"Tiap orang pasti punya happy ending-nya masing-masing."
Raden
Akhirnya gue nikah! Nikah sama Ratih. Rasanya tuh nggak bisa dijelasin lagi segimana senengnya perasaan gue saat ini. Pengin salto. Pengin jingkrak-jingkrak. Pengin kayang, roll depan ples roll belakang. Dibolehin nggak, ya, sama Ratih?
Gedung yang gue sewa mewah dengan harga yang fantastik. Dekorasinya juga elegan, sesuai apa yang Ratih mau.
Sumpah! Gue udah nggak deg-deg-an lagi ada di dekatnya Killa. Udah biasa aja. Udah kayak sama temen sendiri. Cuma gue rada canggung aja sama dia. Ya, karena kesalahan di masa lalu yang nggak akan pernah bisa gue lakukan.
Dengan tanpa dosanya gue nyium dia di hari pernikahan gue. Anjing. Kan, gue jadi flashback gini. Sialan!
"Semoga ini yang terakhir, ya." Killa menyalami gue dan gue menyambut uluran tangan lembutnya itu dengan biasa.
"Pasti," gue menganggukkan kepala. "Makasih, ya, Kill."
Jangan sampe kejadian lama keulang lagi di hari pernikahan gue gini. Bisa mati berdiri si Ratih.
Killa memeluk Ratih, mengusap-usap punggungnya. "Nanti kalau gue nikah, harus elo yang desain gaun pengantinnya, ya."
Ratih sekarang udah jadi desainer sukses. Namanya terpampang di butik-butik keren. Sedangkan, gue baru aja menyelesaikan kuliah gue. Ya, ya, gue kuliah sambil usaha ini-itu. Gue sadar kalau gue bego. Makanya gue perlu lanjut pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Gue nggak mau ntar anak-anak gue malu punya 'papa' yang bego kaya gue. Suer.
Emang gue kuliahnya yang paling lama di antara temen gue yang lain karena suka ambil job keluar kota buat manggung. Ya, udah lah. Nggak papa. Yang penting dapet gelar sarjana dan nikah sama Ratih. Tujuan hidup gue 'kan cuma itu.
"Masalah dress mah nggak usah dipikirin," kata Ratih. "Lo tinggal cari calonnya aja. Apa mau bareng sama kita, sekarang?"
"Ngaco, ih!"
Apa Killa juga akan kembali sama Barra, ya? Gue bertanya-tanya dalam hati. Tuh monyet satu nggak pernah ada kabar. Entah masa hidup apa kagak tuh dia di Swiss.
Yang penting mah kemarin gue udah ngirim undangan ke rumah orang tuanya. Rumah yang alamatnya masih gue ingat dengan jelas karena gue sering main ke sana.
Setelah memberi ucapan selamat ke gue dan Ratih, dia dan Dito buaya darat itu menghampiri meja makan untuk mencicipi dessert yang ada. Si Dito tuh doyan makan. Gue baru tahu.
Gue nggak nyangka Killa dateng ke sini bareng Dito. Gue yakin sih si Killa masih ngarep sama Barra. Cuma Barra-nya aja dungu. Malah ngilang dan nggak nongol sama sekali. Dungu bener tuh cowok.
Dito makan kayak orang kesetanan dan gue ngeri sendiri lihatnya. "Sayang, temen Masmu kok gitu amat, sin." Gue mencoba memprotes. "Makan rakus banget. Malu-maluin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nikah Lagi?
RomanceUPDATE SETIAP HARI!/17+ Istri gue sendiri yang nyuruh gue nikah lagi. Anjim banget! Ya, gue kagak mau lah. Sumpah. Meskipun gue tahu nikah tuh enak. Mantap. Kalau istri gue ada dua, otomatis gue mantap-mantap-an dua kali sehari. Terus kalau istri gu...