Bagian: 7

964 11 3
                                    

Malam datang, Najwa yang saat ini kebagian bekerja shif kedua sibuk dengan segala pesanan yang membeludak. Ia dengan hati-hatinya membawa nampan berisi makanan dari meja satu ke meja yang lain.

"Najwa?" panggil Pak Bima.
"Iya, Pak?" tanya Najwa.
"Bisa ke ruangan saya sebentar?" ucap Pak Bima. Najwa bingung untuk apa Pak Bima mengajak ke ruangannya? Dengan rasa takut dan bingung Najwa terus membuntuti pria 25 tahun itu masuk ke dalam ruangan ber-AC, ruangannya memang dingin dan sejuk tapi entah kenapa menurut Najwa pribadi seketika seluruh tubuhnya menjadi panas.
"Duduk, Na!" Najwa pun duduk.
"Besok siang Ayah saya ingin datang ke Cafe ini untuk melihat semua kemajuan yang terjadi. Jadi saya harap, besok kamu bisa datang ke Cafe ini, ya!" ucap Pak Bima.
"Tapi 'kan besok bagian saya cuti, lagi pula besok saya ada kelas pagi sampai malam. Memangnya tak bisa dengan karyawan lain, 'kan masih banyak?" tolak Najwa.
"Gak bisa! Seluruh karyawan harus datang termasuk kamu!" ucap Pak Bima.
"Tapi, Pak..."
"Sudahlah, Na cobalah kau bagi waktumu itu!" ucap Pak Bima yang memotong ucapan Najwa, Najwa sungguh geram dengan sikap egois atasannya ini.
"Baik, Pak nanti saya usahakan," ucap Najwa dengan ketus.
"Ya udah, kalo tak ada kepentingan lagi saya ingin melanjutkan kerja saya," pamit Najwa.
"Ya sudah,"

Najwa keluar dari ruangan Bosnya dengan raut wajah malas, sebal, jengkel, pokoknya campur aduk. Najwa tak mengira kalau atasannya ini sungguh egois, sungguh Najwa sangat benci dengan orang yang egois.

"Dasar Bos gak tau diri, emangnya di dunia ini hanya dia saja yang punya urusan, dasar egois!" ucap Najwa dengan nada yang sedikit pelan. Ya, seperti itulah Najwa, dia memang gadis yang kalem, tapi jika sudah melihat orang yang bersikap egois kepadanya atau kepada siapa pun maka ia akan bersikap keras.

••0••

Makin malam makin ramai, slogan itu selalu melekat untuk kota Jakarta dari dulu sampai sekarang. Terlihat seorang pria sedang memasuki night club yang paling terkenal di Jakarta Selatan. Pria itu terus menerobos untuk memasuki area club yang sudah ramai dengan para pengunjung, suara gema musik dj yang terdengar ke penjuru ruangan, para pengunjung yang berjoget ria, asap rokok dan bau alkohol di mana-mana membuat suasana club malam itu menjadi hidup.

"Wooy, Bro!" sapa teman si pria itu yang sedang duduk di kursi bartender dengan minuman beralkohol di depan mejanya.
"Kayanya lagi kusut nih!" ucap temannya lagi, pria itu hanya menaikan pundaknya.
"Dahlah minum dulu, nih!" teman yang di depannya pun menyodorkan minuman beralkohol yang cukup tinggi kepada pria itu. Pria itu mengambilnya dan meminumnya dengan satu kali tenggakan.

"Si Rama ke mana?" tanya pria itu kepada temannya.
"Biasalah!" ucap temannya sambil menuangkan minuman ke gelas mini yang ada di mejanya. Pria itu hanya mengangkat bahu sambil tersenyum.

Melihat temannya dalam keadaan kusut, ia pun mencoba untuk menanyakan ada dengan diri temannya itu.

"Lo kenapa, Nal?" tanya temannya.
"Besok Papah gue mau ajak gue ke salah satu Cafenya, entahlah yang mana Cafenya gue juga gak tau," ucapnya.
"Lah enak dong, kali aja ada penyerahan saham," ucap temannya.
"Papah gue gak bakal menyerahkan saham miliknya ke gue, apalagi melihat gue yang sekarang ini,"
"Udahlah, jangan dipikirkin, mending senang-senang, gue ada mainan baru nih," ucap temannya.
"Mana?"
"Bentar!"

Aldo memanggil seorang wanita dan tak lama wanita dengan pakaian yang memperlihatkan belahan dada yang begitu jelas datang mengahampiri Aldo dan Renaldi. Wanita itu mendekat ke arah mereka berdua, Renaldi yang melihat wanita itu hanya tersenyum devil sambil memperhatikan bentuk tubuh wanita itu yang memang benar-benar menggoda.

"Nal, kenalin namanya Dewi," Dewi pun mengulurkan tangannya, Renaldi pun menanggapinya dengan ramah.

Aldo mendekatkan wajahnya ke telinga Renaldi.

"Dia nih jago di ranjang, gue jamin lo pasti suka," ucap Aldo berbisik, Renaldi terus memperhatikan wanita itu dari atas sampai bawah dengan senyum devil-nya.

"Ikut gue!" Renaldi mendekat sambil berbisik kepada sang wania itu, wanita itu pun tersenyum saat mendengar bisikan dari Renaldi. Ia langsung membuntuti Renaldi dari belakang dan pergi meninggalkan Aldo seorang diri di meja bartender.

••0••

Di atas sofa yang tak terlalu empuk, duduklah seorang wanita dengan wajah murungnya. Televisi yang menyala begitu saja tanpa ia hiraukan. Tiba-tiba seorang wanita paruh baya datang menghampirinya dengan membawa segelas air putih di tangan kanannya.

"Anak Mamah kenapa, sih kok dari pulang kerja mukanya bete banget?" tanya Mamah wanita itu.
"Gimana gak bete, Mah. Besok tuh seharusnya aku cuti kerja, eh malah disuruh masuk, aku 'kan juga ada tugas kampus yang harus aku selesaikan, sebel!" jelasnya sambil melipat tangannya di dada.
"Sayang, Mamah 'kan sudah bilang sama kamu, kamu tuh cukup kuliah aja yang bener, masalah uang semester biar Mamah yang pikirkan," mendengar Mamahnya bicara seperti itu, sontak ia langsung merasa tak enak di dalam hatinya, ia langsung merangkul Mamahnya sambil sesekali mengusap pundak Mamahnya.
"Mah, bukan gitu maksud Najwa. Najwa suka sama keseharian Najwa yang seperti ini. Cuma, ya emang tadi di tempat kerja Bos Najwa itu nyebelin banget, sumpah!" Mamahnya malah tersenyum mendengarnya.
"Emangnya ada apa, sih?" tanya Mamahnya.

Najwa pun menjelaskan apa yang tadi terjadi di tempat kerja kepada Mamahnya dan, tanggapannya hanya tersenyum dan sesekali memberi saran ke putri tercintanya itu.

••0••

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

R E N A L D I (18+) [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang