Cerita ini hasil pemikiran nyata penulis sendiri. Maaf jika ada nama, tempat, latar dll.
Yang gak tau cara menghargai usaha seseorang dan gak tau tata krama saat bertamu, gak usah baca cerita ini yah. Makasih 😇
Follow IG: syhnbahy__
.
.
.POV Wafa Xeanna.
Papa yang masih dalam keadaan basah, masih terus memelukku. Biarlah pakaianku ikut basah, yang penting Papaku berada di sampingku saat ini.
Aku rasa Tuhan mendengar doaku. Hujan perlahan mereda.
"Wa, kamu udah mendingan 'kan?" tanya Papa yang masih setia dengan raut wajah gusarnya.
"Iya, Pa."
"Ya udah, bentar."
Papa perlahan bangkit dari posisi jongkoknya, kemudian berjalan menuju jendela kamar yang masih terbuka.
Lalu ditutupnya jendela kamarku itu. Entah bagaimana tanggapannya nanti soal gorden yang basah.
"Wa, baju kamu basah. Ganti baju sana," titah Papa.
"Papa juga, yah," balasku.
Papa hanya tersenyum menanggapinya. Papa lalu berjalan ke luar kamar untuk mengganti baju.Setelah berganti pakaian, aku mencoba untuk tidur.
****
Berbeda dengan semalam, pagi ini langit kembali cerah.
Permukaan bumi kembali basah dengan rahmat Tuhan.Bergegas aku menyiapkan sarapan pagi. Mungkin bubur hangat akan mengembalikan semuanya.
Setelah memasak, bubur tadi aku hidangkan di atas meja makan.
"Pa, sarapannya udah siap."
Tidak ada balasan yang ditimbulkan Papa. Hening, tanpa suara sedikitpun.
"Pa, sarapannya udah loh, ini." Aku mencoba memanggil kembali.
Masih juga tak ada balasan dari Papa.Hachim!
Hachim!
"Loh, siapa yang bersin?" gumamku.
Tidak ada yang sedang sakit di dalam sini. Yah, kecuali satu.
"Papa!"
Cepat-cepat aku menuju kamar Papa. Di dalam kamar, Papa terlihat sedang meringkuk dengan selimut tebal yang masih menempel di badan.
Perlahan aku dekati Papa. Wajahnya terlihat pucat pasi, hidung bangirnya berwarna merah khas orang yang terkena flu, bahkan bibir pinknya terlihat pucat.
Pelan kuraba kening Papa.
"Ah, panas." Tak sengaja aku terkaget saat kulit tanganku menyentuh kening Papa.Hachim!
Hachim!
"Pa, Papa demam?" tanyaku pelan kepada Papa.
"Hmm? Kata siapa?" Tidak, ini bukan jawaban dari pertanyaanku.
"Papa demam? Kita ke rumah sakit aja, yah?" Kucoba bertanya kembali.
"Eh, enggak kok. Papa sehat, kamu saja yang berlebihan," balasnya.
Setelah mengatakannya, Papa berjalan ke luar menuju meja makan. Seolah tak menggubris keadaanku, Papa melanjutkan aktifitasnya dengan memulai sarapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Papa is Duda Keren (Sudah Terbit)
Ficção GeralDevan Mahendra, seorang laki-laki dengan usia yang sudah memasuki kepala empat harus hidup bersama anak gadisnya. Kehilangan istrinya saat lima tahun lalu tak membuat Devan putus asa dalam membesarkan anak semata wayangnya. Walau Devan sudah memili...