S2 ~ Posesif

50 7 3
                                    

"Hyung, mau putus?"

"Eh?" Youngmin mengedipkan matanya beberapa kali. Youngmin tidak merasa pendengarannya bermasalah. Tapi kenapa kata-kata yang dikeluarkan oleh Woojin itu terdengar sangat mustahil untuk Youngmin dengar?

Yang tidak pernah Youngmin duga, Woojin mengatakan hal seperti itu.

Tidak. Sebenarnya Youngmin pernah menduganya, tapi itu dulu. Sekarang Youngmin 100% yakin kalau Woojin akan mengerti dirinya yang seperti ini. Tapi ternyata dirinya salah.

Nafasnya tidak teratur, entah kenapa terlalu sesak. Youngmin butuh oksigen, terlalu banyak karbondioksida disini hingga Youngmin susah bernafas. Tangannya mengepal erat menggenggam tangan Woojin. Takut jika Woojin nya pergi.

"Kenapa?" Lirih Youngmin. Tangannya masih menggenggam erat tangan Woojin. Matanya saat ini terus terbuka dan menatap mata Woojin, takut jika berkedip nanti, Woojin nya akan hilang. Youngmin tertawa kecil.

"Kenapa?" Tanya balik Woojin. Tawa Youngmin bertambah.

"Kamu yang dulu bilang kalo gamau aku ilang, kan? Kenapa sekarang—"

"Apa?" Woojin memotong perkataan Youngmin. Youngmin menelan ludahnya dengan susah payah. Woojin memasang wajah marahnya sekarang. Dimata Youngmin, Woojin yang marah terlihat menyeramkan karena Woojin tidak pernah marah jika didekatnya. Mungkin ini pertama kalinya Woojin menampilkan wajah seperti itu.

Tapi Youngmin masih mempertahankan posisi kedua tangannya yang menggenggam erat tangan Woojin.

"Hyung tadi minta maaf, kan? Buat apa?" Tangan kanan Woojin menyentuh kedua tangan Youngmin, menarik kedua tangannya agar tangan kirinya bisa lepas dari jeratan tangan Youngmin. Youngmin maju satu langkah untuk mempertahankan kedua tangannya ada di tangan kiri Woojin.

"Aku tanya buat apa?!" Tekan Woojin sekali lagi. Youngmin mencoba bernafas secara teratur.

"Aku gak tau." Youngmin menjawab pertanyaan Woojin dengan jawaban bodoh. Iya. Bodoh sekali sampai-sampai wajah Woojin seperti ingin memakan orang. Woojin menarik tangannya paksa hingga tangan itu terlepas dari genggaman tangan Youngmin.

"Dateng lagi ke aku kalo Hyung tau kesalahan Hyung dimana." Setelah Woojin berucap seperti itu, Woojin lanjut berjalan dengan meninggalkan Youngmin sendirian disana. Youngmin ikut berjalan dibelakang Woojin.

"Woojin-ah, mau kemana?" Tanya Youngmin yang masih setia mengekori Woojin.

"Mau ke ujung dunia."

"Dunia, kan gak punya ujung."

"Aku penganut bumi datar."

"Sejak kapan?"

"Banyak tanya!" Woojin mempercepat jalannya, otomatis Youngmin juga mempercepat jalannya. Itu lebih mudah untuk Youngmin karena kakinya lebih panjang dari milik Woojin. Kadang Woojin menyayangkan kakinya yang tidak lebih panjang dari milik Youngmin.

"Woojin-ah!" Youngmin masih berusaha untuk menghentikan langkah Woojin.

"Aku gak salah!" Seru Youngmin hingga membuat Woojin berhenti melangkah. Woojin menatap ke wajah Youngmin dengan tatapan bertanya dengan mata yang menyipit.

"Apa?" Desis Woojin.

Youngmin mengambil nafas dalam, lalu menghembuskan nafasnya perlahan. "Aku gak ngerasa perbuatan aku selama ini salah."

Woojin menggeleng sambil tertawa kecil. "Hah?!"

"Aku udah bilang dari awal, kan? Aku gak bakal nahan diri lagi—"

"Hyung! Aku mau Hyung berhenti ngelakuin hal bodoh kayak gitu." Potong Woojin.

"Itu bukan hal yang bodoh. Aku cuma ngelakuin hal yang menurut aku itu bener. Aku mencegah buat—"

"Mencegah buat apa? Aku udah bilang ke Hyung berkali-kali kalo Hyung gak perlu kuatir, kan?" Woojin memotong perkataan Youngmin lagi. Youngmin menggeleng pelan.

"Aku udah bilang berkali-kali kalo aku selalu sayang sama Hyung. Aku gak pernah ada niatan buat ninggalin Hyung. Bahkan sampai sekarang aku gak pernah ada kepikiran buat mutusin Hyung. Tapi kalau kelakuan Hyung kayak gini, gak ada orang yang gak risih kalo pacarnya bertindak berlebihan. Hyung tau? Semua perlakuan Hyung kepada semua orang malah buat Boomerang buat Hyung sendiri?" Jelas Woojin.

"Aku gak pernah tau isi hati kecil kamu kayak gimana."

"Hyung gak percaya sama aku?"

"Aku percaya! Aku cuma takut sewaktu waktu hati kecil kamu bakal berubah. Gimana pun juga, aku gak pernah tau, isi terdalam hati kamu kayak gimana. Aku selalu takut kalau kamu bisa nemu seseorang yang lebih baik dari aku, terus nanti kamu lebih pilih orang itu."

"Kalo gitu, aku lebih pilih orang itu."

"Tuh, kan!" Seru Youngmin. Woojin menghela nafasnya.

Tangan Woojin menyentuh pipi Youngmin dan mengusap pelan. Seperti memberikan rangsangan kalau semuanya akan baik-baik saja. Youngmin menyentuh tangan Woojin yang berada di pipinya, menggenggamnya erat. Sangat erat. Takut jika tidak digenggam dengan erat, tangan itu akan menghilang.

"Aku cuma gak mau kamu pergi." Lirih Youngmin.

"Aku ngerti. Aku ngerti banget perasaan Hyung. Aku juga gak mau kehilangan Hyung. Tapi Hyung mau ngertiin perasaan aku, kan?" Tanya Woojin. Youngmin mengangguk.

"Aku cuma mau Hyung mengerti. Berhenti bertindak kayak anak kecil. Hyung udah dewasa harusnya punya pemikiran kedepan harus gimana gimananya. Aku sendiri juga ngerti, aku bisa jaga diri aku sendiri." Jelas Woojin. Youngmin menubruk tubuh Woojin dan memeluknya erat. Erat. Sangat erat hingga sesak.

"Perasaan cinta Youngmin Hyung yang segede dunia ini yang bikin aku gak khawatir. Hyung gak bakal ninggalin aku. Karena aku percaya sama Hyung."

"Jangan pernah ngomong putus lagi."

"Iya, maaf. Tapi Hyung harus janji buat gak berbuat macem-macem. Hyung tinggal percaya sama pacar Hyung sendiri. Inget, ya! Aku gak mungkin khianati hubungan ini." Jelas Woojin.

"Terus juga, aku gak mungkin menjauh dari orang-orang yang Hyung benci. Kita ini makhluk sosial, harus membutuhkan satu sama lain. Kalau Youngmin Hyung gak bolehin aku deket sama semua orang, ya mending aku jadi burung aja. Aku lebih cocok jadi burung dalam sangkar."

Youngmin melepas pelukannya. "Kamu ngerasa kayak gitu?"

Woojin mengangguk. "Mungkin lebih tepatnya hamster. Soalnya aku gak bisa terbang."

"Tapi hamster gak bisa berenang."

"Siapa bilang hamster gak bisa berenang?"

Keduanya terkekeh bersama. Saling bertatapan sebelum keduanya memiringkan kepala agar bisa menubrukan kedua bibir mereka dengan nyaman. Saling melumat secara perlahan, saling menghantarkan rasa kepercayaan satu sama lainnya. Karena dalam suatu hubungan rasa saling percaya adalah salah satu kunci untuk menjaga hubungan tetap ada.

Untungnya saat ini jalanan tengah sepi. Terotoar dekat taman ini memang kalau malam hari selalu sepi. Hanya beberapa orang yang lalu lalang.

Tangan Woojin menekan belakang leher Youngmin agar ciuman mereka semakin dalam. Suara kecapan terdengar mendukung gairah Youngmin di suasana yang sepi ini mendukung. Kedua tangan Youngmin menggenggam erat baju belakang Woojin.

Keduanya sama-sama tidak ingin berhenti. Sebenarnya yang tidak ingin benar-benar berhenti adalah Youngmin. Setelah Woojin melepaskan ciumannya, Youngmin dengan gesit mencium lagi bibir Woojin. Woojin menerimanya dan meladeni tindakan Youngmin.

Yah, karena sifat posesif Youngmin tidak bisa dihilangkan begitu saja, jadi hanya dengan cara ini Woojin menerima cinta Youngmin yang terlalu besar.

"Mau lanjut di apato?" Tawar Youngmin.

"Oh mulai berani? Biasanya aku yang mulai." Desis Woojin. "Dengan senang hati."

.

.

.

.

End

Unpredictable Love {Champaca}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang