BAB 6

874 21 0
                                    

Kain Kafan

Setelah ritual pensucian diri di danau, tubuhku merasa lebih segar. Mungkin karena seharian aku tidak mandi, atau mungkin karena aku telah masuk kedalam semua ritual di Gunung Ciremai ini.

Kami langsung mengganti pakaian dan meletakkan kain putih itu di tempatnya semula. Setelah semua selesai, segera kami meninggalkan gubuk, lalu naik ke atas untuk menemui Eyang dan seorang Murid laki-lakinya yang sudah menunggu sedari tadi. Kami kembali berkumpul di sana.

"Kumaha, Neng? Rasana saatos mandi di danau?" (Gimana, Neng? Rasanya setelah mandi di danau?) tanya Eyang kepada Téh Shinta.

"Hmm, seger, Eyang. Rasana ... Aya katenangan saatos ibak téh." (Hmm, segar, Eyang! Rasanya ... Ada ketenangan setelah mandi." jelas Tétéh

"Terus, aya nu aneh teu, salila ritual di danau tadi?" (Terus, ada yang aneh gak, selama ritual di danau tadi?) tanya Eyang.

"Iya, Eyang. Tadi pas aku dicelupin ke dalam danau, banyak sekali ikan yang mengitari tubuhku. Yang paling mengejutkan, ada ikan raksasa, ukurannya begitu besarrr ... Sekali," tutur Tétéh dengan raut wajah yang takjub.

Aku terkejut mendengar jawaban Tétéh. Ternyata ikan raksasa itu juga mengitari Tétéh selama pensucian di danau tadi.

"Iya, Eyang! Tadi ada ikan raksasa!" susul Murid perempuan Eyang yang tadi mengikuti ritual di danau.
Ternyata, bukan hanya aku dan Tétéh, mereka semua juga melihat ikan raksasa itu.

Eyang hanya tersenyum menanggapi cerita mereka.

"Neng! Bade nyandak kaen bodas nu tadi  dipake pensucian, moal?" (Neng! Mau bawa kain putih yang tadi dipakai buat pensucian, gak?) tawar Eyang kepada Tétéh.

"Kanggo naon, Eyang?" (Buat apa, Eyang?) Tétéh menciutkan keningnya, bertanya-tanya.

"Nya, ekeur jimat. Bisa dipake nyieun CD, kaos dalem, atau geulang jeung nu sejenna. Ameh engke, Eneng fikiranna tenang wae jeung bakal loba nu resepen ka, Eneng." (Ya, buat jimat. Bisa buat dibikin CD, kaos dalam, atau pun gelang dan lainnya. Supaya nanti, Eneng, fikirannya bisa selalu tenang dan bakal bikin banyak yang suka sama, Eneng.) Eyang menjelaskan fungsi kain putih tadi kepada Tétéh.

"Hmm ... Enya mangga, Eyang! Abi hoyong nyandak kaenna" (Hmm ... Iya Boleh, Eyang! Aku mau ambil kainnya." Tétéh menerima tawaran Eyang.

"Muhun, sok! Neng pasihan wae Kuncen saikhlasna, nya!" (Iya, silahkan! Neng kasih saja Kuncen seikhlasnya, ya!) tutur Eyang.

Tétéh hanya mengangguk tanda setuju.

"Didinya! Punten pangnyandakeun kaen bodas tadi hiji, nya. Bari sakalian, mawa cai ti danau tadi, eta cai suci. Meh bisa di inum, meh ngadatangkeun katenangan." (Kamu! Tolong ambilkan kain putih tadi satu, ya. Sekalian, ambil air danau tadi, itu air suci. Nanti biar bisa diminum, biar datangin ketenangan.) perintah Eyang kepada salah satu muridnya.

"Nih," Tétéh menyodorkan tangannya, "Tolong pasihkeun kanggo kuncenna, nya!" (Tolong berikan pada, kuncennya, ya!) Tétéh menitipkan sejumlah uang untuk Kuncen kepada Murid yang akan mengambil kain putih.

Murid Eyang itu mengangguk sambil tersenyum. Setelah itu pergi ke gubuk yang berada di tepi danau tadi, untuk mengambil kain putih sekaligus air danau tersebut.

Kulihat dari tadi, Eyang Suhu terus mengelus lembut kepala Tétéh, layaknya seorang Ayah terhadap Anaknya. Membuatku curiga dan bertanya-tanya, siapa sebenarnya, Eyang Suhu ini?

Tak lama, Murid Eyang telah kembali, dengan membawa kain putih yang dipenuhi tanah merah dan beberapa botol yang telah diisi air jernih dari danau. Sebelumnya, aku tak memikirkan kain putih tadi, tapi kelihatannya, kain putih ini sanggat berarti. Kepalaku mulai didatangi lagi pertanyaan-pertanyaan aneh, tapi aku tak berani menanyakannnya.

Eyang mengajak kami untuk melanjutkan perjalanan. Kami menurut dan segera berjalan mengikutinya, menuju perjalanan pulang. Di tengah perjalanan, Tétéh bertanya kepada Eyang.

"Eyang? Sabenerna, ieu téh kaen naon, nya?" (Eyang? Sebenarnya, ini itu kain apa, ya?)

Aku merasa senang mendengar ucapan Tétéh. Pertanyaan yang sedari tadi ingin kutanyakan, kini terwakilkan oleh Tétéh.

"Kunaon di gubuk tadi seueur pisan kaen  bodas, nu tos arawon oge kalalotor ku taneuh beureum?" (Kenapa di gubuk tadi banyak sekali kain putih, yang sudah usang juga kotor oleh tanah-tanah merah?) Tétéh meneruskan pertanyaannya pada Eyang.

"Jadi, Neng, hoyong terang?" (Jadi, Neng, mau tahu?). Eyang berbalik ke arah Tétéh.

Tétéh tidak menjawab, dia hanya menganggukkan kepalanya.

"Tapi ulah rewas! Nya?" (Tapi jangan kaget! Ya?) ucap Eyang.

"Muhun, Eyang." (Iya, Eyang.) Tétéh mengiyakan perintah Eyang.

"Jadi, sabenerna ... Kaen bodas tadi teh kaen kurut jelema nu geus maot." (Jadi, sebenarnya ... Kain putih tadi adalah kain bekas orang yang sudah meninggal.) jelas Eyang sambil kembali membelakangi Tétéh dan melanjutkan perjalanan.

Deg!

Betapa terkejutnya aku, saat mengetahui bahwa kain putih yang tadi aku gunakan untuk ritul itu adalah kain kafan bekas orang yang sudah meninggal. Tubuhku melemas, fikiranku menjadi tak karuan.

'Ya, Allah! Jadi tadi aku memakai kain kafan, bekas orang yang sudah meninggal' ringisku dalam hati.

Tapi kulihat, Tétéh dan yang lainya seperti seolah biasa-biasa saja setelah mendengar hal itu, beda denganku yang panik dan ketakutan.

"Hadena atuh! Tadi abi milarian kaen nu rada beresih, Eyang," (Untung lah! Tadi aku nyari kain yang sedikit bersih, Eyang,) ujar Tétéh kepada Eyang.

"Oh, berarti, eta kaen kafan anu maotna can lila, jadi beresih keneh." (Oh, berarti, itu kain kafan milik orang yang meninggalnya belum lama, jadi masih bersih.) jelas Eyang.

Aku yang mendengarkan semua ini, semakin membuatku takut. Selama perjalanan, hatiku merasa tidak tenang, mengingat semua yang telah aku lakukan di Gunung Ciremai.

Saat kami sedang berjalan menuju pulang, kulirik jam di tanganku sudah menunjukkan pukul 00.30. Di jam segini kami masih berada di tengah-tengah pegunungan Ciremai, yang diselimuti kegelapan malam dan aura mistis yang membekap. Kupikir tidak akan ada lagi gangguan, karena semua ritul telah selasai. Tapi ternyata aku salah, ini semua belum berakhir ....

RITUAL DI GUNUNG CIREMAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang