Kepalaku terasa berat saat aku mulai membuka mata. Ternyata aku terbangun dengan masih memakai baju acara farewell party kemarin. Aku masih belum bisa percaya atas apa yang ku dengar semalam. Ucapan Dekha yang masih mengganggu pikiranku membuatku tidak bisa menahan tangis. Ku lihat jam dinding di kamarku ternyata sudah menunjukkan pukul Sembilan, aku memilih untuk mandi agar terasa lebih segar. Tidak lama setelah selesai mandi, aku mendengar suara mama memanggilku kemudian mengetuk pintu kamarku.
"Iya maa..." suaraku kemudian disusul oleh mama yang membuka pintu kamar.
"Kamu baru bangun ya? Pasti ketinggalan subuh ni. Udah mandi kamu Ya?" tanya mama.
"Iya nih Ma, baru siap mandi. Aya agak pusing deh kayaknya Ma," kataku pada mama lalu mama meletakkan tangannya di keningku untuk memeriksa badanku panas atau tidak.
"Oh kamu demam Ya? Istirahat kamu kalau gitu. Mau mama panggilin Dekha kesini Ya?" tanya mama padaku yang langsung aku jawab dengan menggelengkan kepala.
"Loh kenapa nggak mau? Kalian abis berantem? Baru semalam kalian jalan berdua," kata mama lagi
"Aya cuma mau istirahat Ma, kalau Dekha kesini nanti Aya malah nggak jadi istirahat. Malah jadinya diusilin sama dia," kataku berusaha memberi alasan yang tepat pada mama.
-
Aku menceritakan semua yang terjadi pada Zylla saat ia datang menjengukku.
"Gue sih dari awal udah ngerasa kalau Dekha suka lo Ay, lo nya kenapa sih nggak sadar"
"Gue nggak kepikiran karena selama ini kita kan emag dekat sebagai sepupu"
"Yaudah deh, jangan terlalu lo pikirin. Lo pasti lupa kan kalau hari ini ada pengumuman SNMPTN"
"Astaghfirullah, iya gue sampai nggak ingat sama sekali"
"Jam berapa emang pengumumannya keluar?"
"Jam 3 sore La"
"Ay gila ya, lo udah telat 15 menit. Buka sekarang websitenya!" kata Zylla sedikit panik.
Dengan cepat aku mengambil laptop dan langsung menghidupkannya, lalu membuka website pengumuman kelulusan SNMPTN dengan perasaan yang cemas.
"Yah merah Ay," ucap Zylla.
Aku hanya diam merasakan kegagalan yang sangat dalam. Aku merasa sangat kecewa melihat hasil pengumumannya.
"Kan dari awal gue udah bilang gue mau masuk swasta aja La. Gue mau cari univ swasta di Jogja juga banyak yang bagus," kataku dengan nada datar.
"Ay lo nyerah gini aja? Ini masih jalur SNMPTN kan, perjuangan lo masih ada di SMBPTN. Ingat Rezeki kita gatau dapatnya dimana," ucap Zylla yang aku tau ia sedang berusaha menyemangatiku.
"Gue gamau maksain diri karena gue tau kemampuan gue nggak bakal sampai kesitu," kataku pesimis.
"Gue nggak sama kayak Lo, yang punya bakat lebih terus bisa bebas pilih masuk univ mana yang lo mau. Secara lo anak jalur prestasi," tambahku lagi yang sepertinya membuat raut wajah Zylla berubah.
"Ay sorry kalau emang gue minta lo supaya kita bisa satu univ, tapi gue nggak pernah maksa. Kalau lo pengennya ke Jogja yaudah terusin, tapi gue kasih saran yang lebih baik. Ini juga buat lo bukan buat gue. Masalah univ negeri atau swasta itu emang pilihan, tapi apa salahnya coba yang terbaik dulu"
"Gue minta lo ambil di Malang biar bisa sama gue karena itu univ negeri, kalau lo ke Jogja lo bakal ambil swasta kan? Lo nggak pengen masuk ke salah satu univ negeri terbaik di Indonesia?" tambah Zylla lagi.
Entah kenapa tiba-tiba tangisku pecah, Zylla berusaha menenangkanku. Seharian ini rasanya aku ingin menangis saja. Rasanya hari ini adalah puncak dari rasa sedih selama hidupku.
-
"Aya sayang, bangun! Hari ini kamu jadi ujian SBMPTN kan?" tanya mama sambil membangunkanku.
"Iya Ma, makasih ya udah di bangunin"
"Berarti kamu nggak sempat ikut ngantar Dekha ke bandara? Dekha pasti bakal sedih nggak dianterin sama kamu"
"Iya nih ma, gimana lagi jadwalnya ngga memungkinkan Aya untuk ikut ke bandara"
Aku juga merasa sedih karena tidak bisa ikut mengantarkan Dekha ke bandara. Dekha memberi kabar padaku kalau ia menerima beasiswa ke Singapura seminggu yang lalu sebelum akhirnya ia benar-benar harus pergi sekarang. Berat juga rasanya melepas sahabat yang akan pergi jauh dari kita. Tapi kali ini melepasnya adalah yang terbaik demi pendidikannya.
Malam harinya aku menyempatkan untuk menelpon Dekha mengingat belum ada ucapan perpisahan dariku ataupun darinya.
"Assalamu'alaikum Ay," terdengar suara dari seberang sana.
"Wa'alaikumussalam Dekhaaa"
"Gimana ujian lo tadi? Lancar kan?"
"Alhamdulillah nih, soalnya bisa gue jawab semua. Cuma ada beberapa soal matematika yang gue skip, ribet hehe"
"Yah itu sama aja bohong haha"
"Kha sorry ya gue tadi nggak ikut nganterin lo ke bandara"
"Aman kok, tapi ga ada lo malah buat kepergian gue kurang dramatis nih"
"Iya juga, belum ada salam perpisahan ala drama gitu dari gue yakan? Harusnya tadi gue susulin lo ke bandara terus cegah lo biar nggak jadi pergi. Terus lo batal deh kuliah di Singapura hahaha"
"Iya, coba tadi lo beneran cegah gue, mungkin sekarang gue masih di Bandung"
"Ih apaan sih Kha, jangan bilang lo masih suka sama gue? Kapan sadarnya siiih!"
"Hahaha gue bercanda Aya"
"Oh jangan bilang juga lo ambil beasiswa ke Singapura supaya bisa move on dari gue? Dekha please ya, lo yang ceramahin gue karena gue masih terjebak sama masa lalu, sekarang malah lo yang-"
"Ay gue udah mau tidur nih, besok pagi banget gue harus udah ke univ soalnya. Good night Ayana," tutup Dekha yang tadinya memotong perkataanku.
-
*Hai perpisahan, aku harap kali ini tidak akan memberatkan perasaan. Semoga saja. Melepaskannya menjadi pilihan yang tepat dari sebuah keputusan*
Terus vote dan jangan lupa kasih saran ya buat cerita aku ini. Komentar kalian aku tungguin loh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, My Mochalatte
Teen FictionTentang seorang gadis yang masih penasaran dengan teman masa kecilnya.