"Tak ada yang bisa mengalahkan kekuatan persahabatan."
Hari terkahir ujian nasional aku dan Ava mendapat notif pesan yang sama dari nomor yang tak di kenal. Ada sedikit keraguan terbesit, tetapi Ava mencoba untuk datang ke tempat itu.
Taman Persahabatan.
Kulihat di sekeliling taman, tak ada siapa-siapa. Aku melirik Ava, tetapi gadis itu hanya mengedikkan bahunya. Apa notif pesan itu jebakan dari penjahat? Semakin hari otak ini semakin halu saja.
Namun, beberapa saat kemudian Sinta dan Pandu datang dari arah kanan kami. Membuat Ava memicingkan matanya, dadanya naik turun. Aku berusaha menahan gadis itu ketika hendak pergi.
"Mungkin ini saatnya," ucapku, membuat Ava akhirnya mengalah dan memilih bertahan bersamaku. Walau suasana hatinya sudah tidak baik lagi.
"Izinin kita buat ngejelasin masalah ini semua. Ini kesalahpahaman, Va," ucap Sinta, mencoba meraih tangan gadis itu. Namun Ava berusaha menampiknya.
"Sebenarnya yang salah di sini, gue. Beberapa hari sebelum kita putus, bokap sama nyokap gue berantem dan ingin cerai. Dan bodohnya gue malah lampiasin emosi sama lo, Va," papar Pandu, menunduk meremas ujung kemejanya.
Aku tidak terkejut dengan pengakuan Sinta dan Pandu, karena aku yakin semua masalah yang terjadi memang salah paham saja. "Terus, yang ngirim pesan sama, Sinta, siapa?" tanya Ava, gemetar.
"Kak Fernan, dia mahasiswa, kita emang udah dekat beberapa minggu ini. Soal pesan itu, lo salah paham doang," jelas Sinta.
Ava menggeleng, mencoba untuk tidak percaya dengan semudah itu. Ia lantas tersenyum semirik, menatap Sinta dan Pandu secara bergantian. "Gue gak percaya, bisa jadi ... kalian udah kerja sama," tampik Ava.
Tak lama, muncul seorang pria beralamter kuning. Sembari melangkah menghampiri Sinta, lalu merangkul gadis itu dengan senyum hangat. "Sinta bener, lo salah paham doang. Gue sama Sinta emang deket, soal cowok lo gak ada sangkut pautnya sama Sinta," jelas pria itu lagi.
Akhirnya satu masalah selesai. Dadaku terasa begitu lega saat mengetahui kebenaran. Aku memang selalu percaya bahwa Sinta tidak akan sejahat itu pada Ava.
"Dan soal gue mutusin, lo. Itu emang udah keputusan gue, Va. Setelah selesai ujian gue bakalan pindah ke Singapura barengan nyokap," tambah Pandu, membuat tubuh Ava terlihat gemetar. "Gue harap, setelah selesainya kesalahpahaman ini. Kalian harus baikan kayak dulu lagi, jangan musuhan. Itu doang pesen gue." Setelah mengucapkan itu, Pandu menghampiri Ava dan memberikan gadis itu sebuah buku dengan sampul berwarna merah jambu. Setelahnya barulah Pandu beranjak pergi meninggalkan taman.
Saat itu juga, Ava menitikkan air mata dan langsung memelukku. Tak ada yang bisa kulakukan selain membalas pelukan Ava, ditinggalkan orang yang kita sayang memanglah hal yang paling menyakitkan.
Sinta menatapku dengan mata berkaca-kaca, kubalas dengan senyuman hangat. Dan merentangkan tangan sebagai tanda menyambutnya kembali sebagai sahabat selamanya.
"Maafin gue, Va." Sinta langsung berpelukan bersama Ava, sekaligus dengan diriku. Derai air mata menjadi saksi kembalinya persahabatan suci ini.
"Gue juga minta maaf, udah nuduh lo yang enggak-enggak," balas Ava, sesegukan.
"Dasar pirang!" ledek Sinta, melepas pelukannya lalu mengusap hidungnya yang berair.
"Dasar tomboy!" balas Ava, tertawa dalam isak tangisnya.
"Nah gini kan enak, gak perlu jauh-jauhan lagi," tambahku, tersenyum haru melihat keduanya kembali akur.
Lagi, Ava dan Sinta kembali berpelukan beberapa saat lalu saling menatap satu sama lain. "Gak enak tau, gak punya temen adu bacot," rengek Sinta, melayangkan tinju pada bahu Ava.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jemput Aku, Tuhan [OPEN PO]
Genel Kurgu[Follow sebelum membaca, biar berkah:) Part lengkap] SEGERA TERBIT! [NO COPASS! GUE NYUSUN IDE SAMPAI TAMAT BUTUH WAKTU LAMA, MASA IYA LU TEGA MAIN JIPLAK AJA] Ini kisahku. Kisah yang mungkin membuat hati siapapun merasa iba, sesak dan ingin menangi...