Chapter 7

313 39 3
                                    

"Aaah, aaaah, Meaaaan, aduuuh, pelan-pelan, Meaaan, aaah, nnngh," rintih Plan saat Mean menyodokkan naganya begitu kuatnya.

"Astgaaaaa! Nnnngh, enaaak sekaliii, nnnngh, so gooood!" racau Mean dan ia masih menyodokkan naganya di dalam lubang Plan dengan nikmatnya. Matanya memejam dan ia benar-benar merasakan sesuatu yang luar biasa enaknya. Ia bahkan tak merasakan itu dari Neena. Selama ini, serabi lempit Neena itu terkesan dingin dan hambar dan ia pikir memang begitulah rasanya. Ternyata, saat ia melakukannya dengan perempuan yang sempat mengisi fantasinya itu, efeknya sungguh kuar biasa tak terduga.

"Enaaaak sekaliiii, nnnngh, hangaaat, enaaaak! Plaaan, oooo, hmmmm, nnngh, ssssh, aaah!" Mean dibuat gila karena bagian bawah Plan itu. Naganya sudah muntah beberapa kali di dalam lubang Plan, tapi belum sempat dicabut, sang naga sudah kembali berdiri dan menuntut goyangan.

"Meaaaan, aaaah, nnngh, aaaah, Meaaan," rintih Plan dengan suara yang terdengar sangat seksi di telinganya. Mean semakin terpacu. Ia menggoyang Plan seharian itu seperti pengantin baru yang baru saja berbulan madu dan akhirnya ia terbaring lemas setelah keesokan harinya.

Keduanya tidur sangat lama dan bangun ketika matahari sudah kembali terbenam pada hari berikutnya. Saat plan bangun, Mean tengah bersujud di depannya. Plan kaget. Mean mengangkat kepalanya dengan wajah yang penuh dengan rasa bersalah dan ia tak henti-hentinya meminta maaf.

Mau bagaimana lagi. Semuanya sudah terjadi. Ia tak bisa menyalahkan Mean. Ia di bawah pengaruh buah-buahan itu. Plan sendiri sudah pernah merasakan sebelumnya. Ia hanya menganggukkan kepalanya dan tersenyum lalu memalingkan wajahnya.

"Apa yang akan terjadi kepada kita? Aku menggagalkannya," ujar Mean dengan nada menyesal. Mereka duduk di beranda bersebelahan.

"Kita gagal kalau kita punya anak, Mean. Tidak apa-apa. Kurasa itu tak akan terjadi. Masa ini bukan masa suburku. Aman. Jangan khawatir," sahut Plan.

"Aku tak mengerti," sahut Mean sambil menatap Plan.

"Iya, pasti, kau pasti tak akan mengerti. Sudahlah, tidak akan terjadi apa-apa," ujar Plan. Mean mengangguk dengan wajah yang bingung. Setelah itu, mereka bersepakat, mereka akan bersama melakukan tugas ke kebun supaya mereka bisa saling menjaga dan hal yang sebelumnya pernah terjadi tak akan terjadi lagi.

Waktu terus berjalan. Sudah hampir delapan bulan. Periode pertama hampir selesai. Hanya dalam waktu dekat, mereka sangat positif bahwa mereka akan bisa menyelesaikan periode itu. Semakin dekat mereka menuju penyelesaian, semakin dekat pula hubungan mereka. Mereka sering bercerita tentang banyak hal dan dalam lubuk hatinya masing-masing, keduanya mengakui mereka bahagia dengan kebersamaan mereka.

"Kau di sini rupanya?" Mean menghampiri Plan yang tengah berbaring di beranda menatap bulan. Mean duduk di sebelahnya.

"Kau pikir aku ke mana?" Plan menoleh sambil tersenyum.

"Tidur di kamar," ujar Mean pendek. Plan tak merespons. Mereka hening sejenak sama-sama menikmati bulan.

"Hanya tinggal seminggu lagi dan kita akan selesai," ujar Mean. Ada nads kecewa dan sedih saat ia mengatakannya dan Plan menangkap itu dengan mudah. Ia menoleh dan mengernyitkan alisnya.

"Kenapa aku berpikir kau tampak sedih saat bilang seperti itu? Seharusnya kau bangga, kita bisa menyelesaikan periode pertama ini. Meskipun beberapa hal terjadi, tapi itu sudah terjadi. Kupikir kita cukup sukses melakukan ini," ujar Plan sambil tersenyum.

Mean diam. Ia ikut berbaring di sisi Plan dan membuat tangannya pada posisi menyilang dan menjadikan alas kepalanya. Plan bergeser agar membuat Mean lebih leluasa.

"Aku bahagia bersamamu," lirih Mean sambil melihat ke arah Plan sambil tersenyum. Dari matanya terpancar ketulusan. Plan tersentak kaget. Ia harus akui bahwa akhir-akhir ini terdapat perasaan aneh dalam hatinya. Sebuah perasaan yang melupa-luap dan begitu penuh saat Mean berada di sisinya. Sebelumnya, ia tak pernah merasakan itu. Saat ia berada di rumah Mean dulu, ia tak pernah mengalami itu. Lalu kenapa saat ia sekarang lebih dekat, ia merasakan hal itu.

Plan memalingkan wajahnya dan memilih untuk menatap bulan. Entah apa yang mendorongnya mengeluarkan itu dari mulutnya, tapi ia kemudian mengatakan hal yang sama dan itu membuat jantung keduanya berdebar kencang.

Mereka saling melihat dan kemudian bertatapan lama. Seolah ada magnet yang menarik, kedua wajah mereka mulai berdekatan dan bibir mereka tak bisa lagi saling menolak untuk berkenalan. Ciuman mereka hangat dan lembut dan berangsur kuat dan pekat dan kemudian berubah menjadi  panas seiring dengan tangan mereka yang saling menjamah. Perlahan keduanya saling menanggalkan pakaian dan mereka paham dan sadar tentang kegiatan yang akan mereka lakukan.

Mean berada di atas Plan. Mereka berciuman hebat dan Mean mendorong naganya masuk ke dalam lubang dan keduanya melenguh panjang. Mereka mulai mendesah kencanh, Kadang-kadang saling mendahului dan kadang-kadang bersamaan.

"Plaaaan, nnnngh, ooooh, enak sekali," desah Mean sambil terus menghantamkan naganya di lubang Plan. Plan tak kalah meraung. Ia akui ia juga merasakan kenikmatan yabg luar biasa.

"Meaaan, hmmmmm, ooo, aaaah, aaaah," desah Plan. Ia begitu sensual dan ini membuat Mean semakin tak bisa menahan dirinya. Ia menggoyang Plan dengan lebih kencang.

"Hmmmm, nnnngh, oooo, Plaaaan," desah Mean lagi. Mereka berciuman dan setelah setengah jam berselang, akhirnya keduanya mencapai puncak kenikmatan.

Mereka berbaring bersebelahan, mengatur sengal napas masing-masing. Keduanya saling menatap lagi. Hei tatapan itu menjelaskan bahwa satu kali itu tak cukup untuk mereka dan mereka memutuskan untuk melanjutkannya di dalam. Malam itu mereka bermain sangat lama dan selama seminggu terakhir mereka di sana, mereka tak pernah merasakan kedinginan dan kesepian. Bercinta seperti bagian dari keseharian mereka dan keduanya sama-sama memiliki pertanyaan dalam hati mereka yang sayangnya mereka pilih pendam sendiri.

Apakah ini artinya mereka punya saling ketertarikan dan apakah ini artinya bahwa mereka tak perlu melanjutkan sistem ini dan menerima perjodohan seperti pasangan lainnya?  Itu tak terjadi bahkan saat Perth dan Por bertanya apakan mereka akan bersama atau memilih melanjutkan sistem challenge, pilihan keduanya jatuh pada opsi terakhir.

Kenapa membuatnya rumit? Saat mereka dijemput helikopter, Por jelas melihat tangan Mean bergerak pelan ke arah tangan Plan dan memegangnya erat. Dan Plan mrmbiarkannya. Apa itu artinya kalau bukan percik cinta sudah ada di antara mereka. Tapi Por tak bisa berbuat apa-apa sebelum mereka menyatakan menerima perjodohan dan kemudian tak akan melanjutkan sistem  yang pada kenyataannya itu tak terjadi. Keduanya memilih melanjutkan pada periode kedua, Perjalanan bersenang-senang atau Leisure.

Bersambung




CHALLENGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang