Pupus saja

19 1 0
                                    

Apakah bisa kisah persahabatan digolongkan kedalam kisah cinta? Aku rasa tidak, tetapi semakin aku mencoba menghilangkan pikiran-pikiran itu. Mereka semakin berputar rumit melilit otakku. Bagaimana tidak kisah itu telah berjalan begitu lama.

Firza sangat baik kepadaku, dia sering membelikanku jajan atau snack saat sedang istirahat bimbel. Kurasa dia adalah anak dari keluarga yang cukup berada. Itu terlihat dari pakaiannya yang terlihat mahal dari anak-anak lain. Lagi pula kemana-mana iya selalu membawa handphone yang mana sangat sedikit anak pada masa itu yang sudah diberikan handphone oleh orang tuanya.

Aku juga sering bermain game menggunakan handphonenya. Pernah sekali aku dimintai nomor hp tapi ya bagaimana, handphone saja tidak punya, apalagi nomornya.

Pernah aku berpikir untuk meminta dibelikan handphone, tapi setelah ku pikir-pikir bermain di handphone bapak saja sudah cukup. Sangat berbeda kasusnya dengan jaman sekarang. Bahkan balita sudah dibelikan smartphone oleh orang tuanya.

Handphone dan smartphone itu berbeda, handphone lebih banyak digunakan untuk berkomunikasi dan hiburannya sangat sedikit. Berbeda dengan smartphone yang lebih canggih dari handphone didalamnya banyak sekali hiburannya. Ada media sosial seperti Instagram, Facebook, ataupun Twitter, Game-game bagus dan yang sedang populer adalah YouTube.

Tapi meski jarang bertemu dan tidak melakukan hubungan jarak jauh melalui handphone, teman-teman memandang kami sebagai pasangan yang serasi. Selalu ada bentrok ketika sedang dalam situasi bimbel. Bagaimana tidak, kami juga bersaing ketat dalam bimbel karena ada saatnya semua peserta diuji untuk mendapatkan rekap hasil belajar yang didapat selama bimbel.

Di bimbel kami sering menyebutnya "Final Quiz" karena biasanya waktunya yang berada di akhir bimbel. Siapa yang mengumpulkan poin terbanyak akan menjadi pemenang, dan akan di rangking. Aku cukup sering mendapatkan Top rangking dengan Firza yang ada dibawahku, terkadang juga sebaliknya. Aku coba menjauh tetapi kenapa itu sangat sulit, aku selalu senang kalau berada disisinya sebagai sahabatnya.

Cerita yang indah tentang canda tawaku dengan Firza ternyata terdengan sampai ke telinga Dodit. Nama seseorang yang pernah menemuiku karena merasa iri denganku. Aku tahu namanya dari A'an karena aku menanyakan itu padanya. Dodit semakin naik pitam mendengar semua cerita itu.

Entah siapa yang memberitahunya, tapi yang ku tahu sepertinya dia sangat marah. Dia menemui ku lagi untuk yang kedua kalinya. Dia datang dengan membawa teman-temannya, aku menganggap itu adalah gengnya. Tak kusangka ternyata geng-geng sudah mulai eksis di tingkat pendidikan dasar.

Bisa saja aku menghajarnya dengan kedua tanganku ini. Tapi berpikirlah dulu, aku hanya sendirian, mereka berkelompok. Bagaimanapun kekuatanku aku masih kalah jumlah. Selain itu aku tidak mau mencari gara-gara di sekolah orang.

Setidaknya ada lima orang termasuk Dodit yang menghadangku ketika akan pulang. Aku mencoba berpikir dengan kepala dingin, bagaimana caranya melewati semua ini tanpa adanya perkelahian? Pikirku. Disela-sela aku berpikir tiba-tiba saja Dodit melepaskan pukulannya menuju wajahku.

Sedikit waktu untuk menghindari itu, imbasnya aku masih terkena pukulannya di pipiku. Aku membalasnya dengan tendangan dan juga pukulan yang dengan mulusnya mengarah ke sasaran, kekuatan kaki yang ku dapat dari latihan sepakbolaku tentunya.

Dodit tumbang, teman-temannya ketakutan. Aku menghentikan semua itu dengan membantunya berdiri.

"Ayo kita bicarakan baik-baik, bukan seperti ini caranya." Ucapku agar dia terbujuk.

"Baiklah." Dia menurut sambil menganggukkan kepala.

Aku menjelaskan semuanya bahwa sebenarnya aku tidak bermaksud untuk merebut Firza darinya. Itu hanya sebuah keberuntungan untukku dia mau berteman denganku. Dodit sedikit curhat kepadaku kalau sebenarnya dia belum pernah mendekati Firza dan hanya memperhatikan dirinya dari jauh.

Banyak kesempatan emas yang dia buang begitu saja karena merasa malu untuk mengenalnya lebih jauh. Kemudian aku berpikir sejenak, dan mendapatkan ide yang mungkin bisa menyelesaikan masalah ini. Aku membisikkan rencana itu kepada Dodit.

"apa itu tidak terlalu berlebihan? Maksudnya kau kan.."dengan nada keheranan.

"sudahlah tak apa lagian ini semua juga akan berakhir." Sedikit komentarku untuk keheranannya tadi.

Setelah itu kami pulang kerumah masing-masing dengan damai. Selalu ada jalan bila kita bersungguh-sungguh.

Bimbel bahasa Inggris yang kujalani memang seperti sistem kontrak di dunia sepakbola. Dan bapak hanya melakukan kontrak tersebut selama 1 tahun. Kesepakatan itu sudah terjadi di antara bapak dan anaknya, karena menurutku 1 tahun saja sudah cukup, aku tak mau terlalu membebani perekonomian keluarga hanya gara-gara nilai satu pelajaran saja.

Aku yakin setelah ini aku bisa belajar mandiri. Di pertemuan-pertemuan terakhirku aku semakin menjadi-jadi dalam menambah jarak antara aku dan Firza. Aku tahu ini cukup berat tapi ini solusinya.

Aku tak pernah membicarakan ini sebelumnya dengannya, kalau aku akan berhenti bimbel dan tidak akan bertemu dengannya lagi. Cukup menyedihkan kisah dari seorang anak kecil yang tidak akan pernah lagi bertemu dengan sahabatnya lagi.

Inti dari rencana besar yang kubicarkan dengan Dodit ialah dia harus mulai mendekatinya disaat aku mulai untuk meninggalkannya. Berusaha kututupi semua, tetapi rasanya tak nyaman. Di pertemuan terakhir bimbel aku terpaksa mengatakannya bahwa aku tidak akan melanjutkan bimbel. Firza sangat kecewa akan hal itu.

"semoga kita bisa bertemu lagi, dilain hari."
Ucap perpisahanku padanya.

Dia tidak membalas dan hanya mengangguk saja. Setelah hari itu terputusnya koneksi kami. Tak tahu apa yang terjadi pada diri masing-masing. Entah apa yang dilakukan Dodit akan berjalan lancar atau tidak, aku sama sekali tak ingin tahu.

Berbulan-bulan berlalu hingga menginjak waktu ulangan kenaikan kelas. Dan ternyata mengejutkan aku mendapat rangking 1 mengalahkan pesaing-pesaing beratku. Kemajuan pesat terjadi di nilai bahasa Inggrisku, ditambah lagi bapak memberikan hadiah untuk pencapaian terbaik itu dengan membelikanku handphone baru, senang sekali rasanya. Aku bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan, Alhamdulillah.

°°°°°°°

Tiga Benang MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang