Guru Killer

19 1 0
                                    

Banyak hal baru yang ku temui di SMP, yang sebelum-sebelumnya belum pernah terpikirkan di SD. Teman sekelas ku baik-baik sekali, meskipun dibilang kami baru saja bertemu. Dari semua anak di kelas hanya dua anak yang sudah aku kenal dari dulu yang satu perempuan bernama Vira dan juga lelaki bernama Aldi.

Mereka tidak lain adalah siswa dari SD Swasta yang masih berada satu desa dengan SD ku dulu. Sekolah yang menjadi musuh bubuyutan untuk bidang sepak bola. Aldi adalah yang terbaik disana, dan juga disegani di tim sekolah tersebut, pernah aku mendengar kawan-kawannya memanggilnya dengan sebutan kapten.

Aku sendiri sebagai salah satu yang terbaik dikelas kala itu juga menganggapnya sebagai rival. Namun kini takdir berkata lain, dua pemain hebat itu kini bisa saja bermain untuk satu tim.

Aku memang suka semua pelajaran, tapi pelajaran yang pertama aku tunggu-tunggu adalah pelajaran olahraga. Tidak salah lagi, karena aku tidak sabar untuk bisa bermain dengan teman-teman baruku. Dan juga sekali lagi ingin mengetes kemampuanku dalam mengolah si kulit bundar.

Tak perlu waktu lama untukku mengenal semua murid laki-laki yang ada dikelas, berbanding terbalik dengan yang perempuan, karena menurutku wajahnya terlihat mirip satu sama lain. Dari semua percakapan yang ku lakukan dengan mereka, aku sadar ternyata kelas ini juga memeliki duo pemain hebat lain dari desa sebelah.

Karena pastinya SMP ataupun SMA akan di isi dari anak-anak dari berbagai desa, dan menariknya pasti setiap desa memiliki pemain bola yang handal juga. Nama mereka juga kebetulan sama, yaitu Andi dan Andi, mereka bukanlah anak kembar, apalagi satu saudara.

Yang membedakan nama mereka adalah nama belakangnya, yang satu Andi Setiawan dan yang satunya lagi Andi Firmansyah. Dan cara kami untuk membedakan mereka berdua adalah nama panggilannya kami ganti dengan Andis dan Andif. Seenaknya saja merubah nama orang.

Tapi itu hanya cerita yang kebetulan kudengar, untuk pembuktiannya nanti di hari jadwal pelajaran olahraga, karena pastinya akan ada waktu luang untuk bermain bola, semoga saja teman sekelasku kompak memiliki hobi yang sama, yakni sepak bola.

Hari itu berlalu bergitu saja sampailah pada waktu pelajaran olahraga, ternyata jadwal olahraga kelas kami tetap pada jam pertama yang artinya aku bisa lagi bernostalgia sepak bola pagi seperti saat SD dulu. Setelah mendapatkan materi dari guru olahraga, ternyata kami diberi keleluasaan untuk menggunakan waktu yang tersisa untuk olahraga sesuka hati.

Aku senang setelah mendengar ucapan itu, tanpa basa-basi kami memulai sepak bola dengan hom-pim-pa untuk menentukan membagi tim. Ternyata kebetulan aku setim dengan Aldi, dan lawan kami ternyata si duo berbakat dari desa tetangga, Andis dan Andif.

Pertandingan kala itu berlangsung sangat sengit, kami selalu balas membalas gol dengan tim mereka, hingga hasil imbang ini berlangsung sampai akhir pertandingan. Yah pertandingan itu harus terhenti karena jam pelajaran olahraga sudah habis dan kini kami semua harus mengikuti pelajaran lainnya.

Aku merasa duetku dengan Aldi tadi cukup baik meskipun baru bermain bersama untuk pertama kalinya. Aldi mengingatkan aku dengan skill Risky yang mana mereka sama-sama menggunakan kaki kiri sebagai kaki utamanya. Dan juga kesimpulan lain yang kudapat dari pertandingan itu ternyata tidak banyak yang bisa main bola, namun hanya setengahnya saja, sisanya melebihi ekspektasiku.

Sepulang sekolah aku dan Aldi diajak Andis main ke desa tempat mereka tinggal. Tidak terlalu jauh desa kami, hanya dipisah satu desa kecil, yang kebetulan sekolah kami terletak didesa kecil itu, kusebut desa kecil bukan karena wilayahnya kecil, tetapi sebagian besar wilayahnya masih dijadikan lahan persawahann, sehingga wilayahnya terlihat kecil.

Berbeda dengan desaku yang persawahannya semakin terkikis oleh bangunan perumahan. Kurasa itulah maksud dari sekolah kami dibangun didesa itu karena di masa mendatang pasti masih bisa diperluas lagi, berbeda dengan di kota yang sudah tidak ada lahan. Sehingga perjalanan kami kesana tidak memakan waktu yang lama. Kami yang rata-rata masih menggunakan sepeda onthel jadi tidak terlalu lelah.

Tiga Benang MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang