2 - Saingan Baru

6.5K 949 91
                                    

H A P P Y R E A D I N G










Setiap pulang sekolah ayah akan datang menjemputku, karena aku sangat dilarang keras jalan kaki. Tidak boleh terlalu lelah, tidak boleh keseringan di luar karena akan terpapar virus, dan tidak boleh terlalu lama di bawah paparan radiasi. Penyakit ini lumayan membuatku merasa tidak bebas, terlalu banyak larangan.

Semenjak kelas tiga Smp, aku di diagnosa terkena penyakit Leukimia Limfobastik atau kanker darah. Kata dokter aku masih bisa sembuh, asal rutin menjalani pengobatan, seperti kemoterapi, therapy radiasi, transplantasi bone marrow, orang-orang sering menyebutnya dengan transplantasi sumsum tulang belakang. Walaupun kemungkinan besar itu tidak mungkin.

Bosan. Aku sangat bosan dengan semua jenis pengobatan itu, tubuhku rasanya sudah tidak kuat menerima setiap tetes obat yang mengalir. Rasanya, aku ingin menyerah dan membiarkan penyakit ini membunuhku saja.

Pernah, waktu itu ibu menyuruhku untuk berhenti sekolah dan memilih fokus untuk kesembuhan. Namun, aku menolak keras karena semua impianku ingin kugapai.

"Anisa, ayo!"

Suara ayah seketika membuat lamunanku buyar, aku segera masuk ke mobil karena tidak ingin terlalu lama di bawah paparan sinar matahari.

Saat mobil sudah melaju di jalan, tanpa sengaja aku melihat Aldi. Dia berjalan kaki, bermodalkan tas sebagai pelindung dari panasnya sengatan matahari.

Kenapa dia tidak naik angkot? Atau ojek? Apa karena rumahnya memang tak jauh, dari sekolah? Banyak pertanyaan menyarang di kepalaku, dia membuatku semakin ingin tau.

"Nisa, ingat kan. Besok ada jadwal ketemu sama Dokter Arnold."

Ucapan ayah seketika membuatku menoleh padanya, tapi aku kembali melihat Aldi dari kaca spion dia sedang naik angkot. Syukurlah.

"Iya," jawabku merespon ucapan ayah. "Cepetan, pa. Nisa laper banget, soalnya kelupaan bawa bekal yang udah disiapkan mama."

****

Ibu menyiapkan makan siang untukku, sedangkan aku membersihkan badan lebih dulu. Karena tubuhku terlalu rentan terpapar virus. Itulah mengapa Dokter Arnold melarang memakan masakan yang tidak matang atau setengah matang.

"Makanlah!" perintah ibu, sembari duduk menungguku.

Aku pun mengangguk lalu mulai menikmati masakan ibu.

Setiap makan, aku selalu merenung. Memikirkan berapa lama lagi aku hidup dengan penyakit ini? Aku merasa Tuhan tidak menyayangiku.

"Nisa, jangan banyak pikiran sayang. Ayo di makan nasinya, nanti badan kamu lemas lagi," ucap ibu seraya mengusap puncak kepalaku.

"Ma, kenapa Allah jahat banget sih, sama Nisa? Kenapa Nisa harus dikasih penyakit ini? Allah gak sayang, sama Nisa!"

"Istighfar sayang, kamu tidak boleh mengatakan Allah seperti itu. Justru Allah sayang sama kamu."

Aku menggeleng. Ucapan ibu tidak benar, aku merasa Tuhan itu tidak adil. Di saat aku bermimpi, Tuhan malah memberi sebuah penyakit yang membuatku berhenti untuk bermimpi lagi.

"Nisa gak mau kemoterapi lagi, biarin Nisa hidup normal layaknya remaja. Biarin aja penyakit ini menggerogoti tubuh Nisa."

Lagi, aku putus asa. Setiap minggu harus mendapat suntikan obat, yang jelas itu hanyalah penopang untuk tetap hidup. Entah sudah berapa banyak bekas jarum di lenganku.

"Nisa, kamu gak boleh ngomong gitu sayang. Kamu harus bersyukur karena mama dan papa masih bisa membawamu untuk berobat." Kalian tau sendiri biaya kemoterapi itu tidaklah murah.

Jemput Aku, Tuhan [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang