Awal Benang bersimpul

18 1 0
                                    

Setelah naik ke bangku kelas lima, semua yang telah aku nantikan akhirnya sebentar lagi akan hadir. Bahkan bukan hanya itu penantian itu juga dirasakan oleh teman-teman kelasku yang menggilai sepakbola.

Penantian menunggu digelarnya turnamen "Tiki Cup" turnamen yang memungkinkan aku untuk unjuk gigi di hadapan sekolah-sekolah lain. Persiapan yang telah kami lakukan itu, sebentar lagi akan ada hasilnya.

Namun, berbulan-bulan setelahnya tidak ada hembusan kabar dari pihak sekolah, seolah-olah turnamen itu malah menjauh dari kami. Kaget sekali mendapati kenyataan bahwa ternyata untuk tahun ini turnamen itu di tiadakan. Tanpa alasan yang jelas dan semua itu membuat kami semua kecewa.

Hal yang sudah kami persiapkan bertahun-tahun lamanya ternyata tidak ada hasilnya. Ya setidaknya kami telah berusaha sebelum akhirnya semuanya jadi sia-sia. Guru olahragaku menasehati kami bahwasanya tidak ada yang kamu semua kerjakan berujung sia-sia, pasti ada makna dibalik cerita itu.

Galaunya bukan main, seperti tidak ada hal menarik lagi yang harusku kerjakan. Ketika itu, disela-sela kegalauan itu, Ada saja rumor baru yang beredar di kelas. Kembali ada rumor tentang cinta monyet baru yang menyangkut namaku. Ada seorang cewek yang diam-diam naksir kepada diri ini. Yah, ternyata dia adalah Kumala, salah satu saingan terberatku dalam mencapai top rangking di kelas.

Tak tahu bagaimana bisa terjadi, menurutku dia pendiam tetapi menurut teman-teman yang lain dia orangnya sombong, karena tidak mau berbagi jawaban ketika temannya membutuhkan. Perasaan aku tidak pernah berbincang-bincang dengannya.

Ibaratkan ratu yang berkuasa di singgasananya. Mahkotanya yang hitam nan panjang yang di hiasi bando pink, dengan alis runcing nan menawan itu cukup membuatnya mempesona, tak heran banyak juga yang suka kepadanya.

Sebagai teman seperjuangannya dalam merebutkan top rangking, aku sangat jarang memperhatikan gerak-geriknya. Yang kutahu kemampuannya menalar matematika diatas rata-rata. Rumor yang ku tahu dia suka padaku, itu terbukti dengan catatan di bukunya yang tertulis namaku yang tersanding indah disamping namanya.

Tidak banyak yang menyadari catatan itu, termasuk juga aku. Bagaimana tidak, tulisan itu ditulisnya menggunakan pulpen khusus yang dulu cukup eksis di sekolah kamu. Kemampuan yang dimiliki pulpen ini adalah goresan yang telah ditulis oleh seseorang hanya akan bisa terbaca ketika terpapar sinar ungu dari senter yang ada di ujung tutup pulpen tersebut.

Terdengar seperti alat yang sangat canggih, tapi harganya yang terjangkau membuat sebagian besar orang memilikinya. Dan dari sebagian besar itu rata-rata pengguna pulpen itu adalah wanita.

Tak banyak yang tahu tentang tulisan itu, hanya Sofi sahabat karibnya yang tahu. Yang juga merupakan teman sebangkunya sejak awal kami masuk sekolah dasar. Sofi yang orangnya sangat banyak bicara itu membuat bocor rahasia itu. Dan membuat seisi kelas mengetahui hal tersebut.

Kemudian setelahnya, semua tertawa tertawa dan tertawa. Aku berpikir ada-ada saja mereka ini, pasti ada yang mengatur semua ini, aku yakin semua hanya sebuah settingan semata. Dan ternyata bukan seperti itu, setelah kebohongan rahasia itu, dia semakin mendekat saja.

Seminggu setelah kejadian itu dia mengajakku ke sebuah tempat, katanya untuk refreshing saja setelah menghadapi tekanan pelajaran sekolah. Kumala mengajakku ke suatu tembat yang ia sebut dalam tanda kutip seperti "pantai".

Kenyataannya tidak seperti yang kubayangkan, tempat itu nyatanya adalah sebuah kavling di sebuah proyek perumahan yang belum rampung, yang petak-petaknya tergenang air karena beberapa hari lalu terjadi hujan yang cukup deras. Genangan air yang dangkal dan terlihat jernih sebab tidak tersentuh orang.

Sehingga terjadi suasana seperti dipinggir pantai. Apalagi kala itu sore sedang cerah-cerahnya, ditambah lagi letaknya yang didekat sawah membuat tiada penghalang bagi cahaya sore. Tempat yang tepat untuk menikmati suasana senja layaknya ditepi pantai. Ada-ada saja tempat seperti ini ditengah-tengah desa yang sebentar lagi akan berubah menjadi kota.

Kebetulan tempat tinggalku dan Kumala tidak terlalu jauh dengan tempat itu, memang didesa kami sudah sepqruh dari wilayahnya sudah dipenuhi dengan bangunan perumahan dan setengahnya lagi masih eksis digunakan sebagai lahan sawah ataupun tambak. Rata-rata penduduk desa kami berprofesi sebagai petani, begitu juga keluarga besarku.

Kumala mengajakku ketempat itu sekitar pukul 15.30, katanya sih biar panasnya tidak terlalu terik. Karena tidak ingin membuatnya kecewa, aku datang tepat waktu. Disitu kami berbincang-bincang membahas keluh kesah masing masing selama melakoni kehidupan. Kami duduk di bangku kayu yang kebetulan nangkring disitu. Dengan suara percikan air, hasil ayunan kaki yang seakan mengusir pergi ketenangan air.

Setengah jam berlalu begitu saja, mendengar cerita tentangnya membuatku terlena melupakan segalanya, semua karena ku larut terbawa suasana. Aku kira dia akan menyampaikan sesuatu yang selama ini ia sembunyikan. Hal yang sebenarnya tidak terlalu membuatku tertarik, tetapi cukup membuat penasaran.

Aku yang dulu tak tertarik dengan lawan jenis ternyata kini cukup tertarik juga. Yah mau bagaimana semakin dewasa, pasti ada saja yang berubah. Namun ternyata sampai akhirnya, dia tidak berucap apa-apa tentang rahasianya. Aku tahu cukup sulit memberitahu isi perasaan pada orang lain.

Hari semakin larut dan semua akan segera berakhir, aku mengajaknya pulang karena magrib akan segera datang. Dia mengangguk setuju dan kami pulang ke rumah masing-masing.

Setelah kejadian itu tidak ada yang berubah dari kehidupan sehari-hari kami di sekolah. Semua berjalan seperti biasanya, aku yang masih tidak terlalu peka dan dia yang masih jadi seorang pendiam. Terkadang aku sempat menyepi dan mempikirkannya dikala sendiri.

Namun hatiku ini sudah terlanjur ku beri kepada seorang Laily, yang membuatku jatuh hati terlebih dahulu tempo hari. Aku tidak bisa membohongi perasaan ini, dia tertarik pada ku dan aku malah tertarik pada wanita selain dirinya. Aku hanya tak ingin jadi semakin rumit jadi aku tutupi harapan ini.

Mungkin Kumala masih belum menyadari, kalau aku sebenarnya sudah jatuh hati kepada orang lain. Mereka itu teman baik, aku takut terjadi lagi seperti masalah antara aku dan Dodit pada masa itu. Jadi aku memilih menjadikan peristiwa itu terulang lagi. Aku menutupi perasaan ini. Kisah seperti itu terlalu beresiko bila harus dijalani.

Aku bahkan tidak mengerti tentang perasaan cinta. Semoga saja tidak akan terulang kembali, semoga saja tidak terjadi apa-apa. Aku memang seorang pemikir berat, aku selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bisa saja terjadi. Meskipun kita sudah menanggulangi.

°°°°°°°

Tiga Benang MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang