Cerita ini hasil pemikiran nyata penulis sendiri. Maaf jika ada nama, tempat, latar dll.
Yang gak tau cara menghargai usaha seseorang dan gak tau tata krama saat bertamu, gak usah baca cerita ini yah. Makasih 😇
Follow IG: syhnbahy__
.
.
.POV Wafa Xeanna.
Sejak Papa membentakku tadi, aku sama sekali belum keluar kamar. Untuk apa pun alasannya, aku hanya ingin berada di kamar sekarang.
Di sinilah aku berada. Kamar yang aku gunakan sejak usiaku lima tahun. Tidak ada yang berubah di sini, bahkan lemari bergambar hello kitty kesayanganku dulu masih digunakan.
Lama aku berdua diri sendirian di kamar, sampai aku tertidur lelap di atas kasur.
****
Hari sudah pagi saat aku membuka mataku. Gegas aku langkahkan kakiku menuju kamar mandi, mengambil air wudu dan melaksanakan salat subuh.
Tak ada niatan sedikit pun bagiku untuk meminta maaf pada Papa. Ini salahnya 'kan? Papa sendiri yang tidak menceritakan apa yang terjadi padanya kemarin.
Apa aku setidak berguna itu sehingga Papa tak menceritakan padaku?
Tok! Tok! Tok!
"Wa, ayo makan dulu," panggil Papa dari balik pintu.
Perlahan aku langkahkan kakiku menuju pintu.
Ceklek!
"Apa, Pa?" tanyaku saat pintu sudah kubuka.
"Sarapan dulu," ucapnya lagi.
Tidak perlu banyak bicara, aku segerakan menuju dapur dan merampungkan sarapanku.
"Wa, papa minta maaf," lirih Papa saat kami sedang melaksanakan sarapan.
"Untuk apa?"
"Untuk semalam. Maaf, papa udah ngebentak kamu semalam," tambahnya lagi.
"Papa ngerasa bersalah juga? Kirain enggak," balasku sarkas.
Entahlah, Papa selalu seperti ini. Membuat kesalahan lalu melupakannya tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. Mungkin karena dipikirnya aku masih remaja, masih labil, dan masih perlu banyak belajar sehingga tak pernah sekali pun dirinya meminta maaf padaku.
"Wa, sebagai gantinya, kita makan malam di restoran kesukaan kamu. Gimana?" tawar Papa.
Makan malam? Di restoran?
Mimpi apa aku semalam, Papa menawariku makan malam di restoran hanya untuk meminta maaf? Ini harus diabadikan."Okey, aku maafin Papa. Dengan syarat Papa harus tepatin janji Papa tadi. Deal?" ucapku seraya menyulurkan tanganku pada Papa.
"Deal!"
Sebentar, aku dan Papa berjabat tangan untuk menyetujui kesepakatan ini. Kesepakatan? Konyol!
"Habiskan sarapan kamu, setelah itu papa antar kamu ke sekolah," titah Papa.
Aku hanya bisa mengiyakan. Tawaran sudah aku terima, tidak ada lagi alasan bagiku untuk terus merajuk pada Papa.
Sarapan kami selesai dalam sepuluh menit. Papa kembali sibuk dengan tas kantornya, dan aku kembali sibuk dengan tas sekolahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Papa is Duda Keren (Sudah Terbit)
Genel KurguDevan Mahendra, seorang laki-laki dengan usia yang sudah memasuki kepala empat harus hidup bersama anak gadisnya. Kehilangan istrinya saat lima tahun lalu tak membuat Devan putus asa dalam membesarkan anak semata wayangnya. Walau Devan sudah memili...