Kepalsuan Cinta

2.4K 163 4
                                    



Aida menengadah. Gumpalan awan pekat menggantung di udara. Debu dan pasir berterbangan, membuat matanya terasa perih. Semilir angin senja pun kian terasa. 

Dari kejauhan, suara Qori yang berasal dari perekam berbaur dengan deru mesin kendaraan. Perempuan muda itu tersentak. 

"Astaghfirullah, maafkan hamba ya Allah!"

Dengan tergesa, segera diraihnya botol mineral yang tersimpan di ransel. Mencukupkan air yang ada untuk membasuh anggota wudhu. Memakai dan membentangkan perlengkapan sholat yang setia menjadi penghuni tasnya.

Penuh kepasrahan dan penyerahan diri Aida mengangkat tangan. Bertakbir, mengagungkan sang pencipta. Dengan penghambaan penuh, satu-persatu rangkaian gerakan berhasil ia laksanakan. Berlama di sujud terakhir, mengadukan gundahnya pada Sang Pencipta. 

Usai mengucap salam, Aida menarik napas panjang. Sesak yang menghimpit pun berangsur reda. Dengan jari-jari yang bergerak lincah di setiap bukunya, bibir gadis itu tak henti mengeluarkan suara lirih, takbir, tasbih, dan tahmid yang bersahutan. 

Tak lama, adzan maghrib pun berkumandang. Bibir tipisnya bersahutan menjawab seruan Muadzin. Membaca doa selepas adzan, bangkit dari duduk dan bersiap melaksanakan ibadah wajibnya. 

Aida terus melaksanakan sholat. Beratapkan langit, dengan rintik kecil yang menyertainya. 

Perlengkapan sholat berbahan parasut itu dilipat sekecil mungkin. Memasukkan ke tas mungil, penyimpanan. Merapikan, dan menyandang ransel. Bangkit, beranjak meninggalkan tempatnya menyendiri.

Aida bergeming. Menengadah menatap langit yang kian gelap. Telapak tangannya membuka. Merasai tetes demi tetes yang diturunkan Sang Maha Pemberi Rezki.

“Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam.” (QS—Qaaf ayat 9).

Abai dengan keadaan, Aida terus melangkah meninggalkan gerbang kampus. Menerobos gerimis yang kian deras. Menangis di bawah hujan, menyamarkan air mata yang mengalahi lebatnya tuturan langit. Perempuan muda itu tak lagi perduli dengan tubuhnya yang kuyup. Dinginnya hujan, tak mampu mengalahkan hati yang membeku.

"Ya Allah! Segala keadaan dan kesakitan ini tidak akan terjadi tanpa izinmu. Karena itu, kuatkan hati ini. Bimbing dan permudahkan langkah hamba untuk menyelesaikannya. La haula wala quwwata illa billahil aliyil adzim." Sepanjang jalan, tak henti rangkaian doa ia munajatkan pada Sang Khalik. Bibir yang pasi itu tak henti bergerak. 

"Dua doa yang tidak akan ditolak : Doa ketika azan dan doa ketika ketika turunnya hujan." HR. Al Hakim dan Al Baihaqi

Dengan telapak yang memutih dan keriput, Aida mengeluarkan gawai. Memesan transportasi online berbasis aplikasi. Lama menunggu, pesanannya tak kunjung mendapat jawaban. Berkali-kali mencoba, hingga ia pun pasrah. 

Malam semakin larut. Aida terjebak dan berdesakkan di halte dengan beberapa pengendara sepeda motor yang tidak mempersiapkan mantel dimusim penghujan. 

Kondisi perut yang belum terisi, hujan deras, dan tubuh yang basah membuat Aida menggigil. Dengan tubuh yang bergetar, ia mengaitkan kedua tangan dan bertumpu di dada.

Menjelang pukul sepuluh malam, hujan pun mereda. Kembali Aida mencoba keberuntungannya. Tak lama, kendaraan roda empat silver berhenti tepat di depan halte.

***

"Dari mana?"

Aida termangu di depan pintu. Kepalanya menunduk dalam. Tak putus menatap sekat di antara petakan ubin.

"Kenapa diam? Bisu?"

Pertanyaan lelakinya yang terdengar sinis kembali menambah luka. 

"Jawab!" Zafran mulai tak sabar. Nada suaranya meninggi. Teriakkan pertanyaan yang menuntut jawaban membahana di ruang tamu.

Tubuh Aida menegang! Gadis itu ketakutan!

"Rumah ini bukan persinggahan. Kalau tak mau tinggal di sini, kenapa pulang? Sekalian saja pergi jauh! Hidup di jalanan atau kembali ke panti!" Kata-kata sarkas yang meluncur deras dari bibir Zafran membuat luka Aida semakin dalam. 

Gadis itu hanya membisu. Tak sanggup membalas semua kata yang terucap. Lidahnya terasa berat. 

"Hmm. Hidup di panti dan di sini tentu jauh berbeda. Meninggalkan rumah ini dan segala kemewahannya bukanlah pilihan yang tepat. Tak akan kau dapatkan lagi limpahan materi di luar sana. Gadis cerdas! Keberanianmu untuk bertahan di rumah ini patut ku acungi jempol. Mempertahankan gaya hidup yang baru kau dapat. Hebat!" Zafran menyeringai. Tatapan tajamnya menusuk dalam di hati Aida.

Dua tangan bertautan dan mengepal di dada. Dengan tubuh yang menggigil hebat Aida berlalu dari hadapan Zafran.

Terdengar pintu dibanting. Aida terlonjak. Dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam, lelakinya berubah. Kemesraan tadi pagi seakan sirna tanpa bekas. Beginikah wujud asli pernikahannya? Ternyata, dua bulan bersama merajut asa dan cinta, hanyalah kesemuan yang ia dapat. Sungguh, laki-laki itu pemain drama yang handal.

Zafran mencekal lengan Aida. Berdiri di belakang tubuh yang kian menegang. Menempelkan dada bidangnya di punggung yang basah. Aida semakin gugup, saat lengan kokoh itu beralih melingkar di perut nan rata. Menempelkan bibir di telinga yang tertutup hijab.

"Rahasia pernikahan kita telah terbongkar. Jadi, aku tak perlu lagi bersandiwara. Bermanis-manis, yang membuatku muak. Selamat datang di neraka yang kupersembahkan untukmu." 

Terasa asin dan amis saat bibir yang digigit itu mengeluarkan cairan merah. Tak ada cara lain, hanya itu lah yang bisa dilakukan Aida demi menahan desakan air mata saat mendengar bisikan Zafran. 

Gadis itu memberontak, melepaskan pelukan yang kian menyesakan. Lalu melangkah gontai ke kamar yang biasa mereka tempati. Mengambil handuk, mempersiapkan pakaian ganti, dan berlalu ke kamar mandi. Di bawah gucuran shower, kembali tubuhnya bergetar. Luka itu bertambah dalam dan menganga lebar. Berharap kata maaf terucap dari bibir sang kekasih. Membayangkan rayuan manis dan gombal menyambangi telinganya. Namun, kesinisan Zafran semakin memperkuat bukti bahwa selama ini ia hidup dalam kepalsuan cinta.

***

Bersambung


Silahkan mampir di KBM App  akun Kani_kani30 dan Joylada akun Kani Kani disana sudah post part 26


Sang Mantan (Proses Penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang