Bab 8

76 82 95
                                    

Sinar mentari pagi mampu menghangatkan hati seorang wanita muda. Tips yang dianjurkan Mifah telah dilakukannya pertahap. Kini, Raya bersenandung di balik masker dan tudung jaketnya. Tas hijau yang ditentengnya mungkin menjadi sebuah kejutan sekaligus ungkapan terima kasih untuk Mifah.

Baru saja kepalan tangan Raya melayangkan ketukan pada pintu, seorang pemuda tiba-tiba keluar dari kamar pasien milik Mifah. Tanpa memedulikan tatapan bingung wanita muda di hadapannya, pemuda itu semakin menaikkan masker dan menurunkan topi serta tudung jaketnya. Hingga tersisa kedua bola mata hitam yang meneduhkan.

Raya kembali fokus pada seisi kamar Mifah. Segalanya tetap rapi, tanpa jejak, bahkan Mifah yang masih tertidur pulas. Usai menutup pintu, Raya berjalan mendekati Mifah. Meletakkan tas hijau di atas nakas yang tumben sekali kosong.

Ketika Raya meneliti sekali lagi, rupanya terdapat sebuah post-it tertempel pada kaca lemari buku di samping kiri sofa. Raya menghampiri dan membaca tulisan pada post-it, dia pun heran karena menjadi teliti tentang perbedaan.

“Sebuah buku untukmu, sebagai permintaan maaf karena aku terlalu pengecut. Tertanda, Mister Green Lovers. Hah? Siapa dia?” gumam Raya usai mengeja tulisan dalam post-it.

Hoahm! Tumben mimpiku,”—Mifah merentangkan tangan sembari menguap—“unik. Eh, Raya?”

Tersentak, Raya pun menoleh dan menghampiri Mifah. Dia menunjuk pada post-it yang tertempel sembari melapor, “Tadi aku lihat tulisan di kertas post-it itu. Katanya ada buku buat permintaan maaf. Kamu kenal Mister Green Lovers? Dia yang ngasih itu, mungkin?”

Mifah mengernyit heran. Dia bersedekap seraya mengetuk-ngetuk dagunya dengan telunjuk, berpikir keras. “Mister Green Lovers? Aku rasa ... nggak ada ingatan tentang nama itu, atau belum ingat, ya?”

Raya mengangguk paham. Mungkin, di rumah sakit ini ada pengagum rahasia untuk Mifah. Namun, Raya perlu waspada dan lebih menjaga Mifah. Terlebih lagi, Mifah berada jauh dari keluarganya karena kini di Jakarta. Raya yang membawa Mifah dari Surabaya menuju Jakarta.

Selain karena fasilitas yang lebih memadai, Raya tak ingin banyak teman-temannya yang tahu. Bukan berarti Raya malu memiliki sahabat yang depresi. Akan tetapi, Mifah justru semakin drop bila dikunjungi banyak orang. Terlebih lagi, keadaan Mifah yang memilih melupakan segalanya. Raya hanya ingin yang terbaik untuk kesembuhan Mifah. Dia akan menjaga Mifah sepenuhnya. Semoga Mifah lekas membaik. Semoga.

Melambaikan tangan di hadapan Raya, Mifah akhirnya menepuk bahu Raya karena tak mendapat respons darinya.

“Ra? Raya?” panggil Mifah ke sekian kali yang akhirnya menyadarkan Raya.

“Iya, Mif?”

Tersenyum manis. “Makasih udah bawain ini,” timpal Mifah sembari mengangkat boneka Kerroppi.

Raya menepuk dahinya, yang lagi-lagi mengenai musuhnya—jerawat. Dia lupa memperkenalkan satu persatu koleksi Mifah. Baru tadi malam, paket dari Surabaya yang Raya minta tiba di depan pintu rumahnya. Raya perlu berterima kasih pada ibu Mifah, karena mau direpotkan membungkusnya. Tidak sedikit koleksi hijau yang Mifah miliki. Namun, Raya hanya bisa membawakan paket yang sudah tiba.

“Kamu inget nama bonekanya, Mif?” Raya beranjak dan mengeluarkan satu persatu koleksi hijau Mifah.

Mengangguk semangat. Mifah bersorak, “Of course, namanya Mine!”

Don't Insecure Again [Tersedia di Shopee]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang