Episode 3: A Tragedy That Has Changed My Life

50 1 0
                                    

Bel pulang sekolah telah berbunyi. Aku tidak sabar ingin cepat sampai ke rumah dan menemui tante. Aku sudah tidak peduli dengan kejadian tadi termasuk saat Raku mengucap kata "Noir" karena yang aku pedulikan saat ini hanyalah tante. Terakhir ku tinggalkan tadi aku yakin dia sedang tidak dalam keadaan baik.

Aku terus berlari menembus kerumunan orang. Dicaci dan dimaki tidak masalah karena aku tidak peduli. Setelah sekian menit berlari akhirnya aku sampai juga di rumah. Aku segera membuka pintu dan berjalan kearah ruang tengah.

"Tante aku pul..."

belum habis mengucapkan salam aku sudah di kejutkan dengan kondisi tante yang tergeletak di lantai yang penuh darah segar.

"Astaga Tante!! Apa yang sudah terjadi?!" Teriakku panik sambil mendekati tubuh tante yang ternyata telah mendingin. Aku pun menangis sejadi-jadinya.

"Siapa yang sudah berbuat tega seperti ini pada tante?! setelah ini aku harus menjalani hidup dengan siapa setelah kedua orang tuaku meninggal dan sekarang giliran tante yang pergi"

Ucap ku menangis sambil memeluk tubuh tante yang telah kaku. Belum selesai aku menangis tiba-tiba terdengar suara langkah seseorang menuruni anak tangga.

"Wah...wah, adik manis udah pulang rupanya"

Aku terkejut saat mendengar suara dan setelah kulihat ternyata dia adalah kak Phine, tetangga sebelah rumahku.

"Kak Phine? Kenapa kakak bisa ada di sini?" Tanyaku tak percaya sembari mengusap sisa air mata dipipi.

"Hanya bermain dengan tantemu, itu saja" ujarnya dengan seringai licik.

"Ja.. jadi yang membunuh tanteku kakak?!" Aku benar-benar tidak percaya.

"Aku tidak membunuh, aku hanya menjalankan aturan mainnya dan sayangnya tantemu kalah, maka hukumannya adalah membayarnya dengan nyawa"

Ucap kak Phine penuh kepuasan dan kelicikan.

"Tapi kenapa Tante harus dibunuh?!" Teriakku yang sudah tak sanggup lagi menahan air mata.

"Karena itu sudah menjadi aturannya dan sekarang giliranmu!!" Ucapnya dengan nada sejahat jahatnya.

Dengan cepat ia mengayunkan pisau yang digenggamnya dan melemparkannya ke arahku. Aku yang tidak sempat menghindar terpaksa harus menahan rasa sakit saat pisau tersebut berhasil mengenai kaki kiriku. Darah segar bercucuran keluar saat aku mencabut pisau yang baru saja menancap kakiku.

"Inikah akhir hidupku? Aku belum mau mati, namun untuk berdiri saja aku tidak bisa sementara dia semakin mendekat. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Tuhan, engkau dimana? Aku butuh pertolongan mu saat ini"

ucapku dalam hati sambil tergeletak lemas di lantai atau bisa dibilang aku sudah pasrah dengan semua ini.

Belum puas menyakitiku, iya mengambil satu pisau lagi yang ia simpan di sakunya dan melemparkannya lagi ke arahku.

"Syuuttttt"

Namun tiba-tiba...

"Trannggg"

Pisau itu jatuh ke lantai seperti ada yang menangkisnya dan benar saja memang ada yang menangkisnya dan dia adalah Raku, orang yang sudah membuatku kesal seharian ini.

"Rena! Cepat keluar dari sini sekarang juga!" Teriak Raku padaku.

"Eh, kamu? Kenapa bisa ada di sini?" Tanyaku

"Penjelasannya nanti saja! sekarang cepat kita kabur dari sini kalau tidak ingin hidupmu berakhir seperti tantemu!" Ucapnya lagi sambil menarik tanganku keluar rumah.

"Ah pelan-pelan kakiku sakit" rintihku.

"Kita harus cepat pergi sejauh mungkin dari sini sebelum Noir sialan itu mengejar kita!"

"N-noir?" Kata ku tak percaya kalau Raku baru saja menyebutkan kata itu.

"Iya. Orang yang sudah membunuh tantemu itu bukanlah manusia melainkan makhluk yang bernama Noir dan parahnya lagi untuk mereka yang sudah terbunuh oleh Noir, mereka akan menjadi bagian dari Noir tersebut." Jelas Raku.

Saat itu juga aku melihat kak Phine yang sudah berubah wujud menjadi makhluk yang mengerikan dengan ekor yang runcing dan memanjang serta taring dan cakar yang ikut tumbuh di mulut kaki dan tangannya.

"Mau lari ke mana kalian!" Teriak kak Phine alias Noir yang dengan cepat mengejar kami berdua.

"Raku, kamu lari saja sendiri. Aku sudah tidak bisa berdiri lagi, kakiku mengalami pendarahan dan terasa sakit bila digerakkan." Kata aku pasrah pada Raku sembari merintih menahan rasa sakit.

"Tidak Rena! Aku tidak akan pernah meninggalkanmu sendiri! Kau harus selamat! Aku akan membantumu!" Teriak Raku.

Sementara kak Phine yang sudah menjadi Noir semakin dekat dengan kami dan semakin dekat hingga akhirnya "graaaaaa!!" Menghilang tepat saat Raku membuka pintu rumahku.

"Sepertinya Noir tidak bisa terkena cahaya matahari. Ini bisa jadi kesempatan bagi kita untuk kabur dari kota ini sebelum malam tiba" Ucap Raku padaku.

"Tapi mau pergi ke mana, aku bahkan sudah tidak punya rumah lagi selain di sini"

jawab ku yang sudah terduduk lemas di tanah sambil memegangi kaki ku yang semakin membengkak.

"Itu kita pikirkan nanti, yang terpenting sekarang adalah mengobati luka di kaki mu dulu"

Ragu mengeluarkan beberapa peralatan P3K dari dalam tasnya.

Aku hanya diam sambil terus memikirkan apa yang baru saja terjadi. Hari ini benar-benar menjadi hari terburukku, namun entahlah mungkin di hari esok masih ada hari hari buruk yang akan terus menimpaku.

NOIR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang