Anak Durhaka Paling Berbakti

311 50 7
                                    


Haruskah kita menjadi boneka untuk berbakti pada orang tua? Mengikuti kata mereka, setiap aturan dan keinginan, tanpa melawan dan harus menuruti semuanya?

Tenta saja, karena jika kita tidak menuruti apa kata orang tua, kita akan menjadi anak durhaka. Kita kita menyakiti hati mereka, karena menjadi anak yang tidak sesuai harapan mereka. Kita akan berdosa.

Benarkah begitu?

Berapa banyak mimpi-mimpi anak di luar sana yang harus dikorbankan--disembelih--hanya untuk menjadi anak "berbakti"? Haruskah kita menjadi boneka untuk menjadi anak berbakti? Ataukah kita harus melangkah ke jalan durhaka untuk menggejar mimpi?

Beruntunglah mereka yang memiliki orang tua pengertian, yang membebaskan anaknya untuk terbang. Tapi tidak semua orang memiliki kemewahan itu.

Ada orang-orang yang menderita karena harus memilih salah satu : mengorbankan mimpi dan menjadi anak berbakti, atau durhaka tapi memiliki impian sendiri?

Tidak banyak yang mengetahui ada jalan ketiga.

Jalan yang tak banyak ditempuh, karena lebih menyakitkan dari keduanya. Tapi, aku bisa memastikan jalan ini akan berakhir bahagia.

Yakni menjadi anak durhaka paling berbakti.

Begini, sebenarnya apa itu berbakti pada orang tua? Apa itu durhaka? Kita harus meluruskan doktrin yang telah dijejalkan pada pikiran kita selama ini.

Ada seorang anak berbakti yang mengikuti apa kata orang tuanya, masuk kuliah kedokteran, padahal dia bercita-cita menjadi koki dan punya puluhan gerai frencaise sendiri. Ratusan juta telah dikeluarkan orang tuanya untuk kuliahnya, tapi sayangnya ketika lulus, dia hanya bisa menjadi dokter umum dan belum bisa "balik modal". Sementara itu, teman dekatnya telah berhasil menjadi milyuner setelah membuka cabang restauran di lima kota besar.

Bagaimana perasaan dia? Menyesal dan membenci orang tuanya. Semua karena dia harus mengubur cita-cita demi menuruti apa kata orang tua dan menjadi "anak berbakti."

Sementara itu, ada anak lain yang dicap "durhaka" oleh kedua orang tuanya. Dia dari keluarga miskin, dan orang tua ingin dia kerja baik-baik, menjadi kasir toko atau pegawai kantoran. Tapi dia membangkang dan memilih karirnya sendiri, sesuai apa yang ia minati: menjadi ilustrator dan desainer grafis. Orang tua selalu memarahinya, mengata-ngatainya anak tak tahu diuntung, selalu membantah apa kata orang tua. Tapi sebenarnya dia sangat mencintai kedua orang tuanya. Di puncak karirnya, dia disewa untuk mendesain brand-brand besar, pada akhirnya bisa mengeluarkan keluarga mereka dari kemiskinan dan membahagiakan kedua orang tuanya. Hal yang akan mustahil dia lakukan kalau menjadi "anak berbakti" dengan mengikuti apa kata orang tua, bekerja jadi kasir toko.

Sekarang, katakan.

Apakah "tidak menuruti apa kata orang tua" selalu berarti durhaka? Dan apakah kalau kita mengikuti semua kehendak mereka, artinya kita berbakti?

Mana yang durhaka?

Mana yang berbakti?

Yang mana dirimu?

Kalau aku, rela dicap sebagai anak "durhaka", asal tetap berusaha membahagiakan mereka dengan caraku sendiri.

MindtalkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang