Tera

4 0 0
                                    

    Semalam mereka bertiga beristirahat di rumah kosong, Ken punya banyak tempat untuk berlindung, seluruh tempat seperti lemari baju baginya. Krista sedang membuat teh sekalian menyiapkan pisau-pisaunya, Ken menunggu jam keberangkatan sambil memeriksa lagi rencananya. Mereka berdua sudah mondar-mandir kecuali Tera, masih saja tidur di kamarnya. Kaki kirinya terjulur keluar dari selimutnya sehingga menyentuh lantai. Pagi ini ada misi yang sangat penting, mereka harus bersiap-siap. Misi apapun yang telah mereka lewati, seratus persen berjalan lancar, Tera menjamin itu jika Ken yang memandu.
    Kelab rubah akan buka jam sembilan pagi dan akan ramai jam sepuluh pagi, meski mereka sempat bekerja sampingan pagi ini. Kapal akan datang mengangkut orang-orang Kuwei untuk mencari pekerjaan dan para pedangan eceran. Tiba waktu kapal itu kira-kira empat puluh menit lagi, kapal itu akan bersandar di pelabuhan sejenak dan akan berangkat jam tujuh lebih empat puluh menit. Tera akhirnya terbangun dari tidurnya, kebablasan dari fajar. Turun dari tangga sembari memerangi matanya yang ingin tidur kembali.
    "Baik sekali membuatkan aku teh," kata Tera.
    "Ini untuk Ken dan aku, kau bikin saja sendiri," jawab Krista
    "Kenapa tidak sekalian," ujar Tera gregetan.
    Pagi-pagi Tera sudah naik darah saja. Hanya melindungi saja, pikir Tera. Misinya adalah melindungi Erikson hingga tiga puluh menit. Awalnya Tera disuruh melindungi si palsu, tapi Ken malah menyuruhnya melindungi yang asli sekarang. Orang itu akan datang ke kelab rubah lima menit lagi dan, Tera belum rampung bersiap-siap. Bisa jadi Ken memang sengaja memalsukan jam keberangkatannya, dia sudah mengasumsikan kalau Tera akan terlambat. Selalu terlambat.
    Kemarin Tera bersama ken ke panggung drama. Ken membuat jeblosan supaya dia bisa mengambil pakaian di lemari. Ada berbagai kostum di lemari, Ken sempat bertanya kepada Tera, kemarin Tera pergi ke pasar, dia bertemu banyak sekali orang tua. Ken bertanya orang tua yang Tera ingat bergambar seperti apa. Jelas sekali penjual yang berdebat dengannya, Tera benar-benar mengingat orang itu. Tapi sarannya ditolak. Akhirnya Tera mendeskripsikan orang yang berbaju jas hitam, memakai topi pesulap dan berkumis handlebar.
    "Baiklah, kita berangkat sekarang. Ulur waktu sampai tiga puluh menit, setelah itu pergi ke perpustakaan dan, ambil jalan bawah tanah," kata Ken.
    Ken membuat jalan rahasia di bawah perpustakaan, sesekali mereka pergi ke sana untuk mencari informasi yang mereka butuhkan. Dari sejarah-sejarah, peta, dan lain-lain.
    Mereka bertiga keluar dari rumah, bersiap untuk berpencar. Ken bersama Krista ke arah barat laut, sedangkan Tera ke timur laut. Saat Tera ingin beranjak dia dingatkan lagi kepada Ken. "Ingat Tera, tiga puluh menit. Apapun yang terjadi tanpa sebab, kau harus pergi tanpa syarat," Tera mengangguk.
    Tera berjalan dengan santai, dia berfikir kalau akan tiba secara bersama dengan Erikson. Disepanjang jalan, Tera melihat kepolisian kardolla beroprasi, setiap rumah, setiap kafe, dan setiap hotel. Tidak ada yang tersisa. Tera menguap karena masih mengantuk, dia butuh keributan untuk menyegarkan matanya, dia benar-benar sedang payah pagi ini. "Kenapa harus pagi sekali," rengek Tera. Selagi berjalan menuju kelab rubah, dia melewati berbagai penjual makanan ringan, tiba-tiba saja Tera teringat kacang kedelai yang dia masak. Betapa tobatnya dia memakan masakannya sendiri, asinnya bukan main.
    Sekitar delapan puluh kilometer lagi Tera akan sampai di kelab. Dia melihat orang berbaju jas hitam panjang beserta topi yang tidak asing bagi Tera, orang itu tampak sedang was-was. Tunggu sebentar. Tera berusaha melihat orang itu dengan matanya yang mengantuk. Mata Tera tiba-tiba saja tegas sekali. "Itu bapak yang menabrakku kemarin," katanya.
    Tera mendekati bapak itu dengan muka gaya santai. "Ini bapak yang kemarin bukan?" Tanya Tera.
    "Oh... anda pemuda kemarin yang aku tabrak." kata bapak itu, sementara matanya memantau kanan kiri jalan.
    "Benar dan, apa yang anda lakukan di sini?" Mata Tera mengikuti bapak itu, penasaran apa yang sedang ia pantau.
    "Katanya di tempat ini akan ada orang bernama Tera yang akan melindungiku jalan pulang," kata bapak itu.
    "Tunggu dulu," Tera mengerutkan keningnya. "Jadi kau adalah Eriksss..." Bapak itu memberi isyarat untuk tetap tenang. "son."
    "Saudara Tera?" Erikson mulai agak bersemangat.
    "Ya aku Tera dan, mungkin anda tidak akan suka apa yang akan kita buat ini nanti," Tera masih tampak kebingungan.
    "Maksudnya, mengantarku pulang?" Katanya berpengharapan.
    "Yang jelas pak, saya tidak mengerti apa maksud teman saya, tadinya saya diberi tugas untuk memancing kepolisian Kardolla bersama orang yang menyamar seperti anda. Tapi dia berallih pikiran kalau saya harus bersama anda dan---"
    "Menjadi umpan," terus Erikson.
    "Benar."
    Erikson makin gelisah, dia tidak tahu harus bagaimana. Tera tidak mengerti apa yang Ken pikirkan, kalau misinya mengantar Erikson pulang ke Nevainer, lantas kenapa yang asli dijadikan fungsi untuk umpan. Pemikiran orang itu susah betul untuk ditebak. "Dengar pak," Tera menggenggam kedua pundak Erikson. "Teman saya selalu tidak salah, dia punya alasan kenapa mengutus saya untuk melindungi bapak. Bisa saja nanti di sana tidak aman atau justru mereka yang menjadi umpan."
    Erikson mengangguk. "Baiklah nak."
    "Sekarang kita hanya perlu ke pelabuhan pertama, kita akan panggil semua kepolisian Kardolla," kata Tera. Bapak itu hanya mengangguk setuju. Mereka berdua berjalan santai, Tera ingin bapak itu tidak terlihat waspada, supaya tidak terlalu tampak mencurigakan. Dari tadi Tera lihat, Erikson selalu menoleh kanan kiri, kegelisahannya kelewatan. Tera harus cari cara supaya mereka kelihatan normal.
    "Jangan terlalu was-was pak," Tera memulai. "Jadi, apa yang bapak lakukan di sini?" Tera memandang Erikson.
    "Desa saya sedang hancur dan, saya bisa mencegah kehancuran tersebut. Saya harus mengumpulkan uang sebanyak mungkin supaya desa saya bisa membeli alat-alat canggih untuk menanam dan kebutuhan lainnya," cerita Erikson.
    "Dengan menjual ramuan itu bisa membuat bapak kaya?" Tanya Tera.
    "Jika tidak, mana mungkin aku sanggup membayar lima belas juta kairo untuk kalian." Bapak ini ternyata benar-benar kaya.
    Sejauh mereka berjalan tidak melihat satupun kepolisan Kardolla, pembelian tiket tidak jauh dari posisi mereka. Mungkin Ken sudah memperkirakan ini, kalau mereka akan aman di pelabuhan pertama. Akan tetapi, Tera ingin sesuatu bencana untuk bersenang-senang. Demi uang lima belas juta kairo, hanya bersandar maklum menerima kebosanan ini.
    Dari kejauhan terdengar orang berteriak. "Sturn" Yang artinya berhenti.
    Mereka berdua menoleh kebelakang. "Sialan, ini terlalu cepat. Tunggu, bukannya aku memang berharap," Tera mengangkat bahu dan Erikson kehilangan akalnya. "Masuk ke dalam gang itu pak," Tera mengacungkan jarinya. Kedua revolvernya ditarik dan mulai menembak, dia hanya menembak setiap kaki kepolisian Kardolla, Tera tidak ingin membunuh manusia tak berdosa. Dalam sudut pandang Ken, tidak peduli siapa yang dia bunuh. Orang paling brutal yang pernah Tera temui.
    Setelah saling adu tembak, Tera menyusul Erikson di gang, kepolisian Kardolla sudah semakin dekat. Tera memandu Erikson dalam kejar-kejaran ini, dua orang melawan entah berapa banyak di sana. Mereka keluar dari gang dan berlari menuju distrik pergudangan, tempat itu begitu luas dan tidak amat jauh dari perpustakaan. Sangat cocok sekali untuk bersenang-senang. Sesekali Tera membalas satu dua tembakan, mereka betul-betul diberondong peluru. Dipikir-pikir ternyata bencana yang Tera harap tidak begitu baik, ia sungguh menyesal. Tera dan Erikson hanya bisa berlari, dia melihat bapak itu termengah-mengah kecapekan. Tera harus berhenti dan menyanggah tembakan dengan revolvernya, sementara Erikson mengatur nafasnya untuk siap-siap berlari lagi.
    "Tahan pak!" Seru Tera. "Tahan lima menit lagi." Dia tidak paham sama sekali, apa sebenarnya Ken pikirkan.
    Setelah tiga puluh menit, Tera harus membawa Erikson ke perpustakaan seperti kata Ken, apapun resikonya.
    "Sialan, ini kelewatan banyak," kata Tera mangkel. "Pak, setidaknya ada sisa tenaga untuk berlari lagi. Kita akan segera pergi dari kebisingan ini, tugas kita sudah selesai."
    Erikson menarik nafas kuat-kuat dari hidungnya. "Ayo."
    Tera menuntun bapak itu menuju perpustakaan. Orang-orang pada berlarian tak kenal arah, justru membantu pelarian Tera dan Erikson. Mereka menuju tempat yang ramai supaya kepolisian kardolla tidak asal menembak.
    Kebebasan mereka tidak jauh lagi, perpustakaan akan terlihat setelah mereka berbelok ke kiri. Secara mendadak Erikson terjatuh, kakinya kena tembakan dari salah satu kepolisian Kardolla. Tera sangat gelagapan harus bagaimana, asal tembakan itu ternyata dari atap rumah. Tera melihat satu orang di sana, orang itu bukan dari kepolisian. Bajunya gelap, memakai topeng, dan kerudung. Orang itu langsung lari dari tempatnya. Kepolisian Kardolla akan segera mengepung mereka, Tera kewalahan melawan sekian banyak kepolisian Kardolla. Waktu sudah tiga puluh menit tepat dan, seharusnya Tera sudah berada di perpustakaan. Jika yang Ken maksud apapun tanggungannya, apakah benar harus meninggalkan Erikson. Tapi bapak itu adalah sumber uangnya. Tera terombang-ambing berusaha berpikir kuat, dia kebingungan bukan main.
    "Sudah nak, kau pergi saja. Aku terlalu egois menyeret kalian ke dalam masalah saya," kata Erikson Tersengal-sengal.
    "Sialan, kita berdua harus selamat pak," Tera memapah Erikson supaya terus berjalan.
    "Sudah nak, aku tak sanggup. Luka ini begitu dalam."
    "Pak---"
    "Sandarkan aku, nak." Pinta Erikson.
    Tera menyandarkan Erikson di dinding. Nafasnya patah-patah. "Pergilah, mungkin ini adalah hukumanku. Ramuan itu seharusnya tidak aku buat. Aku telah membahayakan dunia dengan perang."
    "Tidak ada hubungannya! Kau sudah berjanji untuk menyelamatkan desa, dan lagi pula aku akan dihajar rekanku jika kau tidak selamat!" teriak Tera.
    "Masih ada satu orang lagi yang bisa menyelamatkan desaku, satu-satunya harapan kami," Erikson tersenyum. "Pergilah, selamatkan nyawamu, kau adalah anak yang baik."
    Tera menimbang begitu berat, sambil menguatkan hati akhirnya dia pergi dengan terpaksa. Dia pergi tanpa menoleh, lari dengan cepat serta berteriak, "Ken akan membunuhku!" Tera segera masuk ke perpustakaan, tempat ini sangat sepi seperti biasanya. Tera berlari menuju ujung kanan belakang dan membuka lantai kebebasanya lalu menutup kembali rapat-rapat.

Six of Foxes (Enam Rubah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang