BAB 8 : Gone

191 26 2
                                    

Ubah tema anda menjadi gelap, dan selamat membaca!

disarankan sambil mendengarkan The Sound of Rain:)

disarankan sambil mendengarkan The Sound of Rain:)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi ini tidak seperti pagi pada biasanya. Sekolah nampak sangat kosong.

Tidak ada murid ataupun guru yang berlalu lalang di koridor. Karena mereka semua terkumpul di satu titik munculnya kehebohan pagi ini.

Di temukan mayat seorang murid lelaki di belakang gudang dengan kondisi yang mengenaskan.

Kepalanya pecah hingga otaknya terbuyar tidak utuh, sepertinya sudah dimakan hewan. Tubuhnya remuk seakan menyatu dengan beton.

Polisi sampai kewalahan menahan para kerumunan untuk tidak menerobos garis polisi.

Hal ini tentu mengundang kecurigaan pihak kepolisian, dari kesaksian pihak sekolah, orang yang terakhir terlihat di tkp adalah Choi Soobin.

Namun, ketika di mintai kesaksian, pemuda itu malah marah-marah.

"Minggir! Biarin gue masuk, sialan!"

Seorang pemuda daritadi mendorong benteng polisi di tkp itu dengan bringas. Ia terlihat sangat panik.

"Hei, anak muda! Tetap di belakang garis!" Bentak seorang polisi.

Namun sepertinya pemuda itu sudah kalut hingga tidak bisa mendengar apa-apa.

Perasaannya daritadi tidak enak.

Bruk!

Sepertinya kekuatan siswa itu tak main-main, para aparat kepolisian saja sampai jatuh tersungkur akibat di dorong olehnya.

Perlahan ia mendekati tubuh itu. Baunya sangat menyengat, namun itu tidak penting.

Seketika ia jatuh tersimpuh menutup mulutnya tak percaya. Bibirnya kelu untuk sekedar menutup.

Tepat di hadapannya. Orang yang selalu ia sakiti sekarang terbujur kaku dengan mengenaskan. Tidak ada senyuman menyebalkan lagi di wajahnya itu.

Kenapa tidurnya nyenyak sekali?

Tes..

Memori saat ia selalu membuatnya kesal terputar di otaknya seperti kaset rusak. Ia tidak bisa membendung air matanya yang saat itu juga pecah.

Ia menangis menakup wajah tenang itu lalu memeluknya. Sungguh, ia sangat amat menyesal.

"Permisi, nak. Kami harus mengotopsi korban. Tolong menyingkir."

000 • TXTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang