EPIPHANY - 9. Decision

80 8 3
                                    

Musim panas sudah di ujung tanduk. Angin musim gugur sedikit demi sedikit berhembus, dedaunan di pohon lambat laun menguning, sebelum akhirnya berguguran.

Jarum jam menunjukkan pukul 8.11, saat ini Arin tengah menunggu latte machiato di sebuah kedai kopi di sekitar Celetna, dekat kampusnya.

Tak lama, seorang barista mengumumkan pesanan Arin, dan gadis itu segera beranjak dari tempatnya.

"Dekuji," kata Arin sambil menerima pesanannya sebelum meninggalkan kedai kopi itu.

Hari ini sebenarnya adalah hari terakhir liburan musim panas, sebelum gadis itu memasuki semester baru hari senin nanti. Namun, professor nya meminta Arin untuk ke kampus, membicarakan perihal paper yang akan Arin tulis sebagai persyaratan kelulusan dari kampusnya.

Arin kira kampus akan sepi dari mahasiswa-mahasiswi karena ini masih terhitung hari libur, ternyata lumayan banyak mereka yang berlalu lalang di sana, entah dengan urusan mereka masing-masing. Yang Arin tahu, cukup banyak fresh man yang sedang semangat-semangatnya menyambut semester kedua mereka di Charles University.

Arin mengetuk pelan pintu di depannya, hingga sebuah suara anggun mempersilahkannya untuk masuk.

Cukup lama Arin melakukan konsultasi dengan profesornya mengenai topik yang akan Arin pilih untuk paper tugas akhirnya nanti. Sepanjang konsultasi tadi, Arin merasakan ponselnya bergetar, tapi gadis itu biarkan karena ia masih berbicara dengan profesornya, berhubung saat ini Arin baru saja keluar, gadis itu meraih ponselnya dari saku kardigan yang ia kenakan.

"Arin!" seru seseorang, membuat Arin urung menarik ponselnya dan menoleh ke arah sumber suara.

Di sana ia mendapati dua teman satu angkatan nya yang cukup dekat dengannya tengah berjalan ke arahnya. Arin mengobrol dengan mereka sejenak, membahas apa-apa yang biasanya dibahas oleh mahasiswa di ujung masa pendidikan mereka.

"So, where are you going to, Rin?" tanya salah seorang teman Arin dengan mata biru khas yang kebanyakan dimiliki orang Eropa, Evan namanya.

Arin yang baru saja berbicara dengan temannya yang lain, mahasiswi asal China bernama Qiaolian, melayangkan pandang pada Evan, "Library. I have to find some literature for my paper before I start to write it."

"Let's go together then," sahut Qiaolian. "We can have lunch together after that."

Ide gadis dari China itu disetujui oleh Evan, sedangkan Arin hanya tersenyum, ragu apa harus ikut serta atau tidak.

Pagi ini, sebelum ia berangkat ke kampus, Jihoon memberi tahu bahwa siang ini adalah jadwal penerbangannya ke Korea. Arin tidak mengatakan apapun tentang itu, pun Jihoon setelah mengatakannya.

Arin melirik sekilas pada jam yang melingkar apik pada pergelangan tangannya itu, 10.03. Satu jam lebih sebelum keberangkatan Jihoon.

"Arin!"

Gadis itu sontak mendongak, mendapati Evan dan Qiaolian sudah berada jauh di depannya. Gadis itu terlalu larut dengan pikirannya hingga tak menyadari kalau teman-teman nya sudah berjalan lebih dulu. Tak ingin membuat mereka menunggu, Arin pun segera menyusul mereka.

Entah sudah berapa kali Arin melirik jam di tangannya, lalu fokus lagi pada buku di depannya, dan kembali pada jam tangannya. Sejujurnya Arin tidak bisa benar-benar fokus pada buku yang ia baca. Pikirannya berada pada orang yang dalam waktu satu jam ke depan akan kembali ke Korea.

Arin tidak bilang kalau ia akan ikut mengantar Jihoon ke bandara, pun Jihoon yang tidak meminta Arin untuk mengantarnya.

Kemelut dalam pikirannya sayangnya harus terinterupsi dengan getaran gawainya, maka gadis itu segera mengambil benda itu dari saku kardigannya untuk mendapati satu notifikasi dari, Bae Jinyoung? Tumben sekali.

EPIPHANY - Park Jihoon/Choi Arin/Win MetawinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang