8

164 24 0
                                    

"Hancur! Hancur! Bagus! Hancurkan saja gerakan kalian!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hancur! Hancur! Bagus! Hancurkan saja gerakan kalian!"

Aku menundukkan kepalaku dan segera melepas tangan dari pundak Jimin. Suara Ms. Hyoyeon menggelegar di ruang teater tempat kami akan tampil minggu depan. Hawa dingin seakan merangkak naik dan cepat ke seluruh tubuhku. Pasalnya kini bentakan Ms. Hyoyeon jauh lebih keras dari sebelumnya. Bentakan yang berisikan sindiran yang dilayangkan langsung kepada aku dan Jimin, satu-satunya pasangan penari di atas panggung.

Meski gelap, aku merasakan seluruh atensi tertuju kepada aku dan Jimin. Jelas, kami yang terlihat paling menonjol di atas panggung yang terang benderang sementara kursi-kursi yang ditempati penari lainnya begitu gelap. Para penari lainnya duduk tegang di kursi, menyimak penuh penantian bagaimana kelanjutan dari pasangan menari yang menjadi peran utama. Pasangan yang seharusnya memukau semua orang dengan keindahan dan gemulai dalam gerakan. Tapi yang ditampilkan justru adalah sampah.

Aku melakukan kesalahan. Banyak. Pikiranku tidak berada di teater ini melainkan melalang buana pada eksplorasi hati. Kenapa aku begitu sedih melihatnya pergi dari apartemenku? Mengapa apa aku begitu kehilangan?

Apa aku menyukainya?

Ketakutan terbesarku terjadi. Aku tidak bisa melihat Jimin seperti dulu.

Tidak dengan pikiran bibirnya yang menyapu permukaan bibirku. Tidak denganbayangan akan senyuman kecilnya tiap kali aku menghardiknya. Tidak dengan bayangan dia yang bertanya tulus bagaimana tidurku malam ini.

Jantungku berdegub cepat bahkan hanya dengan tatapan kami yang bersirobok. Lalu tangannya yang menjamah tiap bagian dari tubuhku untuk mengangkatku ke udara membuatku mendamba lebih. Ini gila. Aku benar-benar tidak bisa seperti ini terus.

Aku tidak boleh terus memikirkannya. Dia hanyalah benalu yang mengganggu konsentrasiku untuk menggapai impian terbesar.

Tapi katakan. Katakan kepadaku bagaimana aku bisa berhenti memikirkannya?

Kalau saat sepeninggalan Jimin dari apartemenku, aku menangis memikirkan keegoisanku. Aku tidak bisa berhenti memikirkan raut wajahnya yang berubah sendu saat aku mengusirnya. Dadaku sesak tak karuan mendengar pintu apartemenku tertutup.

Aku ingin dia pergi, tapi aku juga ingin dia tetap tinggal.

Batin dan logikaku berdebat hebat. Kata yang tertahan di ujung lidah, memohonnya untuk tinggal, namun mata menatap tajam.

Dan yang kuinginkan adalah dia tetap tinggal. Aku akui-- aku menyukainya. Aku nyaman dengan kehangatan dan kecerewetannya. Aku membenci sikapnya karena aku tidak terbiasa dengan orang yang menaruh perhatian kepadaku. Aku hanya ingin dia tetap di sampingku.

Tapi terlambat, dia sudah pergi dengan luka yang kubuat.

Lidahku kelu begitu kami bertemu kembali. Jimin berubah menjadi dingin dan berucap seperlunya. Dia bahkan tidak ingin menatapku, baru saat kami menari dia menatapku. Itupun tatapan yang datar dan tak acuh. Bukan seperti biasanya.

Adagio | seulmin✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang