5.

1.2K 312 51
                                    

|☆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

|


"Ih, ngebadutin gue ya lo?"

"Kagak anjir, beneran! Harusnya ada di sini!"

"Tck! Lo salah inget tempat kali, Jun?"

"Mana mungkin lah! Orang gue liat griffinnya skidipapap di sini!"

Yoshi merapatkan bibirnya, ia cukup waras untuk tidak membuat lelucon disaat yang tidak tepat seperti ini. Kedua belah tangannya nampak ditumpukan pada pinggang, sementara itu netranya sibuk menyapu pandangan ke seluruh penjuru hutan yang ia tapaki.

Ia mendesah kecil, agak sedikit jengah dengan kejadian aneh yang terjadi akhir-akhir ini.

Tadi, setelah dirinya dan Renjun menempuh perjalanan selama dua setengah jam melintasi hutan, mereka berdua dikejutkan dengan presensi beberapa orc yang tewas, bercecer di jalan selayaknya patung selamat datang yang menyambut kehadiran mereka berdua.

Seakan kejanggalan masih belum puas untuk membuat pikiran Yoshi semakin berkecabang, ketika mereka sampai pada titik tujuan— tebing-tebing batu di pinggiran hutan habitat griffin tinggal, betapa terkejutnya Renjun maupun Yoshi ketika mendapati tempat itu mendadak benar-benar mati, tanpa kehidupan sama sekali. Pohon-pohon tampak layu, batang serta akarnya kering dan lapuk, seolah sari yang membantu mereka untuk hidup disedot paksa untuk keluar. Beberapa binatang pengerat, burung, dan bahkan makhluk sihir pun tergeletak begitu saja di atas tanah. Tubuh mereka membusuk, hampir habis dimakan oleh ribuan belatung yang mengeliat ke sana kemari.

Renjun sontak saja memegang lehernya. Tenggorokannya terasa asam dan juga pengar, tanda-tanda bahwa laki-laki keturunan China itu sudah berada di ujung, menahan muntah.

Yoshi menghela nafasnya. Ia mengurut tengkuk Renjun yang bergetar, "Lo munduran dulu. Kalau bisa jangan sampai liat dan cium bau bangkainya. Istirahat, dan tunggu gue sebentar."

Renjun mengangguk kecil, kemudian langsung bergegas pergi dari sana, meninggalkan Yoshi sendirian.

Setelah punggung Renjun benar-benar menghilang dari pengelihatannya, barulah Yoshi memulai pengamatannya. Ia duduk berjongkok di samping bangkai seekor burung gagak, melihat setiap jengkal tubuh dengan bulu hitam yang rontok itu dengan seksama.

Tidak ada tanda luka fisik sama sekali di sana. Gagak itu mati dalam kondisi yang sepenuhnya bersih, sama seperti bangkai yang lain. Agak berbeda dengan para Orc yang rata-rata mendapatkan luka sayat dan tusukan di leher, jantung, serta ulu hati.

Ditengadahkannya kepala ke langit, menatap silau cahaya sore yang tidak seterik tadi siang.

Mereka harus segera pulang, dan pergi melapor tentang kondisi ganjal ini secepat mungkin.

Yoshi berdiri, sebenarnya ia agak lelah karena baru saja sampai ke tempat tujuan, tapi apa boleh buat. Mereka mungkin saja sedang berada di dalam kondisi yang genting saat ini. Ia berjalan menuju sisi lain hutan yang keadaannya masih terbilang waras— tempat tadi Renjun ia suruh untuk beristirahat. Tapi alih-alih menemukan presensi remaja tersebut, yang didapatinya hanyalah bercak merah yang terciprat ke batang pohon, dan sebagiannya lagi nampak menodai rerumputan. Tongkat sihir milik Renjun tergelatak di tanah, benda itu patah menjadi dua bagian.

Yoshi menunduk, mencolek noda merah yang ada di batang pohon, lalu kemudian mengendusnya demi membaui aroma Renjun.

Ia menggeram kecil, karena mendadak merasakan hawa keberadaan sosok lain di sekitarnya.

"Wah, ini dia Si pangeran tampan yang ditunggu-tunggu!"

Ia berbalik, menatap presensi seseorang yang sedang menyandarkan diri di pohon. Kedua belah tangan sosok itu tampak sibuk membersihkan pedang yang penuh darah. Bibir ranumnya berkedut, menahan rasa senang yang tiba-tiba membuncah ketika melihat Yoshi yang menunjukkan urat-urat marah.

 Bibir ranumnya berkedut, menahan rasa senang yang tiba-tiba membuncah ketika melihat Yoshi yang menunjukkan urat-urat marah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebungkus permen yupi berbentuk hati Jihoon kepak dari kemasannya. Kemudian diambilnya gunting di atas nakas, dan dengan telaten membelah permennya menjadi dua bagian.

"Nih!"

Cowok berpipi gembil itu menyodorkan setengah permennya ke ujung hidung Yoonbin, membuat orang yang sedari tadi fokus bermain game membuka mulutnya lebar-lebar— walau ujung-ujungnya ia hanya mampu mengecap rasa manis dari permen sebesar ujung jari kelingking itu secara sekilas.

Sebelumnya Jihoon mendapatkan permen kenyal itu dari Haechan, Si tetangga sebelah kamar yang tak jarang minggat ke kamar mereka. Namun karena saat itu Haechan cuma memberikan satu bungkus permen— itu pun hasil nemu dari dalam tas, Jihoon terpaksa membaginya menjadi dua, untuk dirinya dan juga Yoonbin. Begini-begini Jihoon setia kawan. Susah senang harus bareng-bareng, katanya.

"Eh bro, lo tadi pagi kemana? Kok mendadak ngilang?"

Yoonbin angkat suara, setelah sebelumnya melemparkan ponselnya ke atas kasur. Sedikit kesal karena pertempuran dari game battle royale yang ia mainkan selalu berakhir kalah telak.

"Oh.." Jihoon nampak menggaruk belakang kepalanya, ".. apartemen gue dibobol sama adek kelas." Katanya, lalu kemudian meringis kecil.

"Tau gak sih. Masa dia bawa temennya ke apartemen gue subuh-subuh, mana yang dibawa luka parah lagi, dikata gue dokter!" Curhatnya. Mengingat kembali momen beberapa jam lalu ketika dirinya terpaksa pulang ke alam fana— yang saat itu baru memasuki waktu subuh hari.

Ngomong-ngomong, hukum relativitas ruang dan waktu berlaku cukup kontras di antara dunia sihir dan juga alam fana. Makanya, karena perbedaan kontras itulah yang menjadi latar belakang Jihoon untuk bersekolah di dua dunia sekaligus.

Memang sok rajin, padahal hal yang dilakukan pemuda itu cuma makan cemilan dan menggibah guru saat kelas berlangsung.

Jihoon bersedekap, tanda-tanda bahwa ia sudah mulai serius untuk bercerita.

"Terus anehnya lagi, dia tau tentang jati diri gue. Tapi kayaknya dia juga bukan manusia biasa deh." Ungkapnya.

Yoonbin yang mendengarkan Jihoon lantas mengangguk-angguk kecil, nampak mencerna cerita dari kawan karibnya itu.

"Ada alasan apa sampai lo mikir begitu?"

Yang lebih tua mengangkat bahunya, "Ya aneh aja. Badannya dia tuh berdarah-darah, tapi mukanya itu loh santai banget. Mana auranya negatif gitu. Gue aja sampai merinding..." Kata Jihoon, lalu kemudian mengusap tengkuknya yang tersa dingin, "...berasa ketemu sama setan anjir!"

Mereka berdua sama-sama bergidik. Entah kenapa, hanya saja rasanya ada sosok lain yang memperhatikan mereka dari balik kegelapan.





 Entah kenapa, hanya saja rasanya ada sosok lain yang memperhatikan mereka dari balik kegelapan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

TO BE CONTINUED

[2] DISASTER | TREASURE: Jihoon, Yoshinori + YoonbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang