Cerita ini hasil pemikiran nyata penulis sendiri. Maaf jika ada nama, tempat, latar dll.
Yang gak tau cara menghargai usaha seseorang dan gak tau tata krama saat bertamu, gak usah baca cerita ini yah. Makasih 😇
Follow IG: syhnbahy__
.
.
.POV Wafa Xeanna.
Setelah membeli obat-obatan, aku kembali lagi ke rumah.
Saat tiba di halaman rumah, aku sedikit terkejut melihat banyak pasang sandal dan sepatu ada di depan pintu masuk rumah, sedangkan di dalam garasi ada beberapa kendaraan beroda dua yang terparkir.
"Assalamualaikum," salamku saat memasuki rumah.
"Waalaikum salam!" jawab orang-orang yang ada di dalam.
Dari suara menjawab salam, bisa aku pastikan mereka pasti banyak sekali.
Tidak disangka, di dalam ruang tamu hanya terpadat enam orang tamu. Tadinya kupikir mereka akan banyak sekali. Namun, rupanya dugaanku salah. Mungkin karena didominasi oleh pria makanya terdengar keras suara yang dihasilkan.
"Udah pulang, Wa?" tanya Papa saat aku menyalaminya.
"Udah, Pa."
Aku lalu beranjak ke dapur untuk sekedar membuatkan minuman untuk para tamu yang semuanya adalah teman kantor Papa. Empat cangkir kopi dan dua cangkir teh sudah siap.
Dengan perlahan aku membawakan minuman yang sudah disiapkan ke ruang tamu.
"Wah, rajin yah, Wa," ucap salah satu teman Papa.
"Makasih Om," balasku.
Kopi dan teh aku letakkan di atas meja. Satu-persatu dari mereka mengambil minuman yang ada.
Sesaat setelah memastikan bahwa mereka menikmati minuman yang disediakan, aku langsung beranjak ke kamar untuk mengganti baju.****
"Wa, tamu-tamu udah mau pulang. Sana pamitan dulu," ucap Papa di depan pintu kamarku.
Tanpa menjawab aku segera menuju ruang tamu untuk berpamitan. Ini adalah salah satu adab yang Papa ajarkan kepadaku.
Saat berada di ruang tamu, satu persatu aku salami semua tamu yang hadir."Kita pamit ya, Wa," ucap salah satu diantaranya.
"Di jaga Pak Bosnya."
"Dikasih obat Pak Bosnya, Wa. Kalau perlu dipaksa."
Memang Papa sangat tidak suka meminum obat saat sakit. Tak ada efek katanya. Lebih suka sembuh sendiri.
"Jangan lupa, cari mama baru biar ada yang bantuin jagain Pak Bosnya, ya," bisik yang terakhir.
Kalau mencari pengganti mama mudah seperti memasang bola lampu, maka sudah aku lakukan dari dulu.
Aku hanya bisa tersenyum untuk membalasnya.
Sakit?
Jelas!
Rasanya tak ada yang bisa mengerti perasaanku ini. Di usia yang sedang mencari jati diri, pastinya aku sangat ingin mendapatkan perhatian dari orang tua yang lengkap.
Apalah dayaku, aku kehilangan mamaku saat usiaku beranjak remaja. Hal privasi seperti m*nstru*si pun Papaku yang meng-handle semuanya. Bahkan tak ada rasa jijik sekali pun yang ditunjukkan Papa.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Papa is Duda Keren (Sudah Terbit)
Ficción GeneralDevan Mahendra, seorang laki-laki dengan usia yang sudah memasuki kepala empat harus hidup bersama anak gadisnya. Kehilangan istrinya saat lima tahun lalu tak membuat Devan putus asa dalam membesarkan anak semata wayangnya. Walau Devan sudah memili...