[Sehari setelah (y/n) dirawat di rumah sakit]
Jiraiya sedang berjalan bersama Tsunade. Matahari yang melekat di langit mulai bergerak ke arah barat. Tak lama lagi, matahari tersebut akan bersembunyi serta menghilang dan akan muncul lagi keesokan harinya. Tsunade dan Jiraiya memutuskan untuk duduk di sebuah bangku. Cahaya matahari berwarna jingga tersebut menyinari kedua wajah mereka, tapi cahaya tersebut tak menyilaukan mata.Tsunade memulai percakapan tersebut dengan berkata,"Akatsuki... Kau akan berjalan masuk ke wilayah musuh." "Kembalilah hidup-hidup," lanjut Tsunade. "Kau akan menangis untukku? Itu akan membuatku bahagia!" gurau Jiraiya. "Tapi aku ragu bahwa itu akan seperti meninggalnya Dan." "Baka! Apa kau tak memikirkan (y/n)?" pekik Tsunade.
Jiraiya diam sejenak. Ia sadar ia melupakan (y/n) sesaat. Tsunade telah mencoba untuk menahan Jiraiya. Ia juga menawarkan Jiraiya pertolongan, tetapi ditolak dengan alasan ketidakstabilan Desa. Mereka berdua masih sempat bercerita mengenai orangtua Naruto dan Naruto. Jiraiya hanya tertawa dan bergerak menjauh dari bangku.
"Aku pikir aku akan pergi," kata Jiraiya, menghadap menuju matahari terbenam. "Waspadalah kepada para tetua," tambahnya dengan menolehkan kepalanya sedikit. "Ya, aku tahu." "Baguslah kalau begitu."
Jiraiya berjalan menjauh dari bangku dan Tsunade hanya menatap kepergiannya. Jiraiya mengangkat tangan kanannya dan membentuk tanda 'good'.
"Jika terjadi apa-apa padaku, jangan lupa berikan buku itu padanya, Tsunade"
Itu merupakan kalimat terakhir Jiraiya sebelum ia benar-benar menghilang dari pandangan Tsunade.
Angin di petang hari membuat kejadian itu jauh lebih dramatis. Didukung dengan angin sepoi-sepoi yang mengibarkan rambut Tsunade dan wajah Tsunade yang sudah cukup mabuk. Ya. Mereka baru saja selesai dari tempat minum-minum- Tsunade sempat memuntahkan isi perutnya.
*******
Jiraiya sedang dalam perjalanan menuju Amegakure. Ia sebenarnya tak mau meninggalkan Konoha, tetapi ia tak punya pilihan lain. Baginya, mencari informasi mengenai pemimpin Akatsuki merupakan kewajibannya.
Awalnya Jiraiya cukup bersemangat untuk pergi, tetapi semakin jauh kakinya melangkah, ia merasa ia ingin kembali. Tapi tak bisa dipungkiri, kakinya terus melangkah menjauh dari Konoha.
Hanya satu hal yang terlintas di benaknya- semoga ia tak salah melangkah.
[Amegakure]
Jiraiya telah menginjakkan kakinya di Amegakure. Sudah tak ada waktu untuk berputar balik. Ia harus menghadapi pemimpin Akatsuki ini, walaupun nyawa taruhannya.Jiraiya tak mengajak ninja lain untuk pergi bersamanya. Mungkin ia tak mau melukai ninja lain(?). Entahlah- hanya Jiraiya dan Kami-sama yang tahu.
Jiraiya tidak tahu bahwa pemimpin Akatsuki yang akan ia hadapi merupakan mantan muridnya sendiri. Dan muridnya itu tak pandang bulu ketika melawan ninja yang menghalangi rencananya- mengumpulkan bijuu.
[Jiraiya's POV]
"Penyusupan berhasil. Ini cukup mudah," ucapku sembari berdiri.Hujan cukup lebat di sini. Air yang turun dari langit terus mengguyurku dan pastinya membuatku basah.
Aku berjalan di antara orang-orang lain dan tak lupa membeli sebuah makanan. Hujan-hujan begini enaknya beli makanan yang panas atau setidaknya cukup hangat. Aku menemukan sebuah kedai dan membeli makanan di sana.
Aku berjalan-jalan sedikit sembari menyatu dengan warga-warga di sana- tujuanku hanyalah mencari informasi. Informasi yang kudapatkan cukup memuaskan- pemimpin Amegakure telah berubah dan mereka menyebutnya dengan sebutan 'Pain-sama'. Aku juga mendapat informasi mengenai hujan yang turun. Ternyata air hujan tersebut merupakan salah satu jutsu 'Pain' untuk mengawasi aktivitas para warga di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
IN LOVE WITH PERVY GUY [COMPLETE]
Fanfic● I do not own Naruto (it belongs to Masashi Kishimoto) ● Jiraiya X Reader (y/n) merupakan gadis muda yang brilian. Ia bahkan sudah mendapat gelar jonin di usia muda. Ia merupakan salah satu teman dekat naruto bahkan bisa dikata 'saudara tidak sedar...