam mengembangkan bakatnya, mungkin sekarang ia sudah menjadi musisi hebat. Beruntunglah Wei Wuxian tidak berniat mengembangkan bakatnya. Jadi mereka bisa hidup melarat bersama.

“Apalagi yang bisa kau lakukan dan aku tidak tau?” Tanya Jiang Cheng mulai membuka ajang Lan Xichen’s got talent.

“Bermain alat musik?” Tanya Jiang Cheng lagi.

“Tentu saja aku bisa. Piano, biola, bass, gitar, celo. Terutama seruling, makanya dirumah ada serulingkan.” Jiang Cheng menganga dibuatnya. Jadi seruling yang berada dikamarnya itu bukan hanya pajangan? Itu bisa dimainkan?

“Ok.. sekarang aku bertanya. Apa yang tidak bisa kau lakukan?” Lan Xichen nampak berpikir cukup lama. Mencari sesuatu yang ia tidak bisa lakukan sungguh sulit.

“Ah ada.” Jiang Cheng tersenyum menatap Lan Xichen begitu antusias dan penasaran. Itu berarti Lan Xichen ini masihlah manusia yang memiliki kekurangan.

“Berhenti mencintaimu.” Hilang sudah keantusiasan Jiang Cheng. Jiang Cheng kembali bersandar di kursinya dan menatap keluar jendela. Namun, diam-diam ia tersenyum mendengarnya, jujur Lan Xichen masih bisa melihat pantulan Jiang Cheng yang sedang tersipu malu dari kaca.

“Lan Huan?” Panggil Jiang Cheng. Lan Xichen menoleh menatap wajah Jiang Cheng yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu dengan gugup.

“Ada apa?” Tanya Lan Xichen menunggu.

“Minggu depan..”

“Ah benar, aku lupa memberi tau mu. Minggu depan pembukaan Lan Hospital yang baru. Ahh aku benar-benar senang sekali, proyek itu selesai. Baik aku, Jin Zixuan dan Dage akhirnya bisa bernapas lega, kau taukan rumah sakit di Qishan teknologinya kurang tapi memiliki dokter-dokter yang sangat berkompeten. Sangat sayang jika kita tidak mengembangkan kemampuan mereka. Ini juga bisa menjadikan Tiongkok menjadi negara yang maju dalam bidang kesehatan.” Jiang Cheng mengangguk-angguk menatap wajah antusias sekaligus senang dari pria disampingnya.

“Jadi minggu depan kau akan ke Qishan?” Lan Xichen mengangguk sambil kembali melajukan mobilnya.

“Oh begitu.” Jawab Jiang Cheng dengan nada sedikit kecewa.

“Apa minggu depan sudah jadwalmu USG?” Tanya Lan Xichen memastikan, pasalnya Jiang Cheng sekarang sama sekali tidak mau menatapnya.

“Tidak.. Semangat, semoga berjalan lancar!” Jiang Cheng tersenyum tipis membuat kekhawatiran Lan Xichen berkurang. ‘Mungkin hanya perasaanku saja.’ Lan Xichen melajukan mobilnya memasuki area parkir pusat perbelanjaan dan memarkirkan mobilnya di tempat kosong. Ia segera melepas seat beltnya dan segera keluar menuju pintu lainnya. Ia membuka pintu mobil untuk Jiang Cheng dan membantu Jiang Cheng yang kesulitan melepas seat belt.

***
“Hah.. Lan Zhan mau sampai kapan kau seperti ini?” Keluh Wei Wuxian menatap kedua tangannya yang sedari tadi di genggam oleh Lan Wangji. Ok tidak masalah dengan Lan Wangji yang menggenggamnya, tapi tidak saat mereka sedang makan juga. Ayolah.. makanan mereka sudah datang 15 menit yang lalu, dan Wei Wuxian lapar. Tapi bagaimana mau makan jika tangannya di genggam oleh pria yang duduk di hadapannya ini.

“Wei Ying milikku.” Wei Wuxian mendengus sebal. Semenjak kejadian istrinya tersentuh oleh sosok buaya yang tidak lain adalah kakaknya, Lan Wangji menjadi sangat overprotectiv dengannya. Dari dalam mobil hingga sampai di restaurant pusat perbelanjaan, Lan Wangji tidak mau melepas tangan Wei Wuxian.

“AKU MAU MAKAN LAN ZHAN.” Kesal Wei Wuxian membuat perhatian Lan Wangji yang sedang menatap para pria yang diam-diam melirik istrinya kini beralih ke arah sosok manis dihadapannya. Lan Wangji meneguk salivanya melihat wajah cemberut Wei Wuxian yang kali ini sungguh menyeramkan. Apa mungkin jiwa istrinya bertukar dengan kakak iparnya? Atau kakak iparnya menularkan virus grummpy pada istri imutnya?

“Ok makan.” Lan Wangji akhirnya melepaskan genggaman tangannya. Dari pada nanti malam tidak dapat jatah.

15 menit Wei Wuxian melahap semua makanan yang mereka pesan. Wei Wuxian menghabiskan 5 porsi sendiri untuk dirinya dan Lan Wangji hanya memesan satu menu untuk dirinya.

“Ah aku kenyang. Emes kenyangkan sayang? Makanannya enakkan? Lain kali kita suruh papimu memasaknya ya.” Wei Wuxian mengusap-usap perutnya. Emes yang diajak ngobrol dengan aktifnya bergerak dan menendang membuat Wei Wuxian sedikit kegelian.

“Sudah selesai?” Tanya Lan Wangji dan dibalas senyuman manis oleh Wei Wuxian. Syukurlah jatah malamnya tidak terancam.

“Lan Zhan, Emes mau beli crape?” Lan Wangji mengangguk dan memesankan crape untuk buah hatinya. Apapun yang diminta Emes, Lan Wangji sebisa mungkin menurutinya. Bahkan permintaan aneh Emes sekalipun yang menyuruhnya mengasingkan beberapa pakaian dalam pamannya.

Wei Wuxian berjalan sambil asik menikmati crape strawberry di tangannya. Satu tangannya lagi memeluk lengan kekar nan kokoh Lan Wangji. Lan Wangji sesekali membersihkan remahan sisa crape di bibir Wei Wuxian dan mengelus sang buah hati yang terus aktif bergerak. Orang-orang yang berlalu lalang benar-benar tidak tahan dengan ke uwuan dua orang ini. Iri, dengki, menjadi satu dalam hati melihat kemesraan dua pasangan ini. Ada niatan ingin menikung sang suami tapi sadar diri jika mereka tidak bisa mengalahkan pesona sang istri.

“Lan Zhan.. Lan Zhan aku mau kesana.” Wei Wuxian menunjuk sebuah toko yang menjual berbagai macam aroma terapi dalam berbagai bentuk. Ketika mereka memasuki toko, indra penciuman mereka di terpa berbagai aroma yang sangat menenangkan.

“Selamat datang di toko kami.” Sambut para pelayan sangat ramah.

Wei Wuxian melepaskan gandengan tangannya dan mulai menjelajah menghirup sample-sample aroma. Lan Wangji terus mengikuti di belakang sambil stand by takut-takut terjadi sesuatu dengan Wei Wuxian.

“Selamat datang Nyonya, ini adalah produk baru kami. Ini adalah lilin aroma terapi dengan wangi yang sangat lembut dan menenangkan, sangat baik untuk menenangkan emosional saat hamil. Saya merekomendasikan aroma terbaru kami yaitu Jasmine dengan aroma yang mewah dan lembut.” Pelayan itu memberikan gelas yang berisikan lilin berwarna kuning pada Wei Wuxian. Wei Wuxian mengendusnya, kemudian menyuruh Lan Wangji mendekat. Lan Wangji mengenggam tangan Wei Wuxian dan mencium aroma lilin ditangannya.

“Wanginya benar-benar mewah kan Lan Zhan. Tidak ada nuansa kuburannya.” Lan Wangji mengangguk menyetujuinya.

“Aku mau ambil yang ini Jie. 1 saja.” Pelayan itu mengangguk.

“Kau suka?” Tanya Lan Wangji memastikan. Wei Wuxian mengangguk, pasalnya harga lilinnya cukup mahal, jadi ia cukup membeli satu. Wei Wuxian berencana jika lilinnya mencair ia akan mencetak ulang lilin tersebut berulang kali.

“Persedian lilin yang beraroma Jasmine kami beli semua.” Ucap Lan Wangji membuat pelayan tersebut sedikit kaget.

“Ah yang lavender juga.” Lan Wangji memberikan lilin berwarna ungu pada pelayan tersebut. Yap lilin tersebut akan ia hadiahkan untuk kakak iparnya. Alasannya bukan semata-mata untuk menenangkan Jiang Cheng, tapi ini juga baik untuk mengembalikan mental sehat kakaknya. Bahkan jika toko ini menjual minyak tanah beraroma lavender Lan Wangji tidak akan pikir panjang untuk membakar kakaknya. Hufttt.. Tenanglah Lan Wangji.

“Lan Zhan kenapa memesan banyak sekali. Kita tidak mau ngepet kan?” Lan Wangji hanya mengeryit dan menggeleng, kemudian ia mendorong Wei Wuxian menuju kasir untuk melakukan transaksi.

***
“Apa kau lelah?” Tanya Lan Xichen menatap Jiang Cheng yang terus memeluk lengannya. Jiang Cheng menggeleng. Lan Xichen membungkuk, mensejajarkan wajahnya dengan perut Jiang Cheng.

“Kalo Embul lelah bilang papa ya. Apa Embul mau jajan? Mau papa belikan minuman hangat?” Lan Xichen terus mengajak bicara Embul yang terus menendang. Lan Xichen menegakkan tubuhnya dan menatap Jiang Cheng. Lan Xichen merapikan jaket yang dikenakan Jiang Cheng dan juga topi kupluk agar semakin nyaman di pakai.

“Jika butuh sesuatu katakan saja.” Jiang Cheng yang mendengar itu segera memukul-mukul lengan Lan Xichen dan menunjuk toko perlengkapan rumah tangga di belakang Lan Xichen. Lan Xichen melihat kebelakang dan mendengus ketika melihat papan bertuliskan diskon 30%.

“Ayo kita lihat.” Jiang Cheng menarik tangan Lan Xichen masuk kedalam. Disana mereka disajikan berbagai kebutuhan rumah tangga mulai dari kulkas, mesin cuci, kasur dll. Jiang Cheng mendekat ke arah deretan kulkas super besar nan antik yang kebetulan sedang diskon.

“Wah besarnya, bisa menaruh mayat Wei Wuxian nih.” Gimana? Gimana? Sepertinya pendengaran Lan Xichen agak sedikit bermasalah mendengar gumaman Jiang Cheng.

“Wah Lan Huan, kasurnya besar sekali.” Lan Xichen menoleh kesana kemari mencari keberadaan Jiang Cheng yang sudah berpindah ke bagian kasur. Sejak kapan pergerakkan Jiang Cheng secepat itu.

“Lihatlah Lan Huan, ini sangat empuk. Disini ditulis kasur khusus anak-anak. Tapi terlalu besar untuk embul.” Ucap Jiang Cheng sambil berkeliling memperhatikan desain ranjang dan kasur anak dihadapannya.

“Yasudah beli saja.” Celetuk Lan Xichen dengan muka polosnya. Kenapa harus repot, kalo suka tinggal beli kan?

“Bagaimana bisa, ini terlalu besar untuk embul. Ini bahkan bisa ditiduri 5 orang anak.” Memang betul yang dikatakan Jiang Cheng, kasurnya terlalu besar untuk Embul seorang. Bahkan jika Embul sudah besar kasur ini masih bisa buat tidur 3 orang.

“Yasudah beli saja dulu, nanti malam kita buat 4 anak lagi.” Dengan cepat dan mulusnya tangan Jiang Cheng melesat cepat menjitak kepala Lan Xichen.

“Kau saja yang mengandung.” Kesal Jiang Cheng meninggalkan Lan Xichen. Satu saja belum keluar, berani-beraninya menyuruhnya untuk mengandung 4 lagi.

‘Dasar monster anaconda, malaikat libido, mesum gila.’ Umpat Jiang Cheng dalam hati.

****
“Selamat datang di toko kami.” Sambut para pelayan pada Lan Wangji dan Wei Wuxian. Kali ini mereka berencana untuk pergi ke toko perlengkapan bayi, mereka ingin menyicil untuk mendekor kamar Emes sekalian lihat-lihat jika ada sesuatu yang dibutuhkan.

“Wah tampannya.”
“Suaminya tamapan sekali.”
“Aku setuju, tuhan berikana ku satu yang seperti itu.”

“Wah wah wah sepertinya suamiku ini sangat populer dikalangan ibu-ibu sekarang.” Ledek Wei Wuxian melirik Lan Wangji. Lan Wangji sama sekali tidak peduli, melirikpun Lan Wangji enggan. Fokusnya hanya satu yaitu Wei Wuxian. Tidak ada yang bisa membuatnya mengalihkan pandangannya jika bukan seorang Wei Wuxian.

“Sayangnya suamiku sangat mencintai ku. Iyakan Lan Zhan?” Sungguh malang, harapan mereka akan tetap menjadi harapan. Cinta Lan Wangji hanya untuk Wei Wuxian seorang.

“Hm” Lan Wangji mengiyakannya. Wei Wuxian melihat pakaian-pakaian dengan model-model yang sangat menggemaskan. Mulai dari pakaian khusus bayi sampai balita ada semua disini. Wei Wuxian mengambil satu pakaian balita umur 3 tahun, ia berdecak kagum. Bagaimana bisa pakaian untuk bayi dan balita semewah ini.

“Bagaimana aku memilih jika pakaiannya seimut ini.” Wei Wuxian melihat label harga dibaju tersebut. Seketika matanya membelalak dan buru-buru mengembalikan lagi pakaiannya ke tempat semula. Sungguh jantungnya hampir saja mencelos melihat harga yang tertera. Bagaimana mungkin kemeja polos seperti ini seharga 300 Yuan. 300 Yuan bagi Wei Wuxian itu bisa membeli satu kaos, dan satu celana. Kalo diskon ia bahkan bisa membel jaket dan sepatu. Ini hanya kemeja seukuran telapak tangannya seharga 300 Yuan?

“Ada apa?” Tanya Lan Wangji yang menyadari wajah pucat Wei Wuxian.

“Perutmu sakit?” Wei Wuxian menggeleng kaku. Ia menatap Lan Wangji dengan tatapan kosong dan bingung.

“Bagaimana bisa harganya 3x lipat harga pakaianku? Apa disini tidak ada diskon?” Sungguh jika ia mengetahui harga pakaian untuk anak-anak semahal ini, lebih baik ia membeli bahan dan menjahitnya. Ia akan kursus pada Jin Guangyao untuk membuat baju-baju bayi dan merayunya untuk memberi harga diskon kursusnya.

“Kemari.” Lan Wangji menarik tangan Wei Wuxian keluar dari toko.

“Ini semua tidak seberapa dibandingkan toko sebelah.” Jelas Lan Wangji. Toko sebelah? Memang sih disebelah ada toko pakaian anak-anak. Dengar-dengar toko disebelah memang sudah sangat terkenal, tapi baru pertama kali mereka mendesain pakaian khusus bayi dan balita. Walaupun ini pertama kalinya, toko itu benar-benar mendapat respon positif pecinta fashion. Mulai dari desain yang simple tapi sangat menawan, sampai pemilihan bahan yang sangat selektif sehingga tidak menimbulkan iritasi pada kulit bayi. Lan Wangji menarik Wei Wuxian untuk melihat toko sebelah yang lebih sepi. Malas Lan Wangji diliatin ibu-ibu.

“Pilih dan jangan lihat harganya.” Lan Wangji menyuruh Wei Wuxian memilih. Toko ini jauh lebih sepi dari toko sebelumnya. Pakaian disini juga tidak kalah imutnya, dan bahannya benar-benar menakjubkan. Wei Wuxian meraba bahan pakaian tersebut dan betapa lembut dan nyamannya pakaian ini. Jika Wei Wuxian punya pakaian berbahan seperti ini, ia rela tidak melepasnya dan tidak akan pernah mengganti pakaiannya.

Tapi namanya juga Wei Wuxian, kalo dilarang ya tambah penasaran lah dia. Ia melirik Lan Wangji yang entah sudah pergi kemana. Wei Wuxian membuka label harga di pakaian itu dan dengan gemetar ia mengembalikan pakaian di tangannya ke tempat semula. Lan Zhan ia butuh Lan Zhan sekarang.

“Nyonya, ada yang perlu saya bantu?” Tanya salah satu pelayan tersebut yang menghampiri Wei Wuxian. Wei Wuxian menatap wajah sang pelayan dengan wajah pucatnya.

“Harganya” Wei Wuxian meneguk salivanya susah payah.

“Kebetulan kami sedang ada diskon 80% untuk pakaian bayi.” Mendengar kata diskon yang sebesar itu, wajah Wei Wuxian kembali bersinar. Bahkan wajah dan senyumnya bisa bersaing dengan teriknya matahari.

“Benarkah?” Pelayan itu mengangguk, tak lama Lan Wangji datang menghampiri mereka.

“Lan Zhan dengar, toko ini diskon 80%.” Ucap Wei Wuxian tersenyum sangat lebar. Lan Wangji tersenyum kecil dan mengelus puncak kepala Wei Wuxian yang sedang memilih beberapa pakaian bayi.

“Kerja bagus.” Bisik Lan Wangji pada pelayan itu. Pelayan itu tersenyum dan segera pergi meninggalkan Wei Wuxian yang sedang asik memilih. Jujur pakaian dengan harga normal pun bagi Lan Wangji tidak seberapa. Karena dibandingkan dengan harga-harga ini, pakaian Lan Wangji dan Lan Xichen semuanya di buat oleh desainer khusus. Sedari mereka bayi sampai sekarang, mereka tidak pernah membeli pakaian di sembarang toko. Lan Wangji suka dengan toko ini karena kulitas produknya sangat bagus dan harganya murah (hanya untuk dompet Lan Wangji).

“Lan Zhan yang ini bagus.” Wei Wuxian menunjuk salah satu baju berwarna merah di dalam etalase kaca yang sudah di keluarkan.

“Ah ada yang warna kuning juga. Ku rasa ini cocok untuk Yanli Jie. Sudah lama aku tidak bertemu denan Jiejie.”

“Kita tidak tau anaknya Jin Zixuan perempuan atau laki-laki.” Ah benar juga, Jiang Yanli belum memberi tau jenis kelamin anaknya.

“Aku tidak peduli dengan anaknya si merak, tapi aku peduli dengan anaknya Jiejie. Sekalian kita beli buat A-Cheng ya, biar kembar 3.” Wei Wuxian tersenyum dan kembali melihat sekelilingnya. Awalnya ingin menyicil jadi cukup banyak ia membeli pakaian untuk Emes. Bukan Wei Wuxian kalap, melainkan Lan Wangji yang tidak tahan dengan keimutan pakaian dan barang lainnya. Ia selalu membayangkan betapa menggemaskannya Emes ketika memakainya.

“Wah orang yang memiliki toko ini pasti sangat kaya.” Celetuk Wei Wuxian melihat-lihat harga normal di label harga tersebut. 10 baju saja yang terjual dengan harga normal, mungkin bisa membeli 1 mobil. Walaupun didiskon 80% saja ini masih sangat mahal. Tapi kapan lagi pakaian ini akan diskon 80%?

“Dia memang kaya.” Celetuk Lan Wangji yang ikutan memilih pakaian untuk Emes. Sungguh Lan Wangji rasanya ingin sekali memborong pakaian disini. Ini terlalu imut.

“Kau mengenalnnya Lan Zhan?” Tanya Wei Wuxian.

“Hm. Kau juga mengenalnya.” Wei Wuxian mengernyit menatap Lan Wangji disampingnya.

“Jangan bilang-“

“Jin Guangyao.” Seketika lutut Wei Wuxian lemas dibuatnya.

***
Jiang Cheng memasuki salah satu toko yang cukup besar. Toko khusus pakaian yang menjual pakaian dari berbagai usia. Jiang Cheng berjalan menuju lantai dua toko, matanya menatap deretan anak tangga dihadapannya. Belum apa-apa Jiang Cheng sudah merasa sangat lelah. Ia menengok kebelakang, tapi matanya tidak menemukan sosok Lan Xichen. Ahh masa Lan Xichen nyasar. Jiang Cheng keluar dari toko mencari sosok suami tak bertanggung jawabnya. Matanya memicing tajam ketika melihat seorang bapak-bapak yang sedang di kerumuni beberapa gadis-gadis muda.

“Maaf sudah menabrakmu.” Lan Xichen sedikit menunduk meminta maaf karena menabrak seorang gadis. Ia sangat terburu-buru menyusul Jiang Cheng. Entah kenapa mall sangat ramai, mereka mempersilahkan Jiang Cheng jalan tanpa hambatan sedikitpun. Tapi giliran Lan Xichen ingin ikut menerobos, ia malah diomelin dan alhasil ia tertinggal jauh dari Jiang Cheng.

“Tidak apa ge. Ge jika kau ingin meminta maaf kau bisa memberikan nomor telponmu padaku, atau kita bisa berkencan.” Goda salah satu remaja yang tadi ia tabrak. Teman-teman gadis itu pun mengangguk dan membela gadis itu.

“Maaf aku harus menyusul istriku.” Lan Xichen yang hendak pergi langsung dikepung oleh beberapa gadis.

“Aiyoo menolaknya halus sekali, mana mungkin gege sudah menikah. Terlalu muda untuk gege menikah.” Jiang Cheng yang mendengarnya ingin sekali tertawa. Terlalu muda? Umur Lan Xichen itu hampir menginjak 30 tahun. Jiang Cheng mendengus, ini terlalu menyebalkan.

“Sayang!” Panggil Jiang Cheng ke arah Lan Xichen. Lan Xichen tersenyum dan merasa terselamatkan. Gadis-gadis itu menoleh menatap Jiang Cheng.

“Siapa orang gendut itu.” Celetuk salah satu gadis menunjuk ke arah Jiang Cheng. Jgerr... apa barusan Jiang Cheng dipanggil dengan sebutan gendut?

“ Masih muda tapi tidak bisa merawat diri. Penuh dengan tumpukan lemak, menjijikan.” Sungguh Jiang Cheng ingin sekali memakan manusia bermulut kotor ini.

“Nona!” Seru Lan Xichen menatap kerumunan gadis itu dengan date glare.

“Asal anda tau, dia adalah istriku dan dia sudah berjuang keras. Menurutku dia jauh lebih cantik dari siapapun. Dia mengorbankan tubuh rampingnya untuk mengandung anakku. Apa itu masih menjijikan? Berani kalian menghina istri dan anakku, aku juga bisa menghancurkan masa depan kalian.” Lan Xichen segera pergi menarik Jiang Cheng, membuat para gadis itu tertegun dibuatnya.

“Lan Huan.. Hoy Lan Huan.” Jiang Cheng menggenggam tangan Lan Xichen yang terus menyeretnya.

“Ada apa denganmu?” Tanya Jiang Cheng menatap wajah Lan Xichen.

“Aku kesal. Berani-beraninya mereka menghina bidadariku. Apa bagusnya tubuh ramping, aku tidak peduli. Asal mereka sehat dan bahagia apa salahnya memiliki tubuh ramping atau tidak. Satu lagi, Embul bukan lemak menjijikan. Berani-beraninya menghina calon penerus keluarga Lan. Iyakan sayangku, Embul pasti kesal.” Lan Xichen mengelus-elus perut Jiang Cheng. Jiang Cheng tertawa dibuatnya. Lan Xichen mengeryit bingung melihat Jiang Cheng yang tertawa terbahak-bahak.

“Kenapa kau begitu marah. Mereka menghinaku dan bukan dirimu. Kau bahkan diajar kencan buta oleh anak remaja. Benar kata adikmu ‘dasar buaya’.” Jiang Cheng kembali masuk ke dalam toko sambil tertawa.

“A-Yin~ aku bukan buaya.” Rengek Lan Xichen menyusul Jiang Cheng.

“Pakaian hamil dilantai dua, tapi tidak ada lift.” Jiang Cheng menunjuk deretan anak tangga dihadapannya. Lan Xichen mengerti, ia hanya mengangguk dan dengan cepat menggendong Jiang Cheng menaiki anak tangga satu persatu. Menurutnya Jiang Cheng sama sekali tidak berat, bahkan ia bisa naik turun tangga 10x dengan menggendong Jiang Cheng.

Sesampainya dilantai dua, Lan Xichen menurunkan Jiang Cheng dari gendongannya dan mulai memilih baju-baju khusus ibu hamil.

“Yang ini bagaimana?” Jiang Cheng memperlihatkan satu pakaian pada Lan Xichen.

“Tidak suka dengan karet dibagian pinggangnya.” Jiang Cheng hanya mengangguk dan memilih pakaian lainnya.

“Yang ini lebih bagus yang biru atau ungu?” Lan Xichen memperhatikan kedua baju dengan model yang sama.

“Keduanya bagus.” Jiang Cheng berdecak sebal.

“Salah satu, pilih cepat.” Desak Jiang Cheng.

“Biru.” Jiang Cheng memperhatikan pakaian berwarna biru.

“Kurasa ungu jauh lebih baik. Aku pilih ungun saja.” Jiang Cheng memasukkan pakaiannya kedalam tas yang sudah disediakan. Lan Xichen hanya mengangguk, lalu untuk apa Jiang Cheng bertanya jika sudah memilih.

“A-Yin aku mau kesana sebentar.” Lan Xichen menunjuk sudut lain dari toko. Jiang Cheng hanya mengangguk dan kembali memilih baju.

Lan Xichen melihat-lihat isi toko. Pakaian ibu hamil, ibu menyusui beberapa perlengkapan bayi mulai dari alat makan, sepatu, popok, pakaian dan lain sebagainya. Lan Xichen begitu excited, ini pertama kalinya Lan Xichen masuk kedalam toko seperti ini.

“Hm?!” Lan Xichen menatap sesuatu yang menarik perhatiannya. Itu adalah sepasang sepatu bayi berwarna biru dengan gambar kucing di bagian depannya. Lan Xichen mengambilnya dan membandingkannya dengan kakinya sendiri lalu tersenyum.

“Kecil sekali.” Kekeh Lan Xichen tanpa sadar. Lan Xichen memanggil salah satu pelayan di sekitarnya dan memberikan sepatu tersebut.

“Tolong bungkus ini.” Pelayan itu mengangguk dan membawa sepatu tersebut.

Setelah berkeliling, Lan Xichen menunggu didepan ruang ganti. Lebih tepatnya menunggu Jiang Cheng mencoba semua pakaiannya. Tidak perlu menunggu lama, Jiang Cheng keluar dengan membawa tas yang berisikan semua pakaian.

“Sudah?” Tanya Lan Xichen. Jiang Cheng mengangguk, dengan cepat Lan Xichen membawa tas berisi semua pakaian Jiang Cheng menuju kasir. Pakaian-pakaian itu dikeluarkan oleh pelayan kasir. Tapi sebelum di scan Jiang Cheng menanyakan satu pertanyaan.

“Ini semua ada diskon kan?” Tanya Jiang Cheng. Kasir itu bingung. Memang mereka menulis kata diskon di lantai bawah, tapi itu diskon untuk kaos dan bukan baju ibu hamil. Kasir itu beralih menatap Lan Xichen yang menyuruhnya mengangguk. Kasir itu mengangguk sesuai perintah, membuat Jiang Cheng tersenyum senang.

“Sayang kau tidak mau litah pakaian dalam?” Lan Xichen menunjuk tempat khusus pakaian dalam. Ini salah satu pengalihan untuk Jiang Cheng, Jiang Cheng mengangguk dan berjalan menuju sisi pakaian dalam.

“Cepat di scan.” Perintah Lan Xichen pada kasir tersebut.

“Tapi tuan, ini tidak ada diskon.” Lan Xichen mengangguk dan mengeluarkan black cardnya membuat kasir itu dengan sigap menscan semua pakaian dan sepatu yang dibeli Lan Xichen lalu menggesekkan kartu black card Lan Xichen.

“Huan, tidak ada ukuran yang pas.” Jiang Cheng tiba-tiba saja sudah berada dibelakang Lan Xichen yang membuat Lan Xichen terjengat kaget dan segera merebut black cardnya dari pelayan kasir.

“Tidak ada ukuran XL. Mana muat denganmu.” Celetuk Jiang Cheng sekali lagi. Lan Xichen hanya tersenyum canggung mendengarnya.

“Ok, yuk pergi makan.” Lan Xichen mendorong Jiang Cheng, tidak lupa ia membuang struk belanjaan mereka.

“Memang sudah dibayar?” Tanya Jiang Cheng sekali lagi, Lan Xichen hanya mengangguk.

***
“Lan Zhan apa kau tidak berat?” Tanya Wei Wuxian yang berada di gendongan Lan Wangji. Wei Wuxian benar-benar sangat lelah, kakinya sakit karena sedari tadi mereka berjalan dan sesekali Wei Wuxian melompat-lompat senang ketika berhasil mendapatkan diskon. Terkutuklah diskon di peralatan rumah tangga, Wei Wuxian jadi ikut berburu panci diskon disana.

“Tidak.” Ucap Lan Wangji. Wei Wuxian hanya tersenyum dan sangat bersyukur mendapatkan Lan Wangji yang hampir tidak pernah mengeluh pada tindakan konyolnya dan selalu memperhatikannya. Lihat saja, padahal Lan Wangji membawa banyak sekali kantung belanjaan di tangan kanannya, tapi ia bisa menggendong Wei Wuxian dan Emes dengan satu tangan.

“Ada yang mau dibeli lagi?” Tanya Lan Wangji kepada Wei Wuxian.

“Tidak, waktunya pulang dan memanjakan bayi besarku ini.” Wei Wuxian mengecup pipi Lan Wangji yang berhasil membuat kedua telinga Lan Wangji merah dibuatnya. Dengan hati yang berbunga-bunga Lan Wangji berjalan lebih cepat ke area parkir, kemudian memasukkan semua barangnya kedalam mobil dan mengemudi secepat yang mereka bisa.

***
“A-Yin kau yakin memesan menu ini?” Tanya Lan Xichen menatap berbagai macam menu dihadapannya. Apalagi jika bukan AYAM.

“Tentu saja. Kenapa? Tidak suka?!” Lan Xichen menggeleng. Ia tidak mau mengulangi kejadian menyeramkan hanya karena ulah ayam. Mereka mulai menyantap menu makanan dengan tenang, hanya tersengar dentingan antara sendok, garpu dan sumpit.

“Pelan-pelan.” Lan Xichen memperingati Jiang Cheng yang memakan ayam bagaikan dikejar satpol PP. Takut-takut Jiang Cheng tersedak tulang ayam kan bahaya. Lan Xichen sendiri sudah selesai makan, ia memesan steak sedangkan Jiang Cheng memesan 5 ekor ayam dan dilahap seorang diri.

“Ini.” Lan Xichen menyodorkan jus blueberry sebagai akhir dari sesi makan Jiang Cheng.

“Sudah kenyang?” Tanya Lan Xichen, Jiang Cheng hanya mengangguk.

“Pulang?” Jiang Cheng mengangguk, dirinya memang sudah lelah.

“Aku ke toilet dulu.” Ucap Jiang Cheng dan mendapati anggukan. Selagi menunggu Jiang Cheng, Lan Xichen berencana untuk main game diponselnya. Namun sangat disayangkan, kesempatan bermain game hilang karena sekaran Lan Wangji menelponnya. Lan Xichen beranjak dari kursinya mencari tempat yang tidak begitu ramai untuk menerima panggilan.

***
Setelah menyelesaikan ritual kecilnya di toilet, Jiang Cheng keluar menuju wastafel untuk cuci tangan. Jiang Cheng menatap pantulan dirinya dikaca.

“Aku memang selalu tampan.” Celetuknya pada diri sendiri. Ia bergeser sedikit ke alat pengering tangan. Ok selesai. Jiang Cheng ingin berjalan keluar dan dugg..

Seorang anak laki-laki tidak sengaja menabrak perut Jiang Cheng hingga jatuh terduduk. Lebih parahnya anak itu tidak sengaja menumpahkan minumannya hingga membasahi kaos dan celana Jiang Cheng. Ia tidak mengenakan jaket karena sedang di dalam restaurant, alhasil dari bagian perut kebawah basah semua karena terguyur. Anak laki-laki itu sudah berkaca-kaca karena takut di marahi. Jiang Cheng sedikit membungkuk dan mengulurkan tangannya membantu anak itu berdiri.

“Sudah tidak apa-apa, kau tidak sengaja kan. Jangan menangis, anak laki-laki tidak boleh cengeng.”Jiang Cheng mengusap kepala dan air mata yang sempat jatuh dari sudut mata anak itu.

“Maaf.” Ucap anak itu merasa bersalah. Jiang Cheng tersenyum manis dan mengatakan tidak apa-apa. Anak itu mengangguk dan meminta izin untuk pergi ketoilet pada Jiang Cheng, Jiang Cheng mengangguk. Setelah anak itu pergi Jiang Cheng menghela napas dan mengusap perutnya yang sedikit sakit karena tabrakan barusan.

“Embul tidak apa-apa kan?” Tanya Jiang Cheng pada anaknya. Jiang Cheng meneluarkan saputangan untuk mengelap pakaiannya.

Krenceng...

Jiang Cheng sekali lagi menghela napas, beberapa uang logamnya menggelinding ke bawah wastafel ketika ia mengeluarkan saputangannya barusan. Jiang Cheng berjongkok, satu tangannya memgangi perutnya yang sedikit nyeri dan satu lagi memegang ujung wastafel untuk menahan bobot tubuhnya.

“Kau lihat pria tampan didepan sana jeng?” Bisik salah satu wanita berumur sekitar 50 tahunan.
“Rasanya ingin sekali kujodohkan dengan putriku.” Kikik wanita paruh baya satunya.
“Jangankan putriku, aku sendiri mau jika aku masih muda.” Kedua wanita paruh baya itu terus berjalan sambil bergandengan menuju toilet.

“Ukh!”

“ASTAGANAGA!” Kedua wanita paruh baya itu kaget bukan main ketika melihat Jiang Cheng yang kesulitan mengambil koin di bawah wastafel.

“Nak, kau baik-baik saja?” Kedua wanita paruh baya itu segera mendekati Jiang Cheng yang memegangi perutnya.

“Astaga jeng dia akan melahirkan!” Panik salah satunya.

“Tidak, bukan-“ Jiang Cheng berusaha menjelaskan tapi tak di dengar.

“Ya dewa, apa ini anak pertamamu?” Tanya wanita paruh baya yang satunya lagi. Jiang Cheng menggeleng.

“Bukan anak pertama? Jadi anak kedua?” Kaget yang satunya membantu Jiang Cheng bangun.

“Bukan-“ Jiang Cheng masih berusaha menjelaskan.

“Bukan anak pertama dan kedua. Itu berarti akan semakin cepat waktu melahirkannya kan?!” Dengan segera kedua wanita paruh baya itu membopong Jiang Cheng.

“Awas.. awas.. ada yang mau melahirkan.” Jiang Cheng hanya bisa pasrah sambil menggeleng.

Lan Xichen yang baru saja selesai bertelponan dengan rentenir yang tidak salah lagi adalah adiknya yang menagih utang begitu kaget ketika masuk kembali kedalam restaurant dan melihat Jiang Cheng yang di bopong oleh dua wanita paruh baya yang begitu panik. Lan Xichen mendekati mereka tidak kalah kagetnya.

“Ada apa dengan istri saya?” Tanya Lan Xichen panik yang melihat Jiang Cheng terus menggeleng.

“Kau suaminya? Baguslah, cepat bawa istrimu. Dia akan melahirkan.” Ucap kedua wanita itu.

“APA?!” Lan Xichen melihat celana dan perut Jiang Cheng yang basah.

‘Air ketubannya pecah? Anakku akan keluar?’ Lan Xichen ikutan panik.

“Lan Huan buk-“

“Rumah sakit. Rumah sakit.” Lan Xichen dengan cepat langsung menggendong Jiang Cheng dan berlari keluar menuju parkiran. Untungnya rumah sakit berada dua gedung dari mall ini.

“Embul sabar sayang.” Sesampainya di parkiran Lan Xichen segera memasukkan Jiang Cheng kedalam mobil dan memasang seat belt kemudian menutup pintu dengan kasar.

“Akh!!” Teriak Jiang Cheng membuat Lan Xichen makin panik ketika melihat Jiang Cheng menangis dengan menggenggam tangannya. Bagaikan orang kesetanan Lan Xichen segera mengemudi menuju rumah sakit. Hanya membutuhkan 2 menit menuju rumah sakit, Lan Xichen turun dan segera menggendong Jiang Cheng masuk kedalam rumah sakit.

“Sus, dok, istri saya akan melahirkan.” Dengan cepat para perawat menyuruh Lan Xichen membawa Jiang Cheng keruang bersalin.

“Lan Huan tung-“

“Bertahanlah sayang.” Lan Xichen membaringkan Jiang Cheng diatas kasur dan dalam waktu singkat beberapa perawat dan dokter datang bersamaan.

“Sudah berapa lama?” Tanya dokter.

“5 menit.” Jawab Lan Xichen. Jiang Cheng benar-benar kesal.

“DENGARKAN AKU SIALAN!” Teriak Jiang Cheng frustasi karena tidak didengar sedari tadi. Mendengar teriakan Jiang Cheng membuat seisi ruangan hening seketika.

“INI BUKAN AIR KETUBAN, INI COLA YANG TIDAK SENGAJA TUMPAH. BELUM WAKTUNYA AKU MELAHIRKAN LAN HUAN BRENGSEK!” Jiang Cheng mengatur deru napasnya dan mencoba menenangkan diri dengan ajaran yang diberikan Bo Laoshi. Tanpa ba bi bu Jiang Cheng segera turun dari kasur dan berjalan keluar dengan menghentak-hentakkan kakinya. Ia lebih mengkhawatirkan uang koin yang bilang di bawah wastafel.

“Sayang.” Panggil Lan Xichen mengejar Jiang Cheng.

“Jangan ikuti aku, aku mau pulang.” Kesal Jiang Cheng. Lan Xichen terdiam menatap kepergian Jiang Cheng. Hilang sudah jatah malamnya selama seminggu.

“Kenapa kau diam saja? Tidak mau pulang?!” Bentak Jiang Cheng dari kejauhan. Lan Xichen tersenyum dan berlari menuju Jiang Cheng. Mungkin tidak hilang jatah malamnya. Ia akan merayu Jiang Cheng agar memaafkannya.

“Kenapa tadi kau berteriak didalam mobil. Aku semakin panik.” Lan Xichen bergelayut manja di lengan Jiang Cheng sambil berjalan menuju halaman depan rumah sakit.

“Tanganku kejepit.” Jiang Cheng menunjukan jari tengahnya yang sedikit memar.

“Apa? Ayo kita kembali kedalam.” Sebelum Lan Xichen menarik Jiang Cheng, Jiang Cheng lebih dulu menyeret Lan Xichen keluar dari rumah sakit. Jiang Cheng benar-benar lelah hari ini.

My Unique FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang