0.3

596 90 7
                                    

Sebenarnya Plan sadar kalau dirinya tengah diamati dari jarak jauh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebenarnya Plan sadar kalau dirinya tengah diamati dari jarak jauh. Ia bahkan yakin kalau bukan hanya dia saja yang terkejut saat ini. Sesaat sudut matanya melirik sosok tampan yang berdiri tak jauh dari tempatnya memotret. Ia meneguk ludahnya susah payah. Berpikir keras apakah ini waktu yang tepat untuk bertindak? Apakah sekarang sudah saatnya ia menampakkan diri lebih jelas si hadapan Mean?

Plan mengusak rambutnya, mendadak sakit kepala.

"Kenapa kamu? Kutuan?" Gun datang dengan dua gelas jus jeruk di tangan. Plan tanpa basa-basi langsung menyambar gelas itu dan meneguk isinya sampai tandas.

"Kayaknya Mean ngelihat saya juga deh Gun. Saya grogi! Gimana dong?"

Gun menoleh ke arah mata Plan memandang, kemudian anggukkan kepala mengerti. "Samperin aja mungkin biar ngga jadi beban?"

Plan mendelik, "Harus banget sekarang?"

"Ya terserah, tapi kan selagi ada kesempatan di depan mata kenapa ngga diambil?"

Ucapan Gun ada benarnya. Tapi Plan masih sangat meragukan dirinya sendiri. Untuk mengirimkan pesan singkat pada Mean saja dia harus mengumpulkan tekad yang tak sedikit. Apalagi sekarang ia harus coba mendekati Mean secara terang-terangan. Astaga, menantang adrenalin sekali!
Plan seketika berpikir respon apa yang akan diterimanya nanti. Apakah Mean akan mengabaikannya? Apakah Mean akan menertawakannya? Atau yang lebih parah, Mean akan langsung mengusirnya pergi diikuti berbagai sumpah serapah?

Plan sungguh tak siap akan segala risiko.

"Kesan pertama pas ketemu sama Mean aja udah bikin segan, Gun. Serius, saya kayaknya ngga sanggup deh."

"Plan," Gun menepuk bahu kawannya itu, "Kamu yang memulai ini semua, maka kamu harus menyelesaikannya juga. Tuntaskan. Jangan biarkan kamu dihantui janji yang ngga kamu usaha tepati."

Plan meneguk ludahnya lagi, yang kali ini terasa lebih getir. Matanya kembali terarah pada sosok tampan itu. Plan terkesiap, karena detik itu Mean juga memandangnya, lengkap dengan seutas senyum miring yang terkesan arogan.

Sialan.

...

Canggung. Satu kata itu sudah sangat cukup menggambarkan keadaan saat ini. Entah bagaimana ceritanya, Plan hanya mengangguk saat Mean mengajaknya bicara berdua di sudut ruangan. Sebenarnya hal ini menguntungkan Plan karena ia tak perlu mencari alasan untuk menemui Mean. Karena di luar dugaan, supermodel itu sendiri yang menghampirinya.

Tapi tetap saja, Plan merasa sangat kikuk.

"Saya sudah tahu kenapa kamu tiba-tiba mengirim pesan itu," Mean membuka percakapan, Plan sontak terperanjat dari lamunannya.

"Oh. Iya."

Mean mengernyitkan dahi saat melihat respon Plan. Ia lantas tertawa remeh sembari gelengkan kepala.

Marry Me, Phiravich! (2Wish) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang