"SELAMAT PAGI, Zay."
"Pagi.""Morning, Girl."
"Morning too, Mister.""Oi, Zay! Lama nggak ketemu! Gimana kabarnya?"
"Baik kok. Kamu sendiri gimana?"
"Aku juga baik. Kamu sih, sibuk kerjaan OSIS terus!"
"Ya, mau bagaimana lagi.""Zay, terima kasih sudah membantu Ibu kemarin, ya! Kalau enggak ada kamu, Ibu pasti kerepotan."
"Sama-sama, Bu. Saya juga senang bisa membantu.""Zay, berkas kemarin sudah saya terima, ya. Makasih, lho. Kamu yang paling gercep (gerak cepat) deh!"
"Sama-sama, Pak. Eh, Bapak bisa saja. Makasih atas pujiannya lho, Pak.""Zaaay! Ke kantin, yuk?"
"Aku mau ke kelas, Ziva.""Kalau gitu, ke kelas bareng aku aja, Zay!"
"Eeh? Kok begitu, sih?"
"Ya sudah, ay-""ZAAAY!"
Seperti biasa, Zay membalas semua sapaan di pagi hari yang ditujukan kepadanya sepanjang ia melangkah di koridor dan berpapasan dengan banyak orang. Namun, baru saja Zay ingin menaiki anak tangga untuk pergi ke kelas bersama seorang siswi, seseorang memekik sambil menghampiri Zay tergesa-gesa.
Otomatis, Zay, siswi itu, dan beberapa orang lainnya menghentikan langkah mereka dan menoleh dengan raut bingung.
Orang yang tadi berteriak ternyata adalah salah seorang anggota OSIS. Ia tidak langsung berbicara, melainkan mengatur napas terlebih dahulu. Tampaknya habis berlari dan terburu-buru.
"Iya, Fris-Friska?" sahut Zay setelah membaca nametag yang tertera di dada kiri orang itu.
Friska lantas menegakkan punggung. Rautnya masih panik seperti tadi. "Itu-Aris! Aris!" serunya sembari menunjuk koridor yang luar.
Netra Zay langsung menajam begitu mendengar nama yang tak asing di telinganya. Ditambah lagi, Friska menunjuk ke arah koridor luar. Di sana adalah ruang laboratorium. Tanpa diberi tahu pun, Zay sudah tahu apa yang terjadi.
"Si Biang Kerok kenapa? Berulah lagi?" tanya Zay.
Friska mengangguk. "Dia nyaris membakar lab! Pak Uli sama Bu Mai sudah mencoba menghentikan dia, tapi Aris itu-arghh! Mana Zesya belum datang pula!"
"APA?" Netra kelam Zay mendelik. Aura di tubuhnya berubah. Orang-orang yang melihat itu bergidik dan segera menjauh. Padahal, gadis itu adalah nonelementer, tetapi kalau sudah marah begini, auranya bahkan lebih menyeramkan dari elementer sekalipun!
"Oke, terima kasih infonya!" Tanpa babibu, Zay mengambil langkah cepat menuju laboratorium sekolah. Alangkah terkejutnya ia saat melihat kobaran api yang membakar salah satu meja di lab Biologi dari kejauhan.
Zay mendengkus. Ini sih, bukan nyaris lagi, tetapi memang sudah terbakar!
Beberapa guru dan murid terlihat mengerumuni lab. Memang tak banyak, karena saat ini memang masih terbilang pagi.
Dua guru-Pak Uli dan Bu Mai-yang memang elementer air mencoba memadamkan api, sementara murid-murid yang melihat hanya terdiam di tempat. Tampaknya mereka sudah mencoba dengan alat pemadam kebakaran, tetapi tak jua berhasil. Mereka juga tak dapat membantu banyak dikarenakan peraturan yang melarang penggunakan kekuatan di area sekolah.
Faktor lain adalah karena api milik Aris merupakan api biru yang jauh lebih sulit padam dan panas dibanding api biasa. Zay hampir lupa jika lelaki yang hobi membakar fasilitas sekolah itu juga sama kuatnya dengan Ruli.
Memang dasar duo biang kerok!
"Arisnya mana?!" tanya Zay begitu sampai di kerumunan.
"Enggak tahu, Zay! Anaknya langsung kabur. Yang lain juga lagi mencari dia, tapi belum ketemu," jawab salah seorang siswa yang Zay ketahui merupakan kakak kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaneishia ✓ [Proses Revisi]
FantasyDi dunia ini, sebagian besar manusia terlahir dapat mengendalikan elemen, tetapi ada juga yang tidak. Mereka yang terlahir dengan elemen disebut elementer dan yang tidak disebut nonelementer. Elementer dan nonelementer hidup berdampingan. Namun, per...