EPIPHANY - 5. Sorry

96 10 4
                                    

Pagi hari ini berjalan seperti biasa, Jihoon terbangun dengan keadaan apartemen yang kosong, hanya seporsi menu sarapan yang terhidang di atas meja makan.
Laki-laki itu melirik jam yang tergantung di dinding, 7.23

Hari ini Arin berangkat lebih pagi.

Iya, selama seminggu ini laki-laki itu tinggal di apartemen Arin, dan 3 hari lalu orang tua Arin pulang ke Korea, meninggalkan Jihoon dan Arin di apartemen berdua.

Selama seminggu itu juga Arin seakan menghiraukan kehadiran Jihoon. Gadis itu masih bersikap seperti menghindarinya.
Arin akan tiba-tiba masuk ke kamar jika Jihoon keluar dari kamarnya, atau dia akan membatalkan niatnya keluar kamar jika Jihoon berada di luar.

Hal itu diperparah dengan kepergian orang tuanya ke Korea, membuat Arin semakin jelas menghindari berpapasan dengan Jihoon meskipun mereka tinggal di apartemen yang sama.

Gadis itu akan pergi pagi-pagi sekali, dan pulang larut di saat Jihoon sudah mulai terlelap.

Jihoon mendengus menatap seporsi menu sarapan di meja makan itu, sebelum mendudukkan dirinya di sana, dan menikmati sarapan paginya yang sudah disiapkan oleh istrinya itu.

Ups.... Istri? Bolehkah Jihoon menyebutnya seperti itu? Bagaimana pun, Arin masih istrinya kan? Istri sah nya, di mata Tuhan.

-----------

Arin tahu ini masih terlalu pagi untuk berkunjung ke perpustakaan nasional, buktinya tempat itu masih sepi pengunjung, hanya dirinya dan beberapa orang di sana yang datang ke perpustakaan pagi-pagi.
Arin mengedarkan pandangannya ke seluruh buku yang tersusun rapi bak dinding di sana, mencari buku mana yang sekiranya menarik minat nya.

Arin sebenarnya tidak memiliki tujuan khusus seperti mengerjakan tugas atau paper dari profesornya karena ini hari libur. Gadis itu hanya ingin menghindari seseorang lagi, untuk kesekian kali.

Sejak kedua orang tuanya berangkat ke Korea dua hari yang lalu, Arin selalu pergi entah kemana pun hanya untuk menghindari Jihoon. Entahlah, ia hanya merasa canggung harus berada di tempat yang sama dengan Jihoon.

Tak lama ponsel Arin berdering, menampilkan nama kontak Metawin di layar. "Halo?" sapa Arin.

"Halo. Rin, kau sibuk?" tanya Metawin to the point.

Arin tampak berpikir sebentar. Ia tidak sibuk sebenarnya. "Tidak juga. Ada apa? Tumben menelpon sepagi ini."

"Aku ingin mengajakmu ke toko buku, kau bilang minggu lalu ingin mencari buku juga."

"Ide bagus. Aku ikut. Kapan?"

"Hari ini. Kau bisa?"

"Hm. Kebetulan aku sedang di luar."

Metawin mengernyit. "Sepagi ini? Kau di mana?"

"Perpustakaan."

"Good. Aku ke sana, sekalian kita cari sarapan, bagaimana?"

"Oke. Cepat ya, aku lapar."

Metawin terkekeh, gadis itu persis seperti dirinya, makan adalah hal yang utama. Bagus, Metawin juga harus tahu keadaan gadis itu. Terakhir laki-laki itu menelpon Arin adalah malam di mana Arin mengatakan "he is here". Metawin tentu paham, Arin sedang tidak baik-baik saja dengan kehadiran laki-laki itu.

Sedangkan di tempat lain, Jihoon tengah menyandarkan badannya di sofa yang ada di ruang tengah apartemen Arin. Menengadah menatap langit-langit apartemen

Bosan. Tak ada sesuatu yang bisa ia kerjakan, hendak menelpon Jinyoung, laki-laki pasti tengah kuliah.

Namun setelah itu acara bermalas-malasannya harus diganggu dengan bunyi nyaring ringtone ponselnya.

EPIPHANY - Park Jihoon/Choi Arin/Win MetawinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang