1. Talk

50 3 0
                                    


Kata orang dunia bisa membuat manusia berubah. Membawa manusia kepada sesuatu yang selalu berbeda disetiap saat, sesuatu yang membuat manusia terasa seperti sejatuh-jatuhnya pada dunia itu sendiri. 

Tapi untukku, dunia yang sekarang aku tinggali terlalu sarkas dan keras kepadaku. Entah aku saja atau memang seperti ini keadaannya, tapi pada kenyataanya aku masih berada di tempat ini dengan keadaan yang bisa dikatakan sadis.

 Haha lucu ya. Oh iya sebelum lanjut cerita, kenalin nama gue Gistara Putri Dineshcara, biasa dipanggil Rara dan tahun depan gue bakalan lulus SMA doain aja ya hehe.

 Disaat seperti ini gue lagi butuh dukungan, dukungan dari keluarga maupun temen-temen. Tapi nyatanya nihil, mereka nggak ada, waktu gue butuh. 

Pengen banget punya satu orang yang bisa dibuat tempat curhat, tapi emang alur cerita kehidupan gue kayak gini mau diapain juga ya endingnya tetep sama. 

Gue anak bungsu dari dua bersaudara dan kakak gue laki-laki, Natha Baswara. Semua temen-temen gue pada bilang, "enak ya punya abang laki-laki" "enak ya jadi anak terakhir pasti dimanja". 

Gedek banget kalau ada yang bilang kayak gitu ke gue. Tidak semudah itu ferguso. Yang ada hampir setiap hari lu bakalan pindah profesi jadi babu. Saat lagi fokus-fokusnya gue ngelamun tiba-tiba ada yang membuka pintu kamar gue.

"Ra, turun ke bawah ayo makan malam." Ternyata itu bunda yang buka pintu kamar.

"Iya bun, Rara turun." Setelah menjawab bunda, gue langsung keluar kamar dan turun ke bawah ke arah meja makan. Dan tentunya ada abang gue yang nyebelinnya minta ampun.

"Hai beb, dari mana aja?" tanya abang gue dengan kalimat yang cringe.

"Apaan sih gila ya lo!?" sarkas gue.

"Biasa aja dong, kan gue cuma tanya," bela abang gue

"Lha lo emang gajelas, ya gini kalau udah lama ngejomblo nggak ada yang ngebelai."

"Sok tau lu, ya lu itu yang jomblo."

"Ya emang gue jomblo." Saat gue lagi seru-serunya bertengkar sama abang gue, tiba-tiba ayah datang terus bilang,

"Kalian mending enggak usah makan kalau masih adu mulut." Sarkas ayah ke gue sama abang gue.

"Maaf yah, abang sih suka jahilin Rara." Bela gue ke ayah.

"Kok gue sih?!" kata abang gue.

"Udah udah ayo makan, nanti keburu malem." Kata bunda tiba-tiba jadi penengah. Setelah bunda jadi penengah, akhirnya kita semua mulai makan dengan keadaan sunyi.

"Ra besok dianterin abang ya berangkat sekolahnya," kata ayah tiba-tiba.

"Loh ayah kok Natha sih yang anterin?!" kaget abang gue.

"Nggak usah yah, biar Rara naik angkutan umum aja nggak apa." Ngalah gue.

"Nah gitu dong ngertiin abangnya," senang abang gue.

"Beneran nggak apa Ra?" tanya ayah.

"Iya yah Rara, nggak apa." Jawab gue mengakhiri percakapan malam di meja makan, dan gue langsung bergegas ke dapur untuk cuci piring.

~ ~

Hari ini gue berangkat sekolah sesuai yang gue bilang kemarin, naik angkutan umum. Bersyukur ada angkutan umum yang sejalaan dengan sekolah gue, jadi gue nggak perlu bingung. Sesampainya di sekolah gue menuju ke kelas, dan duduk di tempat duduk gue.

Baru saja gue ingin istirahat sebentar, Lita temen sebangku gue plus temen bobrok gue sudah berisik dengan mulutnya itu. Ya Tuhan baru aja gue duduk, udah bacot aja ni si upil dugong.

(n) RealmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang