Ikhtiar Demi Ikhtiar

10 0 0
                                    

Sebagai Ibu aku sangat khawatir melihat kondisinya dari hari ke hari. Ia rewel dan terlihat lesu. Selera makannya pun menurun. Jika doktet dan dukun bayi mengatakan tidak ada masalah, aku mengira ia mengalami trauma. Betapa aku merasa pilu mengkhawatirkannya. Aku takut ia akan mengalami masalah dalam tumbuh kembangnya nanti.

Aku terus berfikir untuk menemukan solusi. Akhirnya setelah berbincang dengan suami, kami sepakat mengambil beberapa langkah untuk mengatasinya. Setelah mendatangi dokter spesialis anak, kami bawa ke dokter ahli tulang. Dokter tersebut mengatakan tulang punggungnya sedikit membengkok. Ia akan membaik dengan tidur telentang selama beberapa hari. Tentu saja ini cukup sulit untuk dilaksanakan apalagi pada bayi berumur satu tahun. Demi kebaikan dan kesembuhan anakku anjuran dokter kulaksanakan semaksimal yang bisa dilakukan. Ditambah konsumsi vitamin yang disarankan dokter.

Aku belum puas dengan ikhtiar tersebut. Kemudian ia kubawa ke tukang urut patah tulang yang sangat terkenal tak jauh dari kampung halamanku yang bernama 'Barulak'. Setelah kusampaikan permasalahan anakku kepada bapak ahli urut yang dipanggil 'Pak Datuak'. Ketika beliau meraba punggung dan anakku menangis kesakitan. Beliau mengatakan sesuatu yang membuatku terperanjat. Menurut Pak Datuak tulang punggungnya membengkok dan harus diurut setiap dua hari sekali paling kurang selama satu pekan. Kalau tidak punggungnya bisa membengkok permanen.

Aku takut sekali membayangkan hal tersebut. Anak laki-laki satu-satunya akan tumbuh dengan tulang punggung yang tidak lurus. Aku ingat tentang kelainan perkembangan tulang belakang seperti skoliosis yang bisa terjadi karena cidera. Sekarang yang bisa kulakukan setelah usaha-usaha di atas adalah berdia. Memohon ampunan jika ini terjadi karena dosa orangtuanya. Minta pertolongan dengan sangat untuk kesembuhan dan kebaikannya.

Waktu terus berjalan seiring pengobatan dan terapi seadanya yang dilakukan. Dia yang biasanya bergerak dengan tegas, sekarang agak lemas. Biasanya pancaran mata begitu berbinar, sekarang agak meredup. Otot badannya yang kecil tetapi padat, sekarang menjadi sedikit lembek.

Sebagai Ibu tentu saja aku sedih. Aku terus memberinya ASI dan asupan yang bergizi. Banyak sekali kekhawatiran di benakku. Apalagi ia tak kunjung mampu berjalan sendiri. Aku berfikir sendiri, "jangan-jangan tulang  punggungnya tidak kuat berdiri nenopang tubuhnya". "Ya Allah, berikan yang terbaik untuk anakku", doa yang selaku kupanjatkan.

Aku berusaha melatih untuk berjalan sambil mengamati kondisi kaki dan punggungnya. Aku cukup bahagia karena ternyata jaki dan punggungnya mampu berdiri dengan baik. "Mungkin belum waktunya", begitu aku berfikir.

Dugaanku benar, tepat umurnya 15 bulan ia mampu melangkahkan kakinya sendiri. Aku mengucap syukur yang teramat dalam. Satu kekhawatiranku tidak terjadi dan satu doaku telah terjawab. Pengalaman bisa berjalan bagi seorang anak tentu sesuatu yang sangat mengasyikkan. Biasanya anak-anak ini akan dengan semangat berjalan ke sana ke mari dengan kangkah yang masih belum kokoh. Kami semua sangat protektif menjaganya. Jangan sampai kejadian tang sana terulang. Trauma akan kejadian dia jatuh saja masih terasa.

Belajar dari AnakkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang