1. sosok yang sama

76 5 0
                                    

Saya sarankan, membaca cerita ini menggunakan hati kalian, menggunakan perasaan. Sehingga kalian akan merasakan cerita ini benar-benar nyata. Untuk gambaran tokoh, silahkan berimajinasi sendiri. Terimakasih.

Selamat membaca.

10 tahun kemudian..

Malam yang tenang, di rumah yang sangat megah, dan luas ini hanya dihuni oleh Bima, Salwa dan pembantu lainnya, tak heran jika Salwa merasa kesepian.

Tok tok tok..

Pintu kamar Bima diketuk pelan oleh Salwa.

Tanpa menoleh dan terus fokus kelayar laptopnya, Bima sudah merasakan kehadiran gadis kecilnya itu.

Ralat, gadis remaja, karena Salwa sudah masuk SMA saat ini.

"Ada apa gadis ayah?"

"Hmm?" Sambungnya.

Dia sudah tau siapa sumber bunyi tersebut, tidak lain adalah putrinya sendiri.

"Ayah, kata Mbok, Ayah belum makan kan? Ini Iwa bawain makan buat Ayah"

"Iwa tau, Ayah kerja buat Iwa, tapi Ayah harus terus sehat, gak boleh sakit"

Bima menoleh pada gadisnya itu, lalu menutup layar laptopnya.

"Kemari, duduk sini"

"Ayah juga pasti makan ko kalo laper, tenang sayang Ayah baik-baik saja" Sambil mengelus kepala Salwa.

"Ayah beresin kerjaan Ayah dulu, Baru setelah itu Ayah makan, oke?" Lanjutnya.

"No! no!"

"Gak bisa Ayah, pokoknya Ayah harus makan sekarang. Ini sudah hampir larut, setelah Ayah makan, langsung minum obatnya"

"Tapi pekerjaan Ayah?" Bima membuka kembali laptopnya dan kembali mengerjakan pekerjaannya.

Ya, Salwa sangat perhatian pada Ayahnya, semua kasih sayangnya ia limpahkan untuk Ayahnya. Baginya Bima adalah Ayah terbaik.

Dari kebutuhan Bima, makan, sholat, minum obat dan semuanya Salwa yang mengurusnya, ia tidak mau sampai orang lain yang melakukannya.

Salwa berpikir sejenak, apakah ia harus meninggalkan makanannya disini, atau memaksa Ayahnya untuk makan sekarang. Tampaknya Bima sangat sibuk Salwa tidak berani menghentikan pekerjaannya.

"Ayah?"

"Ada apa hmm?"

"Aaaa, buka mulutnya" Salwa berfikir untuk menyuapinya saja. Dengan itu pekerjaannya cepat selesai, dan Bima tidak telat untuk makan.

Bima menoleh pada Salwa, tersenyum dan membuka mulutnya. Matanya berkaca-kaca menahan tangisnya.

"Terimakasih" Bima tersenyum simpul.

"Ini tidak ada apa-apanya dibanding kasih sayang Ayah sama Iwa, Iwa suapin ya, biar Ayah gak telat makan"

Bima terus mengerjakan pekerjaannya sambil makan dari tangan gadis nya itu.

DEAR AZAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang