Bab 4

79 76 3
                                    

  Ceklek!

  Seorang wanita muda dengan baju biru langit khas pasien pun menoleh. Ia kembali menatap buku tebal yang dipegangnya. Raya menutup pintu dan menghampiri Mifah yang tidak peduli dengan kedatangannya. Ia meletakkan keranjang buah-buahan segar di atas nakas sembari mengintip buku yang dibaca Mifah.

  “Maaf,” ujar Mifah tiba-tiba menoleh pada Raya.

  Dengan gelagapan karena ketahuan mengintip bacaan Mifah, Raya tersenyum kikuk dan mengangguk cepat.

  “Sungguh, aku minta maaf yang kemarin. Aku benar-benar nggak menduga kalian yang udah nolong aku. Tapi responku malah gitu,” jelas Mifah memegang kuat sisi-sisi buku.

  Raya menghela napas pelan. “Nggak apa-apa, itu wajar. Aku bisa memahaminya,” timpal Raya yang duduk di kursi samping ranjang pasien.

  Mifah menunduk dan menggigit bibir bawahnya. “Kata dokter, aku amnesia. Jadi karena itulah kalian sampai nangis sesenggukan.” Mifah menatap mata Raya. “Aku siapa bagi kalian? Apa dulu kita benar-benar dekat?”

  Raya menelan ludah dan mengangguk kaku. “Kamu Misaqal Mifah, sahabat pertama yang Azima Raya kenal di SMP.” Raya menyodorkan tangan meminta jabatan tangan. “Aku Azima Raya. Kamu?”

  Mifah tersenyum kikuk. Ia menjabat tangan Raya dengan kaku. “Mifah.”

***

  Tok! Tok! Tok!

  Raya bangkit dari duduknya. Ia segera membuka pintu untuk melihat barang kali Nayra yang datang. Namun, Raya justru menghela napas panjang. Syad datang dengan menenteng dua kotak pizza.

  “Begitukah caramu menyambut seorang pacar?”

  Mengernyit bingung. Raya menggeser tubuhnya ke samping dan menampilkan senyum tipis pada seorang wanita manis dengan wajah begitu cantik. Tanpa berkata apapun, Raya menyingkir dari pintu dan kembali duduk.

  “Mereka siapa, Ra?” tanya Mifah sembari berbisik agar tidak terlihat frontal seperti pertama kali ia siuman.

  Dengan menghela napas, Raya tersenyum dan berdiri. “Aku Raya,” ucap Raya menyodorkan jabatan tangan pada Kaili.

  “Aku tau. Tapi siapa dia?” sahut Kaili tanpa menjabat tangan Raya.

  Mifah bersedekap. “I’m a green lovers.”

  Spontan menoleh, Raya mendekati Mifah. “Kamu ingat warna kesukaanmu? Sejak kapan? Karena apa?”

  “Apel hijau yang kamu bawa sedikit membantuku,” timpal Mifah sembari terkekeh.

  “Wah, seriusan? Oke, oke. Kalo boneka ini, bentar.” Raya membuka ponsel dan menunjukkan foto sebuah boneka hijau berbentuk Kerroppi. “Ini!”

  Mata Mifah berbinar, ia menelan ludah. Mengangguk cepat, Mifah tersenyum pada Raya. “Iya, ini Mine boneka kesayanganku!”

  “Syad, haruskah kita menonton hal konyol seperti ini? Kita bahkan nggak dipersilakan duduk, lho!” cerocos Kaili menoleh pada Syad yang justru tersenyum.

  “Udah aku bilang, ‘kan? Jangan cerewet kalo mau ikut. Syarat awal kamu ikut apa? Sana, lakuin!” tegur Syad membuat Kaili berdecak sebal.

  Dengan berat hati, Kaili menghampiri Raya dan Mifah yang masih sibuk berbincang. Ia menoleh pada Syad, tidak ada respon. Kaili menepuk pelan bahu Raya. Ia sedikit bingung bagaimana mengatakannya.

  “Sorry,” ujar Kaili menyodorkan jabatan tangan.

  Raya menoleh pada Mifah, ia mengangkat bahu tidak tahu. “Untuk?” tanya Raya kembali menatap Kaili.

Don't Insecure Again [Tersedia di Shopee]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang