Sejak kejadian yang terjadi di kelas Raga, Evelyn tidak pernah menunjukkan wajahnya disekolah selama seminggu dia lebih memilih untuk mengurung dirinya di kamar. Tentunya tanpa berkomunikasi dengan teman temannya. Bahkan Evelyn tidak ingin keluar kamar, hal itu semakin membuat Robert khawatir, jika dibujuk pun tidak ada gunanya.
Didalam kamarnya Evelyn sedang menatap bingkai foto yang pecah di dalam laci dekat ranjangnya. Sepanjang hari yang di lakukannya hanya menatapi benda mati itu dengan tatapan kosongnya.
"Papa cepat" teriak anak perempuan berusia 8 tahun di ruang tamu.Hari ini sesi foto keluarga dilakukan, tentu saja itu ide dari anak perempuan yang menginginkan berfoto dengan keluarganya mengingat karena tidak ada foto yang terpajang di rumahnya.
"Papa udah ganteng belum?" tanya seorang Laki laki yang saat ini berjalan menuju kearahnya.
Anak perempuan itu mengangguk tersenyum puas.
"Selalu ganteng, Pa."
"Anak Papa juga cantik" senyum Laki laki itu kemudian mencium pucuk kepala anak perempuannya.
"Aku cantik juga gak, Mas?"
Pertanyaan itu di lemparkan oleh Perempuan cantik dengan memakai dress berwarna putih membuat Laki laki dan anak perempuan itu menoleh.
"Mama selalu cantik. Aku mau jadi kayak Mama biar nanti kalau udah besar dapetin yang kayak Papa!"
Ocehan itu berhasil membuat mereka tertawa.
"Baiklah semuanya sudah ada disini, saya akan mulai mengambil fotonya."
"Bapak dan ibuk silahkan berdiri cukup anaknya saja yang duduk" atur sang fotografer tersebut.
"Oke sempurna, pertahankan posisi, saya akan memotretnya. Satu, dua, tiga."
...
Buliran bening lolos dari kelopak mata Evelyn sehingga mengenai bingkai foto yang masih berada di tangannya.
Dengan rasanya yang kacau Evelyn memeluk bingkai foto itu dengan erat merasakan rindu kepada suasana rumahnya yang dulu, dimana suasana itu tidak bisa diulang kembali.
"Kamu pembunuhnya!!"
"Hanya kamu yang berada disana, Evelyn."
"Apa salah Mama kamu sampai sampai kamu membunuhnya."
Memori itu kembali terputar diingatan Evelyn. Suaranya sangat jelas tempat kejadiannya juga masih sangat jelas di ingatannya walaupun sudah bertahun lamanya.
"Gak! Aku bukan bunuh Mama, bukan aku."
"ENGGAK BUKAN AKU!!" teriak Evelyn yang menggema di sudut ruangan kamarnya.
Lagi dan lagi Evelyn menarik kuat rambutnya hingga helai demi helai rambutnya rontok. Seperti orang kesetanan dirinya tidak menyadari dengan apa yang dilakukannya saat ini.
Evelyn mengambil serpihan kaca dibingkai foto yang telah pecah untuk membuat kembali karya yang selalu dia buat di lengannya.
Namun pergerakannya terhenti ketika melihat gelang yang di berikan oleh Raga beberapa hari yang lalu.
Evelyn menggeleng, berusaha untuk tidak mengingat nasehat yang selalu dilantunkan oleh Raga.
Pikiran dan hatinya tidak sejalan membuat Evelyn benar benar kesal sekarang. Kenapa dia harus mendengarkan pemuda itu? Evelyn teguh pendirian tidak ingin mengikuti apa yang dikatakan oleh orang lain. Tapi kali ini berbeda, Evelyn justru menahan dirinya untuk tidak melukai lengan yang masih meninggalkan bekas lukanya dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
EVELYN
Teen FictionDua remaja yang mempunyai karakter bertolakbelakang berhasil menumbuhkan rasa cinta diantaranya. Evelyn dikenal dengan sebutan ratu onar di sekolahannya, lebih parah lagi orang menyebutnya dengan sebutan iblis. Berbeda dengan Raga yang selalu dikagu...