Bab 04

57 13 90
                                    

BERITA TENTANG adanya murid baru yang merupakan elementer cahaya menyebar ke seluruh penjuru SMA Bhayangkara dalam sekejap. Hal itu sukses menggemparkan seluruh warga sekolah, mulai dari guru, murid, staf, OB, bahkan sampai penjual makanan di kantin. Dan secepat itu pula sang elementer cahaya diterima serta disambut baik oleh banyak orang.

Beberapa hari ke depan, mungkin area sekolah akan dipenuhi oleh jurnalis atau kameramen untuk mewawancarai Cahya. Entah apa tindakan pihak sekolah selanjutnya. Apakah membiarkan berlian terekspoks atau menikmatinya sendiri?

Lihat saja nanti.

Sebelumnya, hal seperti ini juga pernah terjadi lima tahun lalu, kala salah seorang elementer cahaya menjadi siswa di SMA Bhayangkara. Kini, siswa itu sudah menjadi alumni dan melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Kendati tanpa bersekolah tinggi pun, kariernya akan tetap cerah dan secemerlang elemennya.

Apakah hal itu juga berlaku pada Cahya?

Perangai sang gadis elementer cahaya begitu mudah untuk dicintai. Sifatnya ramah dan selalu ceria. Dalam waktu singkat, kepopulerannya sukses mengalahkan Zesya bahkan Azka yang memang sebelumnya terkenal dan dicintai banyak orang. Lihat saja, meski berada di kantin pun, gadis itu tetap dikerumuni banyak orang.

Di mana ada Cahya, di situ pasti ada kerumunan dan kericuhan.

Benar-benar memuakkan.

Zay hanya bertopang dagu sambil mengaduk-aduk bubur ayam yang tadi dibelinya di Mang Rizal dengan lesu. Tatapan datarnya terarah pada Cahya yang dikerumuni banyak orang bagai kumpulan semut yang mengerubungi gula. Melihat itu, nafsu makannya hilang begitu saja.

Biasanya saat jam istirahat tiba, Zay makan siang bersama beberapa orang teman sekelasnya. Namun sekarang, orang-orang itu malah beralih ke Cahya, sedang berada di tengah-tengah kerumunan seperti yang lain.

Tidak, Zay tidak akan marah karena hal itu. Ia bisa memaklumi teman-temannya yang sangat excited dengan Cahya. Tentu mereka tidak akan melewatkan kesempatan untuk berkenalan, berfoto bersama, meminta tanda tangan, atau sekadar mengobrol basa-basi dengan sang pemilik elemen cahaya.

Sepopuler itukah seorang elementer cahaya?

Jawabannya adalah: ya!

Bahkan, artis papan atas pun bisa kalah tenar dengan seorang elementer cahaya yang berasal dari kalangan biasa.

"Hai, Zay."

Zay menghentikan aktivitas mengaduk buburnya dan segera menoleh kala namanya terpanggil. Di sebelah kanannya, seorang lelaki yang ditemuinya Kamis minggu lalu menatap Zay dengan mata berbinar. Kedua tangannya memegang nampan berisi semangkuk bakso dan segelas jus jeruk.

Desisan pelan lolos begitu saja dari bibir Zay begitu mengetahui si pelaku. Beruntung Azka tidak mendengarnya. Lelaki itu juga tampaknya tidak peduli dengan respons Zay, sama seperti waktu itu.

"Hai juga." Mau tak mau, Zay menyahut dan berusaha bersikap biasa.

"Kamu sendirian? Boleh aku duduk di sini? Mau makan bersama?" tanya Azka bertubi-tubi. Namun, matanya fokus pada sarung tangan hitam yang selalu membalut kedua lengan Zay.

Kening gadis itu mengerut. Kenapa dengan lelaki ini? Datang-datang langsung meminta makan bersama. Dan lagi, Zay bahkan belum menjawab satu pun pertanyaannya, tetapi Azka sudah main duduk di bangku yang berhadapan dengannya.

Zay mengangkat nampannya yang berisi semangkuk bubur, kemudian bangkit berdiri. "Iya, aku sendirian. Silakan saja. Enggak, makasih. Aku ada urusan mendadak," jawab Zay satu-satu.

Kaneishia ✓ [Proses Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang