Episode 8: Please Kill Me!

28 0 0
                                    

Kami terus berlari menghindari kejaran para Noir dan manusia hingga sampailah kami di sebuah hutan yang cukup aman untuk bersembunyi.

"Kita istirahat di sini saja dulu, sementara aku akan mencabut peluru yang bersarang di perutmu dan mengobati lukanya." ucap dia sembari membuka tas kecilnya dan mengambil beberapa peralatan medis di dalamnya.

Aku hanya mengangguk pelan tanpa sepatah kata pun karena saat ini keadaan ku sangat lemah karena terlalu banyak darah yang keluar akibat luka tembakan.

Pelan-pelan dia mencabut peluru yang bersarang di perut ku, di saat itulah aku menahan rasa sakit dan perih nya saat proses pencabutan.

15 menit berlalu, akhirnya peluru berhasil dikeluarkan. Aku merasa lega begitu juga dia. Setelah peluru dikeluarkan dengan segera iya memperban perutku.

"Nah sudah selesai, sekarang kamu jangan banyak bergerak dulu agar darahnya cepat berhenti!" Ucapnya.

"I-iya.. Terimakasih." Balasku.

"Ya." Jawabnya singkat.

"Ngomong-ngomong siapa kamu? Kenapa kamu menolongku?" Tanyaku sesaat kemudian.

"Namaku Unva." Jawabnya dingin.

"Kenapa kamu mau menolongku?" Tanyaku mengulangi pertanyaan yang sama.

"........" Dia hanya diam.

"Kenapa kamu diam saja? Ayo jawab!" Desakku.

"Karena nasib kita sama." Jawabnya tak lama kemudian.

"Sa-sama?! Maksudmu?" Tanyaku yang tak mengerti.

"Karena kita adalah..." Ucap dia sambil membuka topeng yang dipakainya.

"Ma-matamu... Jangan jangan kamu..." Aku tak percaya saat melihat wajahnya.

"Ya.. aku adalah manusia yang sudah terinfeksi virus Noir, sama sepertimu!" Jawab dia sesaat kemudian.

Aku seakan tidak percaya, namun inilah kenyataan yang telah terjadi pada Unva.

"Sekarang kita harus bagaimana?!" Tanyaku.

"Entahlah, namun untuk sementara sebaiknya kita bersembunyi saja dulu di sini." Jawabnya.

"Baiklah." Jawabku lemas.

Tiba-tiba terdengar ledakan dahsyat dari arah kota disertai dengan angin yang berhembus kencang membuat pohon-pohon di sekitar kami seakan mau roboh.

Tak lama kemudian disusul dengan peristiwa langit yang terbelah menjadi dua sejauh mata memandang. Mengeluarkan ratusan bahkan ribuan pasukan Noir di sana.

"Waktunya telah tiba." Ucap Unva dengan suara hampir tak terdengar olehku.

Aku hanya bisa menangis sambil menutup mulut saat melihat peristiwa ini. memang aku pernah melihat sebelumnya dalam mimpiku namun aku tidak pernah menyangka jika semua ini dapat ku saksikan secara nyata dalam hidupku.

"Sebentar lagi dunia kita akan dikuasai oleh makhluk-makhluk itu. Aku tidak mengira jika waktunya akan datang secepat ini." Ucap Unva yang sudah terduduk lemas di tanah.

"Satu-satunya cara untuk mematikan mereka semua adalah dengan membunuh jantungnya. Maka dari itu, sekarang juga cepat bunuh aku Unva!" Teriakku sambil menahan tangis.

"Tidak. Aku tidak mau melakukannya!"

"Kumohon Unva! Ini demi seluruh umat manusia di dunia ini, aku rela jika harus mati yang penting kalian semua bisa selamat!"

"Tidak! Kau akan memohon sampai menangis darah pun aku tidak akan melakukannya!"

"Kumohon Unva, kali ini saja turuti permintaanku." Pintaku sekali lagi dengan suara yang melemah.

"Lupakan ide gila mu itu, pasti masih ada cara lain selain itu!" Kata Unva sambil beranjak berdiri.

"Tidak ada... Sepertinya." Gumamku yang sudah putus asa

"Kalau begitu kita bunuh saja mereka satu persatu." Ucap Unva.

"Itu mustahil, jumlah mereka terlalu banyak." Jawabku sembari menatap nanar ke arah kota yang sudah tak karuan lagi kondisinya.

"Hmmmm" gumam Unva.

"Tidak ada cara lain lagi. Satu-satunya cara untuk menghentikan peperangan ini ada ditanganku. Jika kamu tak bersedia untuk membunuhku, maka aku yang akan melakukannya sendiri." Kataku dengan lantang.

"Kau mau bunuh diri?!"

"Ya! Aku sudah memutuskan rencana ini bulat-bulat. Selamat tinggal Unva, semoga keadaan akan jadi lebih baik setelah kematianku."

Kataku pada Unva untuk terakhir kalinya dan setelah itu akupun berlari dan terjun ke dalam jurang yang tidak jauh dari hutan tempatku bersembunyi.

Semoga saja Tuhan mau menerima niat baikku ini. Begitu ucapku dalam hati.

"Tidak! Kau tidak boleh mati! Arrrrgggh!!" Teriak Unva sesaat setelah aku terjun.

Aku merasakan sesuatu telah menarikku dan saat kulihat bentuknya seperti ekor Noir yang memanjang.

"Hah? Bukankah ini ekor Noir?!" Aku kaget.

Sesampainya di atas aku langsung dilemparkan begitu saja dan menghantam sebuah pohon yang besar.

"Bruakk"

"Akhh" rintihku.

Perlahan aku mencoba berdiri dan membuka mata, saat kulihat telah berdiri sesosok Noir dihadapanku yang ternyata adalah..

"Unva?!!"

NOIR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang