Bulan pagi terlihat di langit biru. Bentuk redupnya tak dapat menggapai mereka yang berada di bawah sinar bulan malam hari. Akan tetapi, seperti bulan penuh, bulan dengan warna yang lebih lembut melebur ke dalam langit memiliki sebuah pesona yang dapat membuat waktu terhenti dan membuat orang-orang yang merenungkan hal tersebut. Dicampurkan dengan puisi dari padang rumput luas dan bunga kecil yang tersebar sejauh mata memandang, semuanya tampak seperti sebuah ilustrasi dari cerita dongeng yang biasa ada di buku.
"Ibu."
Di tengah pemandangan yang seindah surga itu, tanpa mengabaikan sang bulan, seorang pemuda berlari dengan cepat. Dalam keterburuannya itu, ia hanya memakai sebuah celana dan kaos.
Wilayah yang disebut dengan nama Eucalypt memiliki banyak tempat yang tidak berkembang, dengan jarak dari kota ke kota dan dari desa ke desa bisa dibilang setengah hari. Kendaraan umum hanya lewat sekali dalam sehari, dan bila terlewat maka penduduk dan para pengunjung tak memiliki pilihan lain selain berjalan kaki. Mencari seseorang dalam dunia yang penuh dengan ladang tersebut terlihat mudah karena dengan jalannya yang tidak memiliki banyak halangan, nyatanya hal tersebut tidak mudah dilakukan.
Luasnya daerah pencarian itu adalah halangan utama dalam mengejar seseorang. Melakukan pencarian yang memakan waktu yang sangat lama. Sangat sulit untuk mengejar seseorang bila orang itu tidak bergerak sedikitpun dari tempat dimana keduanya dapat melihat satu sama lain.
"Sial, kenapa jadi begini?" habis sudah kesabaran pemuda itu selagi mengusap keringat yang mengalir dari keningnya dengan lengan kaos yang dia kenakan.
kakinya sudah berlari kesana kemari di ladang itu, sampai akhirnya berjalan dengan pelan dan terhenti. Mungkin dia tidak memiliki waktu untuk memakai sepatunya, dia tidak beralaskan kaki. Kaki pria itu berdarah, mungkin karena ia menginjak beberapa ranting atau kerikil. Apakah orang yang ia cari dari tadi itu cukup penting sampai harus mendapati luka seperti itu? Pemuda itu berlari sambil mencermati hal tersebut.
Dengan penuh kedengkian pertanyaan yang mengelilingi dirinya dan tanpa sebuah jawaban yang tepat untuk itu, ia berlari kembali. Bunga-bunga putih yang ia injak berwarnakan merah darah. Sakit pada kakinya itu membuat pikirannya kosong.
"Ibu.. panggil namaku."
Haruskah aku kembali saja? Mengabaikan orang yang aku cari?
"Namaku..."
Bila dia memilih untuk tidak kembali maka sederhananya pasti ia akan lanjut untuk mencarinya. Dalam situasi itu, kebimbangan adalah faktor yang membuat waktu terbuang. Setidaknya, mungkin ia dapat menemukan sebuah petunjuk dibalik ladang yang luasnya tak terbatas itu.
"Ah."
Sebuah pita merah tiba-tiba terbang menuju dirinya. Pita merah itu terbang ke dunia berwana hijau, biru dan putih. Mengikuti instingnya, pemuda itu menjulurkan tangannya kepada pita merah tersebut. Telapak tangannya dengan perlahan mencapai benda yang terlihat seperti hadiah dari surga.
Pemuda itu melihat ke arah angin berhembus. Ia dapat melihat bayangan hitam. Terlihat beberapa orang mengelilingi sebuah seperda motor. Salah satu dari mereka menuju ke arah pemuda itu. Dan saat sudah cukup dekat ia mulai menyadari itu adalah perempuan. Terlebih lagi, ia memiliki kecantikan yang sangat menawan. Rambut keemasannya tertiup angin, melayang di antara kelopak bunga, dia berhenti di depan mepuda itu dan melihat pemuda itu dengan tatapan yang tajam.
"Hum.."
Mata birunya menunjukkan sebuah pesona misterius dan membuat pemuda itu merasa aneh.
"Senang bertemu denganmu. Saya menuju kemanapun yang diinginkan klien saya. Saya adalah Boneka Kenangan Otomatis, Violet Evergarden." bagaikan sebuah boneka, ia membungkuk dengan anggun. Seperti halnya penampilan yang ia miliki, ia mengeluarkan suara dari bibir merahnya yang menawan, namun apa yang dia katakan sangat tidak sesuai dengan tempat dimana ia berada sekarang.