Bab 2 : Sudah biasa

319 30 2
                                    

"Sudah biasa aku dijadikan urutan ke belakang olehmu, Langit. Akan tetapi, tidak papa aku akan berusaha lebih giat lagi agar bisa berada di urutan terdepan!"

Bantu cerita ini dengan komen dan vote><

"Langit, terima punya aku, ya?" pinta Ana dengan halus seraya memberikan senyum terbaik yang dia punya.

Langit hanya mentap sekilas ke arah Anandhi sebelum tangan itu terulur mengambil kotak makanan yang dibawakan oleh Vira.

"Makasih."

Ucapan singkat itu membuat senyum Vira bertambah lebar. Vira menganggukkan kepala dengan malu dan langsung pergi setelah makanannya diambil oleh Langit.

Anandhi dibuat melongo melihat kejadian yang baru saja terjadi di depan matanya. Sangat sulit diterima dengan sifat Langit yang membuatnya cemburu berat.

"Langit, kamu kok, gitu, sih? Aku duluan yang ngasih kotak nasi buat kamu, aku masaknya penuh dengan perasaan cinta dengan tangan aku sendiri, aku nunggu kamu ngambilnya dari tadi ..., tapi kenapa malah punya dia yang kamu ambil?!" tanya Ana dengan kesal menatap wajah Langit yang terlihat biasa saja tanpa merasa melakukan kesalahan.

"Resiko lu, gue 'kan udah bilang jangan pernah ngasih gue apapun karena gue gak suka!"

"Kenapa kamu gitu Langit, semua gadis di sekolah banyak memberikan hadiah atau makanan, tapi kamu terima. Terus kenapa dari aku gak kamu terima?" Anandhi memandang lekat wajah tampan Langit yang terlihat begitu datar di hadapannya.

"Karena gue benci lu! Gue gak mau nerima apapun pemberian elu! Sudah puas?!" tanya Langit sarkas.

"Kenapa?" tanya Anandhi pelan. Bahunya merusut dengan lesu. Sesuh inikah menggapai cintanya?

"Apa karena aku gadis bodoh?" Lanjut Anandhi.

"Salah satunya itu!"

Demi apapun Langit adalah salah satu orang yang sangat membenci kebodohan, walaupun temannya bersikap konyol, tapi soal pelajaran mereka bisa dibilang masuk dalam kelompok orang cerdas. Berbeda dengan seorang Anandhi yang bodoh, pembuat unar yang hanya tahu cara menimbulkan sebuah masalah.

"Aku tidak bodoh kok, hanya saja otakku memang standar," jawab Ana dengan asal.

"Ck! Cewek bodoh kek, lu mana paham omongan gue. Mending lu pergi dari hadapan gue, lama-lama gue enek lihat lu berada di hadapan gue!"

Pengusiran tak ramah itu langsung Langit ucapan seraya mengibas-ngibaskan tangan bermaksud agar Anandhi cepat berbalik pergi.

Namun, bukan Anandhi namanya jika mendenger pengusiran Langit akan menurut lalu pergi. Dia tidak akan selemah itu karena menurutnya setiap langkah yang kita ambil itu perlu pengorbanan. Anggap saja sekarang  dia berkorban ketabahan untuk mendapatkan cinta Langit.

"Gak!"

Dengan langkah pasti Anandhi mendekati Langit dan langsung saja mendudukkan bokongnya di kursi tepat di samping Langit tanpa menghiraukan tatap menghunus tajam memandang benci padanya.

"Pergi!" tekan Langit.

"GUE BILANG PERGI!" Habis sudah kesabaran Langit membuat dia harus mengeluarkan bentakkannya.

Bukannya takut, Anandhi justru tersenyum lembut menatap wajah tampan Langit yang sudah memerah menahan marah.

"Semakin kamu mengusirku, maka aku akan semakin mendekat ke arahmu," ucap Ana dengan tubuh depannya menghadap ke arah Langit. Dan perlahan demi perlahan makin mendekatkan wajahnya ke wajah tampan Langit.

Mengejar Cinta Langit (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang