Tiga

57 57 54
                                    

Sudah menjadi kebiasaan mereka untuk berkumpul di markas. Tempat berkumpul mereka cukup sederhana, atau memang sangatlah sederhana. Bukan rumah pohon ataupun sebuah bangunan tua. Melainkan sebuah pohon mangga rindang lengkap dengan buah nya.

Membuat markas di atas pohon mangga, dengan panjatan sebuah kayu— tertempel pada batang pohonnya membentuk tangga menuju atas.

Ide itu berasal dari otak Rendy, yang entah bagaimana bisa disetujui oleh semuanya.

Tidak ada yang istimewa dari markas mereka. Hanya ada papan yang membentang antara dahan satu dengan dahan lainya— itu untuk mereka duduki, dan juga penguji andrenalin.

Sholat dhuhur baru selesai beberapa saat yang lalu, Ara berada di markas dengan kedua sahabatnya. Dengan alasan melihat cogan bertebaran sehabis ibadah sholat.

Menerut Ara, ada hal berbeda ketika dia melihat wajah seorang yang telah usai melakukan ibadah. Seperti wajah itu berkilau, mirip dengan rambut pada iklan shampo Lifebuoy.

Arka dan yang lainnya tidak ikut, mereka lebih memilih ngadem di masjid sekolah. Entah kenapa, cowo seperti Arka menjadikan masjid sekolah tempat favoritnya. Favorit untuk tidur maksudnya.

Mungkin karena memiliki hawa yang berbeda, dan itu mengundang rasa kantuk untuk tiba.

Dari berbagai banyak cogan yang Ara lihat, tidak ada satupun yang kecantol pada hatinya.

Hati Ara memang sepenuhnya untuk Arka.

Tapi, apa Arka peduli itu?

"Kenyang mata gue," Komentar Risa. Diantara mereka bertiga, Risa lah yang Paling berantusias menyangkut hal berbau cogan.

Tidak ada cogan yang absen dari pandangan matanya.

"Gas Kanti woe! Baim sama yang lainya otw sana." Ara menoleh pada Rasta, si pemberi kabar. Mengapa Arka tidak memberi tahu padanya? Bukankah sebelum sebelumnya dia selalu mengabari Semua hal? Tidak biasanya Arka seperti itu.

Ara sudah menjadi tempat bergantung Arka, begitupun sebaliknya.

Mereka berdua seperti memiliki hubungan khusus, hubungan yang dinginkan oleh Ara. Namun, tidak dengan Arka.

Terkadang, memendam rasa adalah pilihan terbaik.

Ara turun paling terakhir. Memang, dirinya duduk pada papan kayu tertinggi yang ada.

Papan kayu yang selalu ditempati oleh Arka tentunya.

"Woilah! Ara cepetan, itu ada Pak Yono!" Desak Risa yang tengah heboh dibawah sana. Kepalanya terus saja menoleh pada titik satu dengan titik lainnya, memastikan bahwa Pak Yono tidak menyadari keberadaan Ara yang tengah berusaha turun dari pohon mangga.

"Anjim! Gue  lupa cara turunnya goblok!" Balas Ara. Dia merasakan panik dengan kehadiran Pak Yono. Ditambah dengan desakan Risa yang menyuruhnya untuk cepat-cepat turun, membuat Ara menjadi kebingungan.

Sebuah kepanikan bisa membuat orang menjadi bodoh seketika. Ara terlalu panik, sampai dia lupa bahwa ada pijakan kayu di batang pohon, yang sengaja dijadikan tangga.

"Gue duluan, Ra! Lo nyusul aja!" Terik Rasta sambil menarik tangan Risa untuk segera pergi, meninggalkan Ara sendirian di atas Batang pohon mangga. Dia memilih untuk kembali ke atas, memikirkan bagaimana cara turun dengan aman. Rasa panik akan membuatnya lupa, meskipun itu hal yang sangat mudah.

Cara turun dengan aman tidak kunjung datang mengetuk pintu otaknya. Membuat Ara semakin panik memikirkan cara teraman untuk turun.



















MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang