8' Aku Minta Maaf

11 6 0
                                    

Menuju sore, Shelin mendapat kabar bahwa Zio dan Amel kecelakaan—kecelakaan kecil. Jadi, keduanya mengalami cidera dan tidak perlu mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit.

Tekad Zio untuk langsung berlari ke rumah Shelin setelah hasil test keluarganya keluar, gagal. Alhasil, Shelin yang bergegas menuju rumah bibi.

Sampai di ruang keluarga, Shelin bertemu dengan seluruh anggota keluarga Zio ditambah bibi beserta suaminya. Tiba-tiba Shelin merasa gugup pada langkahnya menuju keberadaan Zio. Laki-laki itu berbaring di sofa yang panjang dengan lutut dan siku diperban.

“Shelin, sini sayang.” Bibi langsung melambai dengan senyuman. Ibu Zio pun tersenyum menyambutnya, merasa kurang percaya diri untuk menyapa dengan bahasa Indonesia yang sudah diajarkan sang adik. Begitu pula anggota keluarga yang lain. Perlahan, rasa gugupnya hilang dan senyuman dari semua orang meringankan langkahnya.

Sementara Zio sendiri cepat-cepat bangkit dari tidurnya. Ia duduk tanpa ingin dibantu siapapun, padahal gerakannya membuat ia menyeringai nyeri. Kemudian Shelin duduk di sisinya.

“Gimana, Shel? Negatif, kan?” tanya Mas Andra, suami bibi. Shelin berkata bahwa hasil test keluarganya negatif.

“Syukurlah,” timpal Mas Andra dan bibi bersama-sama. Zio juga lega bukan main.

Kemudian, tiba-tiba kakak Zio berkata dengan bahasa Korea sambil bergantian menatap Shelin dan bibi. Shelin tidak tahu apa yang dikatakan kakak Zio itu.

“Kamu pacar Zio, Shel? Tuh, Jihwan-Oppa penasaran.” Bibi menerjemahkan dengan nada aneh yang terselubung.

Mau tidak mau mata Shelin menunjukkan keterkejutan. “Bukan, Kak. Saya dan Zio teman belajar.” Shelin menjawab apa adanya. Dan, ia memang Shelin yang Zio kenal.

Bibi kembali menerjemahkan, kali ini untuk Jihwan dan kakak Zio itu jadi menyimpan pandangan jail. “Sayang sekali, menurutku kalian cocok.” Kira-kira begitu kalimat Jihwan setelah diterjemahkan bibi.

Shelin sudah kebal dengan kalimat itu apabila Kania yang berucap. Akan tetapi, kali ini Jihwan, jadi Shelin tidak bisa menjawab sesuka maunya seperti ketika menimpali Kania. Zio menanti reaksi Shelin dengan penasaran sampai gadis itu tersenyum malu-malu. Zio sangat tahu Shelin tidak tahu harus menjawab apa saat itu.

Akhirnya bibi menyelamatkan Shelin dengan memperingati Jihwan untuk tidak menjaili anak orang lagi. Jihwan tertawa dewasa, sangat jauh dari Kania yang biasanya tertawa ngakak setelah menggodanya habis-habisan. Kemudian, Jihwan lagi yang membuka topik baru. “Biasanya Zio main ke rumah Shelin. Kenapa tadi malah keluyuran sama Amal?”

Zio sungguh tidak bisa menahan tawanya saat sang kakak salah menyebut nama Amel. Shelin ikut tertawa karena tawa Zio.

Setelah itu, giliran ibu Zio yang menimpali dengan omelan khas ibu. Intinya, ia menyesali kepergian Zio hari itu. Pikirnya, Shelin yang mengenal Zio sudah lebih lama saja tidak sampai senekat itu membawa Zio bermain keluar dengan sepeda motor. Sementara Amel, ibu Zio bahkan sempat ragu membiarkan gadis yang seperti tidak sadar pada setiap kata-katanya itu, belajar bersama bungsunya. Tau-tau anak itu mengendarai sepeda motor bersama Zio di boncengan. Sungguh nasar, tidak tanggung-tanggung ibu Zio menyayangkan sikap Amel.

Zio tidak berani menjawab ibunya. Ia juga kecewa dan tidak ingin lagi bersepeda motor dengan Amel. Di sisinya, Shelin tergugu takut.

Satu persatu orang dewasa di ruangan itu bangkit, sehingga tersisa Zio dan Shelin saja.

“Nggak ada luka serius, kan?” tanya Shelin. Zio mengetahui sejak gadis itu datang tidak ada raut panik atau cemas di wajahnya. Akan tetapi, Shelin menunjukkan secara jelas ketakutan di matanya.

Bye My First [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang