“Astaga.” gumamku kaget. Aku menutup mulutku tak menyangka.
“Yaahhhhh” gerutu mereka yang berada di rooftop.
“Kok pada inget sih. Padahal aku lupa.” gumamku sangat pelan.
“Ohh jadi kalian tadi nyembunyiin ini.” kataku menatap bang Teguh, Erlang, Arsa, Adit dan Kaldera berbinar.
Wajah mereka tampak kecewa. Mungkin karena tidak sesuai dengan rencana. Salah sendiri buat aku sangat penasaran.
Aku berjalan cepat menuju MUA dan wardrobe yang berdiri paling dekat dengan pintu, juga kru lain yang sudah stay di lokasi kemudian aku memeluknya satu persatu, “Aaaa, makasihh.” kataku sambil mengusap-usap punggung orang yang satu persatu kupeluk.
Aku berbalik berjalan lagi menuju bang Teguh dan memeluknya lagi. Bang Teguh itu seperti ayah kedua ku. Soalnya dia udah tua juga sih. Ups, HAhahaha. Kadang aku suka curcol gitu sama dia.
*Curcol=curhat colongan.
Aku beralih pada Erlang, Arsa dan Adit kemudian memeluknya, “Makasih udah bikin gue mati penasaran. Pantesan kok bisa-bisanya kalian ngajak gue jalan. Nggak ada angin nggak ada hujan, tiba-tiba gitu aja. Thats impossible tau nggak rasanya.” kataku memandangi mereka yang semobil tadi. Mereka cuma terkekeh-kekeh nggak jelas. Uhhh sayang banget sama semua yang ada disini.
“Lo” tudingku pada Kaldera. Aku geleng-geleng nggak habis pikir sama tingkahnya tadi, lalu memeluknya, “Nggak biasanya lo sksd sama gue. Mana dari tadi nahan gue mulu lagi. Makasih Kal.” lanjutku dibalik punggungnya. Kaldera mengusap-usap punggungku.
Nyaman banget pelukannya Kaldera.
Aku berdeham mengkondisikan suasana di roof top , “Gue mau bilang, makasih. Makasih banget semuanya. Gue heran dan nggak nyangka aja sih. Kok kalian pada inget dan bisa-bisanya mau nyempetin waktu buat acara kek beginian. Padahal gue sendiri nggak terlalu peduli. Pokoknya makasih. Makasih banget.” Aku menghela nafas tersenyum menahan haru, “Tapi ini yang bayar nggak gue kan?” lanjutku membuat mereka tertawa.
Jadi, mereka semua itu lagi ngasih aku surprise karena ternyata hari ini adalah birthday ku. Aku aja nggak inget. Astagaaa.
“Udah. Nggak usah nangis.” mbak Anggi MUA berucap lembut dengan elusannya dipunggung. Bang Teguh menghampiriku lalu memelukku layaknya seorang ayah.
Nggak pernah sekalipun gue ulang tahun dirayain kaya gini. Bahkan ibu sama bapak aja nggak pernah ngadain kaya gini. Ngucapin aja bisa dihitung jari, banyakan nggak pernahnya malah. Kakak juga nggak pernah ngucapin. Bisa dibilang orang dikeluargaku itu acuh. Bukan karena mereka sibuk tapi emang dianggap hal kaya gini tuh nggak penting. Padahal aku pengen tapi dulu pernah minta dan berakhir aku dimarahi. Katanya pemborosan soalnya emang udah syukuran di hari tiron, bukan dihari ulangtahun.
*Tiron= hari lahir dari pandangan orang jawa.
“Aaaaaaa, jangan gitu. Gue malah jadi pengen nangis beneran nih.” rengekku masih dipelukan bang Teguh. Beliau mengeratkan pelukannya begitu mendengar suara tangisku yang tertahan. Astagaaa aku nggak bisa berhentiin air mataku.
Bayangin kalau selama ini ternyata nggak ada yang care sama ulang tahunku malah buat air mataku makin deras.
Sudah nggak ada pacar, nggak diucapin nyokap bokap, sekalinya dapet ginian jadi pengen mewek. Cengeng banget aku ya Allah.
Aku susut air mataku, lalu melepaskan diri dari bang Teguh,“Cengeng.” kata Kaldera yang entah sejak kapan dibelakang ku. Aku hendak memukul lengannya, “et et.” ejek Kaldera berhasil menghindar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Need a Partner
ChickLitSeumur hidup Alira sampai usianya 25 tahun belum pernah merasakan yang namanya pacaran. Bukan tidak laku, hanya saja dia tidak tertarik. DULU. "Lo nggak bosen hidup sendiri?" pertanyaan itu yang sering terlontar ketika dia kemana-mana sendiri. Baga...