Jeng jeng jeng
-
-
-
-
Pelajaran Pak Gibran masih berlangsung saat ini. Baru saja Ara mengintip kelas nya, sepertinya teman temannya tengah tersiksa batin di sana.
Niat ingin tidur di UKS ter gagalkan dengan adanya Arka dan Jane. Mereka itu selain menyiksa fisik Ara, juga menyiksa batinnya.
Yasudah, dengan senang hati Ara berpindah haluan. Dia akan bolos, memiliki pergi menuju rofftop, tempat teraman dari jangkauan mahluk meresahkan.
Ara berjalan dengan tenang menuju lantai empat, menaiki sebuah tangga tanpa pembatas. Di atas sana juga sama, tidak ada pembatas sama sekali.
Sinar matahari pagi, dan juga hembusan angin. Dua hal yang menenangkan untuk dirasakan.
Ara menarik napas dalam, kemudian menghembuskan nya dengan Berlahan.
Matanya terpejam, duduk di pinggir Dengan kaki yang tergantung. Ara akui Arka memang lah play boy, namun dia tahu, Arka tidak akan pernah berbicara dengan nada lembut kepada pacarnya.
Ara terkejut saat ada tangan yang menepuk bahunya pelan. Dia menoleh pada arah belakang.
Seorang perempuan cantik dengan warna rambut ungu terang tengah berjongkok dibelakangnya. "Oh, hai kak Anne." Ara menyapa dengan nada kalem.
Orang yang di panggil Ara dengan sebutan 'Kak Anne' telah berpindah tempat menjadi di sebelah nya.
"Kenapa kesini? Lagi ada masalah?"
"Eh," Ara terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Anne. Bukan pertanyaannya yang aneh, melainkan orang yang bertanyalah.
Anne adalah kakak kelasnya dulu, dia tidak lulus karena satu tragedi yang menimpa nya, membuat dia harus mengulang satu tahun kembali.
Sifat Anne yang suka mem-bully dan bermain kasar membuat Ara tidak percaya akan pertanyaan yang dia lontarkan kepadanya.
"Kok diem? Kaget ya lihat gue kayak gini?" Anne tersenyum. Senyum yang tidak pernah Ara lihat sebelumnya.
"Mereka semua lihat gue dari luarnya, yah. Coba deh lihat gue dari dalem."
"Buka baju dulu dong, kak. Biar dilihat dari dalem." Celetuk Ara reflek. Sedangkan Anne menanggapi nya dengan kekeh-an.
"Gue salut sama lo yang bisa ketawa keras, padahal aslinya lo lagi terluka." Ara hanya diam, membiarkan Anne terus berbicara.
"Maksud lo apa, kak?" Otak Ara yang tengah berada di fase lemot.
"Terkadang, orang yang ketawa nya paling keras adalah orang yang memiliki masalah ataupun beban hidup yang paling berat." Ara masih berusaha mencerna kata kata Anne.
"Jangan berpikir kalo lo orang yang paling menyedihkan. Lihat kebelakang, Ada gue yang tengah berada di posisi yang sama kayak Lo saat ini."
Anne berdiri, kemudian mengulurkan tangannya pada Ara. "Gak ada gunanya Lo sedih. Gak ada yang peduli. Mending kita seneng seneng sekarang, lupain semua nya untuk sesaat."
"Sibuk mikirin hidup yang penuh tanda tanya Cuekin aja, jalani aja, ikutilah alurnya
Saat kau lelah dan mulai resah Bernyanyi Lah saja syalalala." Anne menyanyikan lagu via Vallen holiday.Hati Ara sedikit tersentuh. Ia tersenyum, menggapai tangan Anne, lalu ikut dengannya entah kemana.
Dan mulai saat itu, Ara dan Anne menjadi lebih dekat satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories
Teen FictionTak mengapa, lupakan semua kenangan Sedih, pegang tanganku dan tertawalah Tak mengapa, sekarang hitung satu dua tiga Dan lupakan Lupakan semua kenangan sedih, pegang Tanganku dan tertawalah Mari berharap bahwa akan ada hari yang Lebih baik kalau kau...