Beda Sekolah

22 1 0
                                    

Semester akhirku di kelas 3 di tutup dengan bumbu gurih yang tahun-tahun lalu sudah menjadi langganan ku. Yap, aku mendapat rangking 2 lagi, dan masih di himpit kedua saingan terberatku. Membuatku merasa tak ada yang spesial selama 3 tahun terakhir ini.

Jika benar-benar diteliti ternyata ada satu pelajaran yang nilainya menurutku belum maksisal, meski sudah berada diatas rata-rata. Pelajaran itu adalah bahasa Inggris. Aku memang sedikit banyak menguasai kosakata-kosakata bahasa Inggris dari bermain sebuah game dihandphone bapakku yang dulu masih bersistem operasi Symbian.

Pada jaman itu tidak banyak anak yang beruntung memiliki teknologi dalam genggaman tangannya, termasuk aku sendiri. Masa itu teknologi benar-benar digunakan sebagai alat bantu pekerjaan dan masih jarang hiburan-hiburan seperti game pada masa kini.

Orang tuaku yang juga menyadari nilai bahasa Inggrisku kurang maksimal menawarkanku untuk belajar bahasa Inggris lebih lanjut melalui bimbel. Karena belajar sendiri tentunya membuatku cukup kesulitan. Aku setuju-setuju saja karena itu juga untuk kebutuhan diriku sendiri.

Seminggu berlalu tanpa kabar yang jelas mengenai bimbel yang dibicarakan bapakku. Dan tiba-tiba saja, sepulang sekolah kabar itu datang.

"Man.. bapak udah dapat bimbel bahasa Inggris yang kemarin-kemarin kita bicarakan, letaknya cukup jauh, tapi gak papa nanti bapak antar kamu kesana."

"iya pak, nanti kalo sudah tau tempatnya, aku berangkat sendiri saja gak papa."

Kesepakatan itu tercapai, dan Sorenya aku berangkat menuju tempat bimbel tersebut bersama dengan bapak. Aku ingat betul jadwal bimbel itu tepat pada hari kamis, setelah sholat ashar. Karena malamnya aku biasanya nonton siaran komedi terbaik di Televisi waktu itu, Opera Van Java.

Karena bertepat malam Jum'at jadi cerita yang dibawakan adalah cerita horor yang diselingi dengan komedi. Berbeda dengan komedi jaman sekarang yang isinya merendahkan orang lain. Haha kembali ke laptop.

Tidak terlalu jauh tempatnya, hanya 10 menit kira-kira dari rumahku. Tempat bimbelnya ternyata berada di sebuah sekolah. Setelah mencari tahu ternyata pihak sekolah dan bimbel itu menjalin sebuah hubungan kerjasama. Sehingga memperbolehkan bimbil untuk menggunakan ruang kelas sebagai tempat bimbingannya.

Tidak salah kalau ternyata semua peserta bimbel adalah tidak lain merupakan siswa dari sekolah itu sendiri. Dan lucunya aku satu-satunya peserta yang berasal dari sekolah lain. Hal itu tidak mengurangi niatku untuk mencari ilmu dan juga pengalaman-pengalaman baru.

Untungnya aku orangnya cepat akrab dan mudah menyesuaikan. Dari benerapa pertemuan bimbel saja aku sudah kenal dengan mereka-mereka. Yang faktor lainnya karena tidak banyak peserta bimbel yang bergabung disitu. Sebenarnya bimbel ini cukup besar namanya. Tetapi banyak yang memilih bimbel privat di rumah masing-masing.

Jumlah kami tidak banyak, seingatku hanya sembilan orang. Terdiri dari empat cowok dan lima cewek, entah kenapa cewek selalu saja lebih banyak daripada cowok. Mereka adalah Galo, A'an, Dilan, Firza, Nabila, si kembar Dina dan Dini, Ajeng, dan Aku.

Galo adalah orang pertama yang aku kenal, dia cowok tapi mulutnya seperti cewek, banyak bicara tapi kemampuan bahasa Inggris mantap. Sering juga di panggil tukang galau karena namanya yang menyerupai kata itu, meski selalu ceria.

A'an orang yang ku kenal dari Galo, kurasa dia sahabatnya Galo karena kemana-mana selalu berdua, izin toilet juga berdua, gak tau apa yang dilakuin kok berdua. Kemampuan bahasa Inggris lebih dibandingkan Galo tapi orangnya sedikit pendiam.

Lanjut ke Dilan, ini bukan Dilan 1990 pacarnya milea, jauh sebelum itu ternyata aku sudah pernah kenal dengan orang bernama Dilan. Mungkin sekarang dia jadi bahan omongan karana nama itu. Dilan ini rajanya "begejekan" , semua yang dilakukan gak pernah ada yang serius. Tapi meski perilakunya seperti itu, kemampuan bahasa Inggris juga cukup baik menurutku. Ternyata orang yang hiperaktif juga memiliki otak yang hyper juga.

Kita lanjut ke ciwi-ciwinya, di sini aku tidak bisa menjelaskan panjang lebar karena aku memang dari dulu tidak bisa terlalu memperhatikan cewek seperti memperhatikan cowok, jadi gak bisa terlalu mendetail. Kita mulai dari Firza, Dia tinggi kurus biasanya teman-temannya memanggilnya "biting" (biting itu satu helai dari sebuah sapu lidi) kebayang bagaimana kurusnya.

Kemudian ada Nabila, postur tubuhnya yang terkesan kecil dari teman-temannya yang lain membuatnya dipanggil "adek", padahal usianya lebih tua dari semua peserta bimbel. Kemudian ada Dina dan Dini, yang mana mereka adalah anak kembar yang susah untuk dibedakan, aku sangat menghindari mereka karena takutnya salah panggil.

Yang terakhir ada Ajeng, "The Giant" sebutan Galo kepadanya, karena berpostur tubuh gemuk, bahkan sangat gemuk,rekor cewek tergemuk yang pernah aku lihat. Merupakan musuh bubuyutan dari Galo dan A'an. Di luar semua itu mereka sangat jago dalam bahasa Inggris. Aku bahkan tertinggi sangat jauh dari mereka.

Sama seperti di sekolahku ternyata di sini juga aksis yang namanya penjodohan. Aku menjadi korban juga disini, aku dikait-kaitkan dengan Firza, dan semua itu terjadi karena satu peristiwa. Kala itu sedang terjadi pembelajaran dialog menggunakan bahasa Inggris, yang namanya dialog pastinya akan berpasang-pasangan.

Entah bermimpi apa aku malam itu, Firza memilihku menjadi teman berdialognya, aku oke-oke saja. Tanpa basa-basi aku terima ajakannya. Semua berjalan lancar, ketika sedang berdialog tentunya kita akan saling memandang satu sama lain.

Di situlah hal yang tak pernah aku sadari, ternyata dia cantik juga. Hal yang terlintas di pikiranku begitu saja, tapi seperti angin yang berlalu aku tak terlalu memikirkan hal itu. Yang namanya Galo memang selalu usil, dari situ aku mulai sering dihubung-hubungkan dengan dia. Tapi semua hanya candaan, tidak lebih.

Beberapa minggu setengah pertemuan bimbel itu. Seperti ada udang dibalik batu, ada saja cara Firza dalam mencari perhatianku. Awalnya aku tidak menyadari apa-apa, mungkin aku memang lelaki dingan dengan kadar peka yang rendah. Lama-kelamaan semakin menjadi-jadi saja.

Dia sudah berani berbicara banyak padaku, ya padahal hanya basa-basi yang kami bicarakan. Menanyakan ini lah itu lah, bukan berarti ngerumpi. Dan Lama-lama menjadi rutinitas sebelum kita mengawali bimbel. Di semua peserta bimbel, aku memang manjadi orang yang selalu awal datangnya, bahkan sering aku datang ketika suasana masih sepi.

Tujuanku hanya mengikuti nasihat dari bapakku, lebih baik datang lebih awal agar lebih tepat waktu. Daripada telat dan terburu-buru. Banyak pembimbing yang salut dan berkomentar positif pada kebiasaanku itu.

Dulunya aku selalu sendiri, kemudian Firza mulai mengikuti jejakku. Dia juga datang sangat awal sama sepertiku. Sejak itu kami sering menghabiskan waktu bersama sambil menunggu bimbel dimulai. Teman-teman bimbel yang lain mengatakan padaku kalau Firza jatuh hati kepadaku.

Dan mendengarkan itu aku tidak tahu harus berbuat apa, semua berjalan begitu saja. Aku hanya menyebutnya "sahabat". Namun pada dasarnya tidak ada sebuah persahabatan antara cowok dan cewek tanpa dasar ketertarikan dan juga cinta. Tapi itu berjalan biasa begitu saja.

Kami malah semakin akrab, dan ternyata aku juga tertarik kepadanya. Hal apa yang aku tidak paham maka aku tanyakan kepadanya, begitu pula sebaliknya. Banyak teman cowok yang iri kepadaku.
Sampai suatu saat ada yang menemuiku karena iri.

Ternyata dia teman sekelas Firza di sekolah. Katanya dia juga memiliki ketertarikan pada Firza tapi tidak sebaliknya, dan bertepuk sebelah tangan saja.

Aku hanya bilang "kami hanya teman, dan terserah dia mau berteman dengan siapa kan?"

Dia yang mendengar itu marah dan hampir saja terjadi sebuah perkelahian. Aku sangat tidak menyukai perkelahian, bukan berarti aku takut, aku hanya ingin memiliki banyak teman bukan malah banyak musuh. Untungnya saat itu ada pembimbingku dan berhasil melerai kita.

Dulu terlihat keren namun tak begitu hari ini, dua anak ingusan yang berkelahi hanya untuk memperebutkan seorang cewek. Kupikir sudah cukup, aku tidak ingin semua itu berlanjut, aku hanya seorang pendatang yang ingin mencari pengalaman baru dan malah membuat sebuah masalah. Setelah itu aku memutuskan untuk perlahan menjauhi Firza.

Firza yang sadar kalau aku mulai menjauh darinya mulai melontarkan pertanyaan padaku.

"kamu kenapa? Beda banget dari biasanya? Biasanya ceria."

"Gak ada apa-apa kok, aku biasanya juga begini."

Ucapku yang berusaha menyembunyikan segalanya. Hal yang tidak berat menurutku untuk menjauhinya, tapi aku khawatir dengan perasaannya. Perlahan tapi pasti aku lari membawa perasaan itu bersamaku.

°°°°°°°

Tiga Benang MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang