Penyesalan Gadis Belanda

21 6 0
                                    

Di malam yang penuh sinar rembulan. Rambut hitam yang berpadu dengan warna ungu milik seorang gadis Belanda, dimainkan oleh angin. Melambai mengikuti alunan musik alam.

"Ayah, mengapa kita terus-menerus berada di menara?"gadis itu bertanya pada ayahnya yang sedang membaca tumpukan berkas. Wajah sang gadis tetap menatap kosong ke bawah pedesaan.

"kukira kamu mengerti setelah ibumu pergi ke ibukota."ujar sang ayah

Sang gadis hanya sekilas menatap ayahnya. Lalu ia kembali memandang keramaian pasar di bawah menara. Apa dibawah sana menyenangkan? gumamnya.

~
Keesokan harinya. Sang gadis bersiap menyamar untuk menuruti rasa penasarannya pada pedesaan yang selalu ramai dari pagi hingga larut malam. Menuruni anak tangga menuju gerbang utama. Dengan gaun abu abu bercorak ungu. Sebagian tertutupi oleh jubah hitam.  Rambutnya dikepang terikat oleh pita Ruby.

Semakin dekat dirinya dgn pintu gerbang utama, kepala pelayan memanggil sang gadis yang tengah berjalan terburu-buru.

"Nona! Tunggu sebentar.",
ah sial apa aku tidak diizinkan keluar lagi? pekik sang gadis kesal.

Kepala pelayan memberi salam padanya lalu menyampaikan pesan.
"Nona, Tuan sedang ada rapat di Balai Pusat. Ada kurir yang menghantar peti besar itu. Dia berpesan agar yang membuka hanya anggota keluarga menara.", sang gadis membalas dengan anggukan lega. Karena bukan larangan keluar baginya yg dimaksud kepala pelayan.

Ctak!Kreet(suara peti terbuka)

"HUWAAAAAAAA!!!!!"teriak histeris sang gadis setelah peti terbuka lebar.

"Nona kenapa?!isinya apa!??"Semuanya nampak panik.

"I-ibu, i-ini ibu....
Mayat ibu sang gadis terpotong potong menjadi beberapa bagian disusun didalam peti itu.

"Hiks! Ibuuu!!"Sang gadis kembali berteriak. Siapa yang tidak akan syok berat jika mengalami hal yang sama dengan sang gadis.

Dirinya langsung terduduk. Tangan sang gadis memegang erat kepalanya yang berdenyut sangat keras. Tubuh sang gadis bergetar hebat. Ujung matanya basah, menyisakan pupil hijau yang bergetar kencang.

"ASTAGA-!" kepala pelayan dan pelayan yang ada disekitarnya ikut merasakan hal yang sama dengan sang gadis. Suasana menara terasa sangat menyedihkan.

"KYAAA!!NYONYAA, I-INI NYONYA??! Tubuh nyonya tidak utuh lagi, si-siapa yang melakukan hal sesadis ini?!" Dua pelayan wanita yang baru mendekat karena penasaran. Berteriak histeris setelah melihat isi peti tersebut.

Sang gadis masih terduduk lemas. "Ibu....padahal ibu berjanji saat pulang akan membelikanku pita Ruby." tukas sang gadis dengan mata yang terus mengalirkan air mata tanpa henti. Menelan rasa marah pada orang yang telah melakukan hal sesadis ini pada ibunya. Sang gadis mencari petunjuk yang mungkin ditinggalkan si pembunuh.

Matanya meneliti kotak peti. Benar saja. Ada gulungan kertas di pojok peti yang terbungkus rapih oleh kain. Melihat sang gadis mulai membuka gulungan surat. Kepala pelayan menyilahkan dirinya untuk membacakan isi surat.

"Nona, biar...saya yang membacakannya."

"Ekhem!(kepala pelayan mengatur suaranya yang bergetar)

'Selamat pagi. Semoga keberkahan menimpa kita semua, juga untuk penyihir kita." Kepala pelayan memberhentikan bacaannya dan melirik pelan sang gadis.

"Iya, mereka sedang mengejek keluarga kita."

"Hadiah ini akan segera lengkap setelah ayah tercinta putri datang, Salam hangat"
Seisi rumah menegang...ada atmosfer dingin mengelilingi semua orang yang ada di menara.

Fanfic CODE ATMA by TokafuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang