0.5

583 87 11
                                    

Mean pernah patah hati. Ia tau persis bagaimana ketika perasaannya bak dicincang belati. Hanya satu kali, tapi traumanya sungguh membekas sampai mati.

Saint adalah satu-satunya lelaki yang berhasil membuatnya terbang membumbung tinggi namun sekaligus menjatuhkannya tanpa belas kasih sama sekali. Memang, alasan utama perpisahan mereka adalah soal restu yang tak kunjung diberi. Tapi mana Mean sangka kalau diam-diam Saint mempermudah dengan cara berkhianat di belakangnya. Alih-alih berpisah secara baik-baik, Mean justru harus melihat Saint ke luar hotel bersama seorang gadis yang tak ia kenal. Di tengah setitik harapan akan hubungan yang masih bisa dilanjutkan, Saint justru menghempaskannya dengan satu tarikan napas.

"Akhiri saja, Mean. Berjuang sampai mati pun hasilnya akan tetap sama."

Setelah hari itu, Mean memutuskan untuk menutup rapat pintu hatinya. Ia tak mau membiarkan siapapun mengusik perasaannya dan mempermainkannya lagi. Ia tak ingin merasakan luka yang sama lagi. Saint adalah patah hati pertama sekaligus yang terakhir baginya. Mean bersumpah bahwa tak ada satupun yang bisa membuatnya jatuh ke jurang yang sama.

Tapi rupanya semesta sedang tak berbaik hati.

.

"Jadi gimana sama si fotografer itu?"

Mean meletakkan kacamatanya sembari tersenyum miring, "So far so good."

"Ada perasaan?" Zanook, manajer Mean bertanya dengan wajah antusias. "Sudah cukup lama kan kalian pedekate?"

"Baru dua mingguan, Kak."

"Kamu belum jawab pertanyaan saya. Ada perasaan ngga?"

Mean mendengus pelan, ia lantas mengambil piyamanya sebelum masuk ke kamar mandi.

"Kak, kalau saya langsung lamar dia aja gimana?"

Zanook terperangah. "Itu kamu seriusan?"

Tak ada jawaban pasti selain seringaian yang menghiasi wajah tampan si supermodel. Dan mana Zanook tau kalau seringaian itu mengandung makna yang berbeda dari pikirannya.

...

Dengan segala kerendahan hati, Plan mengakui betapa menawannya seorang Mean Phiravich

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan segala kerendahan hati, Plan mengakui betapa menawannya seorang Mean Phiravich. Bahkan ia hampir tak bisa memfokuskan lensa kameranya pada sosok yang berjalan di atas catwalk itu. Dari tempat duduknya, Plan sedikit kesulitan mengendalikan perasaannya sendiri. Kenapa harus berdebar seperti ini? Bukankah ia harusnya sudah terbiasa dengan model tampan maupun cantik yang tersorot oleh lensanya? Lantas dari mana datangnya degupan ini. Sembarangan sekali.

Plan mendengus jengkel ketika mengecek hasil tangkapan kamera yang tak sesuai harapan. Entah itu yang tak simetris, pencahayaan yang canggung, bahkan ada satu foto yang terlihat blur. Dan semua hasil kekacauan itu terjadi pada saat Mean Phiravich muncul di atas catwalk.

Marry Me, Phiravich! (2Wish) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang