5

1.7K 260 28
                                    

"Apa?! Dia dua tahun lebih muda darimu?!"

"Masih sembilan belas tahun?!"

Minji mengangguk menanggapi semua pertanyaan itu. Sekarang ia sedang berkumpul dengan Hae In dan Jihye di kafe yang mereka datangi sebelumnya. Sepertinya mulai sekarang mereka akan terus berkumpul di tempat ini. Bukankah semua anak muda keren punya tempat nongkrong masing-masing?

Anak muda keren? Berarti aku juga? Fufufu.

"Sebentar, aku mau lihat fotonya lagi," pinta Hae In.

Minji menyerahkan ponselnya, menampilkan foto selfie Seongeun. Kedua temannya menilai dalam diam. Seolah sedang meresapi ketampanan makhluk ciptaan tuhan itu.

"Oh," Jihye mengerjap lugu. "Kalau dilihat-lihat dia memang tipe yang arrwhh bukan sih?"

Hae In menyanggah, "Bukan, daddynya Minji sepertinya tipe yang grrh."

"Kalian ini bicara apaaa?"

"Kami sedang membicarakan tipe daddy, Minji. Ayo katakan, seperti apa daddymu itu?"

"Eh? Kenapa malah bahas soal tipe daddy, aku 'kan mau minta pendapat kalian, harus kuteruskan atau tidak hubunganku?"

Dengan santai Hae In menjawab, "Lanjutkan saja, Minji! Soalnya daddy kamu tipe grrh."

Meskipun sempat beda pendapat, Jihye juga ikut mengangguk. Minji memutar bola mata. Astaga. Apakah ia melewatkan pelajaran seputar dunia 'sugar' sampai tak mengerti apa yang mereka bicarakan?

"Jadi, apa maksud grrh itu? Bukankah itu terdengar seperti bunyi binatang buas?"

"Memang benar! Binatang buas!" Hae In tertawa dengan ekspresinya yang aneh. Seoalh terlukis kata-kata 'mari menodai anak polos ini' di jidatnya.

"Ayo sini, Minji. Mendekatlah, kita akan mengajarkanmu lebih dalam tentang dunia gula-gula yang semanis gulali. Aw!"

Beberapa pengunjung kafe sampai menoleh ke arah meja mereka karena mendengar jeritan centil Hae In. Minji pun mencubit paha temannya.

"AW!" jerit Hae In lagi.

Jihye mengambil alih. "Kasus ini memang unik dan langka. Bahkan kami tak pernah mendengar ada daddy yang usianya lebih muda dari babynya, pfft ... Oke maaf. Jangan mencubitku juga."

"Tapi, sebenarnya kamu tidak perlu mengkhawatirkan masalah usia, iya 'kan? Toh hubungan kalian ini hanya sebatas simbiosis mutualisme. Asal sama-sama senang, sudah beres."

"Tidak semudah itu, Ferguso." Minji memasang wajah serius. "Kau paham tidak sih? Dia ini masih muda. Sembilan belas tahun. Dan dia sangat kaya, dia bahkan menawariku rumah. Apa menurutmu itu masuk akal? Dia pasti mencuri uang ayahnya!"

"Siapa tau dia punya usaha sendiri? Anak muda jaman sekarang kan hebat-hebat," jawab Hae In santai. "Kecuali kita."

"Ugh ... Tapi 'kan tetap saja—"

Klinting~

Tiba-tiba lonceng kecil pada pintu kafe berbunyi nyaring. Disusul suara riuh pengunjung yang baru datang. Mereka bergerombol, muda-mudi dalam balutan busana super modis. Karena berisik, mau tak mau semua yang ada di kafe menoleh dan memperhatikan.

"Duh, kamu yakin makanan di sini enak? Kok tempatnya tersembunyi gini sih?" bisik seseoranng yang sebenarnya masih terdengar kencang.

Minji mengernyit, rasanya ia pernah mendengar suara ini. Tipe suara melengking dengan nada manja, tiap kata yang keluar dari mulutnya mengandung kesombongan alami. Siapa lagi kalau bukan Lim Yejin.

Kedua sudut bibir Minji terangkat. Meski hubungannya tidak terlalu bagus dengan Yejin, tapi ia tetap senang bisa kebetulan bertemu seperti ini.

Yejin masih belum menyadari keberadaan Minji, gadis itu sibuk bermain dengan ponselnya yang punya tiga kamera. Mungkin sedang nge-tweet sesuatu atau cuma sekedar buka galery-keluar-buka lagi-keluar lagi.

"Yejin!" panggil Minji pada akhirnya.

Pemilik nama menoleh refleks. Dua alis sulaman itu terangkat dan wajahnya sangat lugu. Sesaat, Minji bisa melihat raut wajah yang dulu ia kenali meski sekarang sudah tertutup make up tebal. Kepercayaan diri Minji meningkat, ternyata Yejin (setidaknya) masih memiliki kesamaan dengan yang dulu.

Mereka berdua bertatapan.

Tidak disangka Yejin malah melengos setelah mengetahui siapa yang memanggilnya.

"Siapa? Temen kamu?" tanya teman se geng Yejin.

"Nggak kenal. Pergi yuk, aku dapet rekomendasi kafe yang lebih bagus nih.

Hati Minji langsung patah. Hancur menjadi butiran debu. Sebenarnya ia tak berharap banyak Yejin akan bersikap ramah, tapi, ya ampun ini memalukan. Kalau tidak ada orang lain selain dirinya, Minji tidak akan sesakit hati ini.

Ugh. Lihat,sekarang pengunjung kafe yang lain menatapnya dengan tatapan kasihan.

"Lho ... Hei, aku baru saja mau pesan."

"Batalkan saja. Nanti aku yang traktir." Yejin yang pertama keluar dari kafe itu. Kalimat ajaib yang diucapkannya membungkam protes, gerombolan anak elit itu pun meninggalkan kafe.

Suasana kafe kembali tenang.

Kepala Hae In dan Jihye muncul di samping pundak Minji.

"Yakin nggak mau meneruskan hubungan dengan daddy Seongeun?"

"Harus diteruskan!" jawab Minji berapi-api.

Heh! Teman yang sombong seperti itu harus dibalas!

.

.

.

Bersambung~

Nggak ada seribu kata 😂
Maaf dikit. Hahahah

📆 25 November 2020

Sugar Daddy [ Seo Seongeun X OC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang